TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Tanda Kamu Mengalami Toxic Positivity di Tempat Kerja, Hati-hati Ya!

Yuk, kenali ciri-cirinya!

Unsplash.com/Sydney Sims

Kita mungkin setuju bila ada nasihat untuk selalu ceria dan berpikir positif. Tapi bagaimana jika perasaan optimis tersebut terjadi secara berlebihan? Apakah hal tersebut normal? Padahal, dalam beberapa hal tertentu, wajar bila kita juga ingin meluapkan perasaan sedih, marah, atau kecewa.

Toxic positivity merupakan suatu kondisi di mana seseorang memiliki perasaan senang atau optimis berlebihan dalam setiap situasi, bahkan di saat dirinya sedang mengalami situasi sulit atau gak menyenangkan sekalipun. Hal ini apda akhirnya akan berimbas pada sikap penyangkalan dan invalidasi perasaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, toxic positivity kerap terjadi di kantor atau lingkungan kerja. Namun sayangnya, gak banyak karyawan yang menyadari kalau mereka sedang mengalami kondisi tersebut.

Berikut ini lima tanda toxic positivity di lingkungan kerja yang perlu kita kenali.

1. Memaksakan diri untuk tetap merasa bahagia atau optimis meski kita sedang stres dengan pekerjaan

Pexels.com/Andrea Piacquadio

Dalam bekerja, kita gak bisa lepas dari 'ancaman' stres, misalnya bila kita sedang dikejar deadline tugas, mendapatkan atasan yang kurang menyenangkan, konflik dengan rekan kerja, atau merasa kurang cocok dengan jobdesc pekerjaan saat ini. Dalam hal ini, emosi negatif seperti sedih, marah, atau kecewa normal terjadi dan dihasilkan oleh otak untuk menandakan bahaya.

Jika kita mengalami toxic positivity, kita akan memaksakan diri untuk tetap ceria dan optimis meski sedang menghadapi stres karena masalah di kantor. Sebenarnya hal itu bagus, tapi menjadi salah karena kita jadi gak mengizinkan emosi lain masuk ke dalam diri kita, misalnya sedih, kecewa, atau marah. Padahal, perasaan sedih, kecewa, atau marah juga perlu kita lampiaskan sehingga kita bisa memahami keadaan yang sebenarnya dan mencari solusi sesuai dengan keadaan tersebut.

Dengan kata lain, toxic positivity membuat kita jadi seakan 'berpura-pura' bahagia di tengah perasaan sedih, kecewa, atau marah. Padahal, hal itu justru bisa menumbuhkan emosi negatif yang lebih besar, lho. Emosi negatif yang menumpuk ini lambat laun bahkan dapat berkembang menjadi masalah yang lebih besar lagi karena gak kunjung terselesaikan.

Baca Juga: Jarang Disadari, 5 Sikap Ini Ternyata Termasuk dalam Toxic Positivity

2. Cenderung menyepelekan masalah karena menganggapnya sebagai sesuatu yang positif

Pexels.com/Donald Tong

Dalam dunia kerja, kita akan selalu dihadapkan pada masalah. Kehadiran sebuah masalah tentu akan memberikan efek negatif dalam hidup. Namun, seseorang yang mengalami toxic positivity akan selalu memandang setiap masalah sebagai sesuatu yang positif.

Hal ini sebenarnya baik karena kita jadi gak mudah down dan menyerah begitu saja. Tapi, kita juga harus mau mengakui bahwa masalah tersebut juga dapat berdampak buruk atau menjadi ancaman bagi kita. Dengan begitu, kita pun akan lebih termotivasi untuk mencari solusi atau alternatif untuk menyelesaikannya.

Dilansir dari Psychology Today, penyangkalan terhadap emosi negatif secara gak langsung akan membuat kita merasa gak perlu memedulikan masalah yang tengah dihadapi. Misalnya, mengabaikan rasa kecewa atau sedih saat hasil kerja kita kurang memuaskan atau kurang baik di mata atasan.

3. Selalu mendorong rekan kerja untuk berpikir positif jika ia curhat kepada kita terkait masalah pekerjaan

Pexels.com/Polina Zimmerman

Selama berkarier, mungkin pernah ada rekan kerja yang datang ke kita untuk berkeluh kesah terkait masalah dalam pekerjaannya. Misalnya, tugas yang diberikan terlalu banyak, jadwal lembur yang gak manusiawi, work-life balance yang gak seimbang, adanya kebijakan atau peraturan baru perusahaan yang 'menyengsarakan' karyawan, atau berbagai masalah lainnya terkait pekerjaan.

Dalam menghadapi curhatan teman seperti itu, seseorang yang mengalami toxic positivity akan cenderung memberikan dorongan kepada temannya untuk berhenti mengeluh dan tetap berusaha berpikir positif. Misalnya, dengan berujar "Jangan bersedih", "Stop berpikir negatif", "Ambil hikmahnya saja", "Jangan menyerah", "Kamu pasti bisa melaluinya", "Kamu harus bersyukur", dan lain sebagainya. Padahal, cara tersebut sebenarnya kurang pas, lho.

Hal ini karena tujuan rekan kerja kita tadi hanya ingin bercerita dan menyampaikan isi hati sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam kasus seperti itu, ajakan kita untuk selalu berpikir positif kurang tepat diberikan pada orang tersebut karena ia sebenarnya sedang butuh orang yang mau memahami rasa sedih atau kecewanya.

Ajakan untuk berpikir positif justru membuat seorang yang dilanda toxic positivity seakan kurang bisa berempati pada orang lain. Hal ini karena ia memaksa orang lain untuk berusaha bahagia, padahal orang tersebut sedang dirundung kesedihan. Lagipula, gak semua orang butuh disemangati saat mereka bercerita tentang emosi negatif atau pengalaman buruknya.

4. Selalu menganggap orang lain kurang beruntung dari kita

Pixabay.com/Free-Photos

Seseorang yang mengalami toxic positivity juga akan menganggap orang lain gak seberuntung dirinya. Walau ia sendiri sebenarnya sedang dalam kondisi sulit atau bisa dibilang 'kurang beruntung', ia akan cenderung melihat orang lain yang lebih 'kurang beruntung' darinya.

Misalnya, saat ini kita bekerja di salah satu perusahaan swasta yang manajemennya kurang kondusif. Dengan kondisi begitu, wajar jika kita sebagai karyawan mudah stres dan tertekan. Tapi, kita akan terus menganggap diri sendiri lebih baik dibandingkan dengan orang lain yang masih menganggur. Dengan begitu, kita gak akan pernah termotivasi untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik dari pekerjaan saat ini.

Memang, kita akan bisa jadi lebih mudah bersyukur jika mau melihat orang yang kurang beruntung dari kita. Tapi, ada kalanya kita juga perlu memandang suatu masalah secara riil. Dengan begitu, kita akan lebih membuka diri, menerima masalah yang ada, dan kemudian memperbaikinya.

Baca Juga: Stop Toxic Positivity, Karena Semangatmu Malah Bisa Menjadi Racun

Verified Writer

Rivandi Pranandita Putra

Mencari proofread skripsi/tesis/jurnal ilmiah? IG: @mollyproofread

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya