Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
still cuts drama Pro Bono
still cuts drama Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

Intinya sih...

  • Kaya kehilangan status istri sah di mata hukum

  • Visa pernikahan Kaya otomatis gugur dan ia terancam dideportasi

  • Perlindungan hukum sebagai korban kekerasan ikut lenyap

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di episode 5–6 drama Pro Bono (2025), tim Pro Bono menghadapi kasus rumit yang melibatkan Kaya (Jung Hoe Rin), seorang perempuan imigran yang tinggal di Korea dengan visa pernikahan. Kaya datang dengan niat bercerai dari suaminya karena pengalaman kekerasan dan trauma yang ia alami di pernikahannya. 

Namun, proses hukum berjalan alot ketika jalur yang awalnya ditempuh adalah perceraian justru berubah menjadi pembatalan pernikahan. Sekilas, keduanya sama-sama berarti perpisahan. Namun bagi Kaya, pembatalan pernikahan membawa konsekuensi yang jauh lebih besar. Keputusan ini tidak hanya memutus hubungan suami-istri, tetapi juga menghapus status hukum, perlindungan, dan rasa aman yang seharusnya dimiliki korban kekerasan. Berikut dampak pembatalan pernikahan bagi Kaya.

1. Kaya kehilangan status istri sah di mata hukum

still cuts drama Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

Dengan dikabulkannya pembatalan pernikahan, hubungan Kaya dan suaminya dianggap tidak pernah ada sejak awal. Secara hukum, statusnya sebagai istri sah dihapus sepenuhnya, seolah pernikahan tersebut tidak pernah terjadi.

Akibatnya, segala bentuk pengakuan atas kekerasan yang dialami Kaya di dalam pernikahan ikut terhapus. Ia tidak lagi diposisikan sebagai korban dalam relasi rumah tangga, melainkan sebagai pihak yang dianggap bermasalah sejak awal.

2. Visa pernikahan Kaya otomatis gugur dan ia terancam dideportasi

still cuts drama Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

Karena izin tinggal Kaya bergantung pada visa pernikahan internasional, pembatalan pernikahan langsung membuat status tinggalnya tidak valid dan dianggap sebagai imigran ilegal. Sehingga, ia akan kehilangan dasar hukum untuk tetap berada di Korea.

Dalam situasi ini, Kaya tidak lagi dipandang sebagai korban yang membutuhkan perlindungan, melainkan sebagai imigran yang harus dipulangkan. Ancaman deportasi pun menjadi konsekuensi nyata yang menghantui masa depannya.

3. Perlindungan hukum sebagai korban kekerasan ikut lenyap

still cuts drama Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

Jika perceraian yang dikabulkan, Kaya masih memiliki dasar hukum sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual. Status tersebut membuka ruang perlindungan, baik secara hukum maupun sosial.

Namun dengan pembatalan pernikahan, relasi hukum itu dihapus. Negara tidak lagi berkewajiban melindunginya sebagai korban KDRT karena pernikahan dianggap tidak pernah ada. Selain itu, hukuman yang sebelumnya dijatuhkan pada sang ayah mertua karena pelecehan seksual juga mungkin dihapus, dan pelaku dibebaskan.

4. Trauma masa lalu justru dipakai sebagai bukti melawannya

still cuts drama Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

Faktor kuat yang mendukung pembatalan pernikahan Kaya diakui adalah fakta bahwa ia pernha melahirkan di negara asalnya dulu, dan kaya tak pernah membukta fakta ini pada suaminya sebelum menikah. Namun, peristiwa tersebut sebenarnya merupakan bagian dari masa lalu Kaya sebagai korban pelecehan seksual anak yang seharusnya diperlakukan sebagai privasi dan trauma yang dilindungi. 

Fakta tersebut adalah bagian dari luka hidup yang tidak mudah untuk dibuka sembarangan. Sayangnya, dalam proses hukum, pengalaman pahit itu justru digunakan untuk melemahkan posisinya. Kebohongan yang lahir dari trauma dianggap sebagai penipuan, bukan sebagai upaya bertahan hidup.

5. Kaya ditempatkan sebagai pihak yang bersalah

still cuts drama Pro Bono (dok. tvN/Pro Bono)

Dampak paling menyakitkan dari pembatalan pernikahan adalah pergeseran posisi Kaya di mata hukum dan masyarakat. Ia tidak lagi dilihat sebagai perempuan yang mencari perlindungan, melainkan sebagai pihak yang dianggap bersalah sejak awal.

Dalam proses ini, kekerasan yang dialaminya perlahan tersingkir dari pusat perhatian. Kaya kembali menanggung beban, bukan hanya sebagai korban kekerasan, tetapi juga sebagai pihak yang harus menanggung konsekuensi sistem yang gagal melindunginya.

Melalui kasus Kaya di drakor Pro Bono ini, dapat dilihat bahwa pembatalan bukan sekedar keputusan admistitratif, melainkan juga sebagai bentuk penghapusan terhadap identitas dan perlindungan korban. Ketika pernikahan dihapus, yang ikut hilang bukan hanya status hukum, tetapi juga pengakuan atas penderitaan yang nyata.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team