7 Kesulitan Ibu Bekerja di Tim Satgas Ibu dalam Dynamite Kiss

- Sulit membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga, sering kewalahan dengan konflik waktu
- Tidak mendapatkan dukungan penuh dari pasangan, membuat keseharian semakin berat
- Merasa minder dan tidak percaya diri karena kurangnya pengalaman, hambatan besar dalam adaptasi
Dalam drakor Dynamite Kiss, Tim Satgas Ibu di perusahaan Natural BeBe menjadi sorotan karena menghadirkan realita yang selama ini sering terabaikan. Para anggotanya adalah para ibu yang dianggap tidak kompeten oleh sebagian orang di kantor. Padahal mereka menyimpan pengalaman hidup yang sangat kaya dan justru relevan untuk produk bayi. Namun, di balik kelebihan mereka, drama ini juga menampilkan betapa banyaknya tantangan yang harus mereka hadapi setiap hari.
Drama ini menyuguhkan gambaran jujur mengenai beratnya peran ibu bekerja. Ada tekanan yang datang dari keluarga dan juga tuntutan profesional yang tidak bisa ditolak. Semua itu terlihat ketika Tim Satgas Ibu mulai menjalankan berbagai tugas yang diberikan perusahaan. Inilah tujuh kesulitan ibu bekerja yang tergambar kuat di Tim Satgas Ibu dalam drakor Dynamite Kiss.
1. Sulit membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga

Sebagai ibu, mereka harus mengurus anak, keluarga, dan rumah tangga. Namun, sebagai karyawan, mereka dituntut hadir di kantor, menyelesaikan tugas penting, dan mengikuti rapat yang tak jarang berlangsung lama.
Konflik waktu ini sering membuat mereka kewalahan. Ada anggota yang terpaksa meninggalkan kantor karena anak demam. Ada pula yang kesulitan fokus karena memikirkan pekerjaan rumah yang belum selesai. Dunia seolah meminta mereka hadir sepenuhnya di dua tempat yang berbeda pada saat yang sama.
2. Tidak mendapatkan dukungan penuh dari pasangan

Banyak anggota tim yang menghadapi kurangnya dukungan dari suami atau keluarga. Ada suami yang merasa pekerjaan sang istri hanya pekerjaan sampingan. Ada pula yang tidak mau berbagi tugas rumah tangga. Minimnya dukungan ini membuat keseharian mereka semakin berat karena sepulang kerja mereka tetap harus mengurus rumah dan anak tanpa bantuan memadai.
3. Merasa minder dan tidak percaya diri

Beberapa anggota tim sudah lama tidak bekerja atau bahkan belum pernah masuk dunia kantor. Hal ini membuat mereka sering merasa ragu pada kemampuan sendiri.
Mereka takut salah, takut tidak dipandang mampu, dan sering membandingkan diri dengan pegawai muda yang lebih mahir dalam urusan teknis. Perasaan minder ini menjadi hambatan besar bagi mereka dan membuat proses adaptasi terasa semakin berat.
4. Kesulitan mengikuti ritme kerja yang serba cepat

Lingkungan kantor menuntut kecepatan. Ada perubahan strategi yang mendadak, revisi yang harus segera dilakukan, dan batas waktu yang harus dipenuhi. Para ibu yang tidak terbiasa dengan ritme seperti ini tampak kewalahan.
Mereka sering panik ketika harus menyusun laporan, membaca instruksi yang berubah, atau menyiapkan presentasi. Meski demikian, mereka tetap bertahan dan berusaha mengikuti ritme kerja sebaik mungkin.
5. Tekanan untuk tetap profesional meski memikul beban emosional

Ibu bekerja membawa banyak beban emosional dari rumah yang tidak terlihat oleh rekan kerja. Ada yang memikirkan anaknya yang sakit. Ada yang memiliki masalah keuangan keluarga. Ada pula yang sedang menghadapi konflik rumah tangga.
Walau begitu, mereka tetap harus bekerja dengan profesional, tersenyum, dan seolah tidak memiliki masalah apa pun. Tekanan mental ini sering kali sangat berat tetapi jarang diakui oleh lingkungan sekitar.
6. Rasa takut gagal dan membuat tim terlihat buruk

Karena mereka disebut sebagai tim yang tidak kompeten, anggota Tim Satgas Ibu sering merasa diawasi dan dinilai lebih ketat. Mereka takut gagal karena kegagalan akan dijadikan alasan untuk membubarkan tim.
Rasa takut ini membuat mereka bekerja dengan kecemasan tinggi. Setiap tugas baru terasa seperti ujian besar yang menentukan kelanjutan karier mereka.
7. Sulit mendapat pengakuan di lingkungan kerja

Meski memiliki pengalaman sebagai ibu yang sangat relevan untuk memahami kebutuhan konsumen Natural BeBe, para anggota tim tetap saja sering diremehkan. Mereka dianggap kurang profesional atau tidak mampu mengikuti standar perusahaan. Akibatnya mereka harus bekerja dua kali lebih keras agar dihargai. Butuh waktu lama sampai orang lain menyadari bahwa kemampuan seorang ibu sering kali jauh lebih kuat daripada yang terlihat.
Kesulitan yang dialami Tim Satgas Ibu dalam Dynamite Kiss bukan sekadar bagian dari alur drama. Semua itu adalah cerminan nyata dari perjuangan ibu bekerja yang harus menghadapi berbagai tekanan dan tuntutan setiap hari. Melalui perjalanan tim ini, Dynamite Kiss berhasil menghadirkan kisah yang menyentuh, penuh empati, dan memperlihatkan bahwa kekuatan seorang ibu sering kali lahir dari pergulatan paling berat dalam hidupnya.


















