8 Kesulitan So Jeong Menjalankan Euthanasia di Mary Kills People

Drama Mary Kills People memperkenalkan para penontonnya pada sosok Woo So Jeong (Lee Bo Young), seorang dokter yang bertekad untuk membantu pasien terminal mengakhiri penderitaan mereka melalui euthanasia. Meskipun niatnya "mulia", tetapi Woo So Jeong menghadapi banyak kesulitan dalam menjalankan praktik euthanasia yang dianggap kontroversiaol ini.
Lantas, apa saja, sih kesulitan Dokter Woo So Jeong dalam menjalankan euthanasia di drakor Mary Kills People ini? Berikut adalah delapan kesulitan yang harus dia hadapi dalam perjuangannya "membantu" penderitaan para pasien terminal lewat euthanasia.
1. Konflik dengan keluarga pasien

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Woo So Jeong adalah penolakan dari keluarga pasien. Meski pasien telah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara damai, banyak keluarga yang merasa tidak setuju dan menentang keputusan tersebut. Hal ini menciptakan ketegangan antara dokter dan keluarga, yang kadang-kadang menjadi penghalang bagi proses euthanasia itu sendiri.
Oleh karena itu, Woo So Jeong selalu menghindari euthanasia pasiennya diketahui oleh keluarga. Woo So Jeong cenderung melakukan euthanasia tersembunyi dari keluarga bila memang ada penolakan.
2. Tekanan hukum dan etika medis

Melakukan euthanasia bukanlah hal yang legal di semua negara, bahkan di beberapa tempat, tindakan ini bisa menjadi sesuatu yang sangat kontroversial. Woo So Jeong harus selalu berada di garis tipis antara membantu pasien dengan belas kasihan dan melanggar hukum yang berlaku.
Selain itu, sebagai seorang profesional medis, Woo So Jeong juga harus mempertimbangkan etika profesinya. Meskipun niatnya adalah untuk mengakhiri penderitaan pasien, dia harus memastikan bahwa tindakannya tidak dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau pelanggaran terhadap kode etik medis yang telah ada.
3. Terancam hukuman peredaran narkoba

Penggunaan bufron sebagai zat dalam prosedur euthanasia membuat Woo So Jeong terindikasi oleh polisi sebagai penyalahguna obat terlarang. Obat ini, meskipun efektif untuk mengakhiri penderitaan pasien, termasuk dalam kategori yang sangat terkendali dan hanya boleh digunakan dalam pengawasan medis yang sah.
Akibatnya, Woo So Jeong menjadi buronan polisi, bukan hanya karena praktik euthanasia ilegal yang dia lakukan, tetapi juga karena penyalahgunaan bufron yang tidak sesuai dengan prosedur medis yang berlaku. Tuduhan ini semakin memperburuk posisi hukum Woo So Jeong, yang harus berhadapan dengan konsekuensi berat dari tindakannya.
4. Ketidakpastian kondisi psikologis pasien

Salah satu kesulitan besar yang dihadapi Woo So Jeong adalah menilai apakah pasien benar-benar ingin mengakhiri hidup mereka atau hanya sedang terpengaruh oleh perasaan sementara. Terkadang, pasien dalam kondisi fisik dan psikologis yang penuh tekanan, bisa memengaruhi keputusan mereka.
Woo So Jeong harus menjalani wawancara panjang dengan pasien untuk memastikan bahwa keputusan tersebut bukan diambil karena keputusasaan sementara. Menilai keadaan mental pasien dengan cermat adalah tantangan besar, sebab tidak semua orang dapat membuat keputusan yang rasional saat berada dalam kondisi ekstrem.
5. Menyembunyikan identitas dan praktik dari pihak berwenang

Euthanasia adalah tindakan yang sangat kontroversial dan masih dianggap ilegal, sehingga Woo So Jeong harus sangat berhati-hati agar praktiknya tidak diketahui oleh pihak berwenang. Hal ini menyebabkan dia harus menyembunyikan identitas pasien dan menjaga kerahasiaan operasi ini dengan sangat ketat.
Namun, Woo So Jeong sesungguhnya tidak mengetahui bahwa pihak kepolisian sudah mengindikasikan kejahatan yang dilakukannya. Investigasi polisi sudah memunculkan nama Woo So Jeong dan semua orang yang dianggap komplotannya.
6. Pengaruh keuangan dalam keputusan pasien

Meskipun Woo So Jeong memiliki niat untuk membantu pasien terminal, masalah biaya seringkali menjadi penghalang. Pasien atau keluarga pasien mungkin tidak mampu membayar biaya yang diperlukan untuk euthanasia, yang dapat menambah beban emosional bagi mereka.
Namun, bagi Woo So Jeong dia tidak melakukan euthanasia semata-mata karena uang, namun karena komitmennya untuk menghilangkan penderitaan para pasien terminal. Uang hanya bagia agar dirinya bisa membantu timnya yang memiliki kebutuhan ekonomi.
7. Dampak psikologis bagi Woo So Jeong

Melakukan euthanasia bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan bagi seseorang yang memiliki tujuan "mulia" seperti Woo So Jeong. Meskipun dia ingin membantu pasien untuk mengakhiri penderitaan mereka, proses tersebut tetap bisa memengaruhi psikologinya.
Selain itu, Woo So Jeong juga harus berurusan dengan dampak emosional yang ditimbulkan oleh keluarga yang mungkin tidak sepenuhnya menerima keputusan tersebut. Semua ini memberi tekanan besar bagi kesejahteraan mental dan emosionalnya, yang pada akhirnya memengaruhi bagaimana dia menjalankan praktiknya.
8. Menghadapi moralitas dan pertanyaan tentang kehidupan

Euthanasia adalah topik yang sangat memicu perdebatan moral. Woo So Jeong sering kali harus bertanya-tanya apakah dia benar-benar melakukan hal yang benar ataukah dia hanya menghilangkan harapan dari pasien dan keluarga mereka. Setiap tindakan yang dia ambil berhubungan dengan pertanyaan tentang kehidupan dan kematian.
Dokter Woo So Jeong di Mary Kills People menghadapi berbagai kesulitan dalam menjalankan praktik euthanasia, mulai dari konflik emosional dengan keluarga pasien, tantangan hukum, hingga masalah psikologis yang ia hadapi sendiri. Woo So Jeong harus menghadapinya dengan hati-hati, cermat, dan penuh pertimbangan agar setiap langkahnya tidak menambah penderitaan lebih lanjut.