5 Kekecewaan Penonton The Devil's Plan 2, Apakah Kamu Sependapat?

Tayang perdana dengan ekspektasi tinggi, The Devil's Plan: Death Room langsung mencuri perhatian penonton. Konsepnya menjanjikan duel strategi dari para peserta cerdas lintas profesi. Tapi sayangnya, antusiasme itu perlahan berubah jadi rasa kecewa seiring berjalannya episode.
Alih-alih menyuguhkan pertarungan otak yang menegangkan, acara ini malah dinilai makin kabur arah. Beberapa penonton merasa tertipu oleh narasi awal yang kuat namun eksekusinya melempem. Tak heran, kritik pun berdatangan dari berbagai media dan warganet. Berikut adalah lima kekecewaan penonton.
1. Ending yang membingungkan dan tidak memuaskan

Beberapa penonton mengaku kecewa berat dengan episode terakhir The Devil's Plan: Death Room. Permainan yang seharusnya menegangkan malah berubah jadi drama pengorbanan yang tidak masuk akal. Bahkan, ada yang menyebut ending ini sebagai "yang terburuk sepanjang sejarah variety show Korea".
Pemenang justru terlihat seolah “mengalah” demi membentuk citra tertentu, bukan karena strategi cerdas. Hal ini membuat penonton bertanya-tanya, apakah acara ini benar-benar soal adu otak atau cuma akting belaka. Alih-alih puas, beberapa penonton malah merasa dibohongi setelah menonton sampai akhir.
2. Strategi permainan yang tidak seimbang

Dari awal, konsep acara ini menjanjikan adu strategi di antara para pemain dari berbagai profesi. Tapi di tengah jalan, format permainannya dinilai tidak adil dan membingungkan. Beberapa tantangan dianggap terlalu mengandalkan keberuntungan, bukan kecerdasan.
Situasi ini membuat penonton mempertanyakan integritas dan konsistensi dari acara. Seolah-olah siapa pun bisa menang asal “beruntung” berada di tim yang kuat. Padahal, konsep dasarnya adalah survival otak, bukan keberuntungan semata.
3. Terlalu banyak drama dan emosi buatan

Alih-alih menampilkan ketegangan intelektual, The Devil's Plan: Death Room malah dipenuhi dengan drama emosional yang terasa dipaksakan. Banyak momen yang dianggap over acting dan tidak sesuai konteks kompetisi. Beberapa penonton bahkan menyebut acara ini seperti Transit Love versi otak-otakan.
Bumbu drama ini mungkin dimaksudkan untuk menarik simpati, tapi malah membuat acara kehilangan identitas. Bukannya seru, justru bikin penonton merasa lelah dan tidak nyaman. Ini yang bikin penonton mundur sebelum acara benar-benar tamat.
4. Kurangnya tanggung jawab dari tim produksi

PD Jeong Jong Yeon sebagai otak di balik acara ini juga tak luput dari kritik tajam. Ia dianggap gagal menjaga kualitas acara dari awal sampai akhir. Banyak yang merasa sang PD tidak peduli dengan kekecewaan penonton dan hanya fokus pada drama viral.
Beberapa media bahkan menyebut bahwa para pemain dibiarkan kebingungan tanpa arahan jelas di akhir acara. Ini membuat banyak penonton merasa tim produksi hanya mengejar popularitas tanpa peduli kualitas. Kesan ini memperparah kekecewaan penonton yang sudah bertahan menonton sampai akhir.
5. Popularitas tak selaras dengan kualitas

Meski banyak kritik, The Devil's Plan: Death Room justru meraih posisi nomor satu dalam topik perbincangan non drama. Hal ini membuat banyak netizen heran, bagaimana bisa acara yang menuai banyak hujatan malah jadi yang paling populer. Mereka pun mempertanyakan apakah popularitas ini murni atau karena kontroversinya.
Para pemain seperti Jung Hyun Kyu, Lee Se Dol, hingga Yoon So Hee memang berhasil mencuri perhatian. Tapi sorotan ini lebih banyak karena kontroversi daripada prestasi di dalam permainan. Jadi, wajar jika penonton bertanya: “Apakah acara ini sukses karena kualitas atau karena dramanya?”
The Devil’s Plan: Death Room memang berhasil mencuri perhatian, tapi sayangnya bukan karena kualitas permainannya. Beberapa penonton merasa tertipu oleh ekspektasi yang dibangun di awal, namun runtuh di akhir. Lantas, bagaimana menurut kamu?