7 Isu Hak Tubuh Perempuan yang Disinggung Pro Bono, Sensitif tapi Nyata

Lewat kasus Kim Gang Hun (Lee Chun Moo) di episode 3–4, Pro Bono tidak hanya membahas disabilitas dan keadilan sosial, tapi juga menyentuh isu yang jauh lebih sensitif, yaitu hak tubuh perempuan.
Jeong So Min (Jung Saet Byeol), ibu Gang Hun, adalah remaja 16 tahun yang dipaksa melahirkan meski menginginkan aborsi. Drama ini menegaskan bahwa persoalannya bukan penyesalan atas kelahiran anak, melainkan tentang bagaimana keputusan atas tubuh perempuan bisa diatur orang lain. Inilah tujuh isu hak tubuh perempuan yang diangkat di episode 3-4 Pro-Bono.
1. Jeong So Min masih 16 tahun saat hamil. Namun, keinginannya tidak menjadi faktor utama keputusan medis. Tubuhnya diperlakukan sebagai objek moral

2. RS Woongsan menolak permintaan aborsi bukan karena alasan medis darurat, melainkan karena nilai moral dan keyakinan institusional

3. Tidak ada ruang negosiasi yang adil bagi So Min. Keputusannya kalah oleh otoritas rumah sakit, norma sosial, dan pandangan moral lebih mendominasi

4. Setelah melahirkan, So Min harus menanggung seluruh beban: membesarkan anak disabilitas, menghadapi stigma, dan hidup dalam kemiskinan

5. Sementara itu, sistem yang memaksanya melahirkan tidak hadir dalam kehidupannya. Perempuan kadang dipaksa bertanggung jawab atas konsekuensi sosial

6. Kalimat "semua kehidupan berharga" tapi tidak dibarengi dengan dukungan negara, akses disabilitas, atau jaminan hidup layak bagi ibu dan anak

7. Drama ini menunjukkan hak anak untuk lahir sering diperlakukan seolah berdiri sendiri. Padahal ibu-anak saling terikat secara fisik dan emosional

Pro Bono dengan halus tapi tegas menyampaikan bahwa memaksa seorang perempuan melahirkan bukanlah tindakan mulia jika dilakukan dengan mencabut hak tubuhnya. Kisah Jeong So Min bukan tentang menyesali kelahiran anaknya, melainkan tentang bagaimana keputusan paling personal dalam hidupnya diambil alih oleh sistem yang mengaku bermoral.



















