5 Trauma Go Da Rim saat Wawancara Kerja di Dynamite Kiss

- Trauma Go Da Rim saat wawancara kerja di Dynamite Kiss
- Go Da Rim mengalami trauma karena intimidasi pewawancara dan pengalaman buruk sebelumnya.
- Ia juga merasa diremehkan karena berasal dari kampus tidak ternama dan khawatir tidak bisa menjaga emosi serta terlalu bersemangat.
- Takut gagal lagi setelah berkali-kali ditolak, serta khawatir memberikan jawaban keliru dan menjatuhkan dirinya sendiri.
Go Da Rim (Ahn Eun Jin) bukan hanya berjuang soal cinta dan harga diri dalam Dynamite Kiss, tetapi juga berkutat dengan masalah terbesar anak muda zaman sekarang, mencari pekerjaan yang layak. Di balik sikapnya yang ceria, Go Da Rim menyimpan trauma mendalam setiap kali harus menghadapi wawancara kerja.
Pengalaman buruk, rasa minder, hingga tekanan usia membuat sesi interview menjadi salah satu momen paling menegangkan dalam hidupnya. Baginya, proses wawancara kerjanya terasa seperti medan perang! Berikut lima trauma Go Da Rim saat wawancara kerja di Dynamite Kiss.
1. Takut diintimidasi pewawancara, efek pengalaman buruk yang masih membekas

Trauma pertama Go Da Rim muncul dari pengalaman wawancara kerjanya sebelumnya. Ia pernah bertemu pewawancara yang bukan hanya kritis, tetapi juga sengaja menekan mentalnya dengan sikap intimidatif. Nada suara tinggi, pertanyaan menjebak, hingga tatapan merendahkan membuat Go Da Rim merasa diperlakukan sebagai pihak yang tidak berharga.
Pengalaman itu menempel dalam ingatannya seperti luka yang tidak sembuh-sembuh. Bahkan sebelum sesi wawancara dimulai, tubuhnya refleks tegang dan telapak tangannya berkeringat. Ia selalu bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, bahwa pewawancara akan menghakiminya, bukan menilai kompetensinya. Trauma inilah yang membuat Go Da Rim sulit tampil tenang dan percaya diri. Setiap ruang interview terasa seperti ruang interogasi, bukan ruang kesempatan.
2. Takut diremehkan karena berasal dari kampus tidak ternama

Meski memiliki kemampuan yang mumpuni, Go Da Rim tidak bisa menutupi rasa insecure-nya soal latar pendidikan. Ia berasal dari universitas kecil yang jarang dikenal, dan stigma itu sudah berkali-kali ia rasakan saat melamar pekerjaan. Beberapa pewawancara sebelumnya memperlihatkan ekspresi meremehkan atau mengajukan pertanyaan bernada sinis saat mendengar nama kampusnya.
Pengalaman itu menimbulkan luka batin yang sulit hilang. Di kepala Go Da Rim, label kampus menjadi titik lemah yang membuatnya tidak pernah benar-benar percaya diri. Ia takut pewawancara menganggapnya tidak kompeten bahkan sebelum mendengar penjelasan kemampuan dan pengalamannya. Rasa takut diremehkan ini membuatnya terlalu defensif saat bicara, bahkan sering kehilangan momentum untuk menunjukkan kelebihan diri. Padahal, kemampuannya tidak kalah dari lulusan universitas top.
3. Khawatir tidak bisa menjaga emosi dan terlalu bersemangat

Go Da Rim adalah sosok yang penuh energi. Ketika membahas hal yang ia sukai, ia mudah terbawa semangat hingga gesturnya menjadi terlalu ekspresif. Namun, beberapa kali dalam wawancara sebelumnya, ekspresi itu justru disalahartikan sebagai ketidakmatangan atau kurang profesional. Alih-alih menunjukkan passion, ia justru terlihat gugup atau berlebihan di mata pewawancara. Dari pengalaman itu, muncul ketakutan baru, ia takut emosinya tidak terkontrol dan membuatnya tampak tidak stabil.
Saat ini, setiap kali wawancara, Go Da Rim berusaha keras menyeimbangkan ekspresi dan gesturnya. Tapi tekanan untuk “harus terlihat profesional” justru membuatnya kaku dan tidak alami. Ia takut terlihat terlalu antusias, takut suaranya terlalu tinggi, dan takut senyumnya terlalu lebar. Semua ketakutan kecil ini menumpuk dan menutupi pesona alaminya.
4. Trauma takut gagal lagi setelah berkali-kali ditolak

Penolakan demi penolakan membuat proses wawancara kerja menjadi semakin menakutkan bagi Go Da Rim. Setiap email penolakan yang pernah ia terima terasa seperti tamparan yang mengingatkannya bahwa ia mungkin tidak cukup baik. Trauma itu membuatnya selalu mengantisipasi kemungkinan gagal bahkan sebelum wawancara dimulai.
Setiap wawancara bukan sekadar harapan baru, tetapi juga kenangan pahit yang mengintai di belakang kepala. Ia takut mengulang kegagalan yang sama. Ia takut tidak berkesan. Ia takut usahanya tidak terlihat. Ia takut pulang dengan hati lebih hancur dibandingkan sebelumnya.
Ketakutan gagal itu membuatnya sulit fokus pada pertanyaan, karena pikirannya sudah diselimuti bayangan buruk tentang hasil akhirnya. Tekanan ini bukan hanya melelahkan secara mental, tetapi juga menghambat performanya setiap kali mencoba.
5. Khawatir memberikan jawaban keliru dan menjatuhkan dirinya sendiri

Selain takut gagal, Go Da Rim juga dihantui oleh kecemasan salah bicara. Dalam beberapa wawancara sebelumnya, ia pernah memberikan jawaban yang tidak tepat, menjelaskan terlalu panjang, atau menyebut data yang tidak akurat. Kesalahan-kesalahan itu menjadi ingatan traumatis yang selalu kembali setiap kali ia duduk di hadapan pewawancara.
Setiap pertanyaan terasa seperti ujian yang menuntut kesempurnaan. Ia takut tergagap. Ia takut salah mengartikan pertanyaan. Ia takut memberi jawaban jujur tapi dianggap tidak strategis. Tidak heran ia menjadi overthinking dan butuh waktu lama untuk merespons. Ironisnya, keraguan ini justru membuatnya terlihat tidak yakin, padahal ia sebenarnya tahu jawabannya.
Go Da Rim membawa banyak luka yang tidak terlihat, tetapi ia tetap melangkah meski penuh rasa takut. Trauma Go Da Rim saat wawancara kerja di Dynamite Kiss menjadi bagian dari perjalanan panjangnya menuju kehidupan yang lebih baik.


















