TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Tanda Kamu Terobsesi Hustle Culture, Termasuk Toxic Productivity?

Bukannya sukses, malah jadi makin burnout

potret ilustrasi lelah dengan pekerjaan (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Hustle culture tengah naik daun di kalangan Gen Z dan Millennials. Fenomena ini dipicu oleh tekanan untuk menampilkan pencapaian terbaik, hingga seseorang menjadi terlalu ambisius tanpa mempedulikan dampak negatifnya pada kesehatan mental.

Media sosial diduga menjadi penyebab utama tersebarnya fenomena ini. Prestasi istimewa yang kerap ditampilkan oleh orang lain, terkadang membuat kita membandingkan kehidupan dengan mereka. Untuk menghindari, yuk kenali ciri-cirinya di bawah ini!

1. Penggunaan teknologi secara berlebihan

potret ilustrasi smartphone (pexels.com/Deyvi Romero)

Kontak terlalu lama dengan gadget karena merasa harus selalu 'siap' menandakan produktivitas yang melampaui batas. Perilaku ini dapat berakibat negatif pada kesehatan tubuh, terutama mata yang terkena sinar blue light layar HP secara konstan.

“8 dari 10 Millennial mengatakan mereka tidur dengan ponsel menyala di sampingnya agar dapat mengirim SMS, panggilan, email, lagu, berita, video, game, dan bangun tidur dengan suara alarm,” ungkap sebuah penelitian yang dilakukan Pew Research Center, dilansir Healthline.

2. Mengukur harga diri berdasarkan prestasi

potret ilustrasi puas dengan pekerjaan (pexels.com/Anna Shvets)

Menggantungkan kebahagiaan pada hasil kerja termasuk indikasi ketergantungan pada hustle culture. Memperoleh kepuasan dalam pekerjaan memang diperbolehkan, namun validasi yang bersifat eksternal tidak akan bertahan lama.

Bila tidak ditangani secepatnya, hal ini bisa membuat dirimu merasa terlalu terpuruk saat mengalami kegagalan. Padahal, ketidakberhasilan dapat menjadi peluang untuk kesempatan baru di bidang lain jika dilihat dengan mindset yang positif.

Baca Juga: 13 Istilah Kerja ala Gen Z, Sudah Tahu Arti Hustle Culture dan Demot?

3. Mudah lelah secara fisik dan batin

potret ilustrasi lelah bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

"Hustle-culture hanya memperkuat validasi untuk bekerja lebih, dengan merisikokan kesehatan seseorang, termasuk kesejahteraan sosial-emosional mereka," ungkap Konselor Holistik Dr. Sylva Dvorak, dilansir Birdie.

Pekerjaan justru dapat dijadikan mekanisme untuk mengatasi stress bagi beberapa orang, atau disebut juga workaholic. Semakin lama hal ini berubah menjadi adiksi yang menjauhkan mereka dari kehidupan sosial, dan kesadaran untuk mempedulikan kebugaran.

4. Merasa bersalah saat beristirahat

potret ilustrasi beristirahat (pexels.com/ Lisa Fotios)

Ketika meluangkan waktu sejenak dari pekerjaan membuat dirimu tidak tenang, perasaan tersebut lebih baik segera diatasi. Beristirahat sangat penting dilakukan untuk mengurangi efek negatif dari dampak bekerja secara berlebihan, seperti kelelahan dan perasaan cemas.

"Hustle culture menuntut kamu untuk terus gigih mencoba, walaupun sudah mencapai titik kelelahan," pungkas Psikiatris Lea Lis, MD, dilansir Psychology Today.

Baca Juga: 5 Hal Utama yang Diperhatikan oleh Tamu ketika Berkunjung

Verified Writer

Najah Najmia

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya