Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi serius bekerja (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi serius bekerja (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Intinya sih...

  • Karyawan yang sering pulang larut atau bekerja di luar jam kerja mendapat pengakuan lebih, menciptakan tekanan bagi karyawan lain.
  • Atasan yang sering mengirim pesan di luar jam kerja menciptakan tekanan bagi karyawan untuk selalu tersedia setiap saat.
  • Karyawan merasa terpaksa makan sambil tetap bekerja agar tidak dianggap malas, menciptakan budaya kerja yang tidak sehat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Toxic productivity adalah kondisi di mana seseorang terus bekerja secara berlebihan hingga mengorbankan kesehatan fisik dan mentalnya. Menurut Jennifer Moss, penulis buku Why Are We Here?: Creating a Work Culture Everyone Wants, toxic productivity terjadi ketika seseorang merasa harus terus produktif, bahkan jika itu berdampak negatif pada dirinya sendiri. Masalahnya, ada banyak perusahaan yang justru mendorong budaya ini secara gak sadar.

Sebagian besar perusahaan mungkin menganggap produktivitas tinggi sebagai hal positif. Namun, ketika karyawan dipaksa atau merasa harus bekerja tanpa henti demi memenuhi ekspektasi yang gak realistis, ini justru bisa merusak kesejahteraan mereka, lho.

Menurut Moss, bekerja terlalu lama justru bisa mengurangi produktivitas seseorang dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda-tanda perusahaan yang menerapkan toxic productivity. Jika tempat kerjamu memiliki beberapa ciri berikut, mungkin saatnya untuk lebih waspada.

1. Orang yang bekerja lembur selalu dipuji

ilustrasi lembur (pexels.com/Yan Krukau)

Salah satu tanda paling umum dari toxic productivity adalah ketika perusahaan menjadikan lembur sebagai sesuatu yang patut diapresiasi. Karyawan yang sering pulang larut atau bekerja di luar jam kerja kerap mendapatkan pujian dan pengakuan lebih dibanding mereka yang bekerja dalam jam normal.

Kerja keras memang mesti dihargai, tetapi bukan berarti karyawan harus mengorbankan keseimbangan hidupnya, lho. Apabila tempat kerjamu menganggap bekerja hingga larut sebagai hal yang wajar, ini bisa menjadi tanda bahwa perusahaan gak memiliki batasan kerja yang sehat.

2. Atasan selalu mengirim dan membalas email di luar jam kerja

ilustrasi jam tangan (pexels.com/Marius Mann)

Budaya kerja yang sehat seharusnya memberikan ruang bagi karyawan untuk benar-benar beristirahat di luar jam kerja. Namun, jika manajer atau atasan sering mengirim dan membalas email di malam hari atau akhir pekan, ini bisa menjadi tekanan tersendiri bagi karyawan untuk selalu tersedia setiap saat.

Jennifer Moss menekankan bahwa pemimpin harus menjadi contoh dalam menciptakan keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi. Kalau atasanmu terus mengirim pesan di luar jam kerja, kemungkinan besar perusahaanmu mengabaikan batasan waktu kerja yang sehat.

3. Makan siang di meja kerja sudah jadi kebiasaan umum

ilustrasi bekal makan siang (pexels.com/cottonbro studio)

Pernah merasa bersalah karena meninggalkan meja kerja hanya untuk makan siang? Jika iya, mungkin tempat kerjamu sudah terbiasa dengan budaya toxic productivity. Makan siang adalah momen penting untuk beristirahat sejenak, tetapi di perusahaan dengan toxic productivity, karyawan sering merasa terpaksa makan sambil tetap bekerja agar gak dianggap malas.

Moss menyarankan supaya perusahaan menciptakan ruang bagi karyawan untuk benar-benar beristirahat, seperti mengadakan makan siang bersama atau menyediakan waktu istirahat yang cukup. Dengan begitu, karyawan bisa lebih segar dan produktif setelahnya.

4. Promosi hanya diberikan kepada mereka yang bekerja sampai burnout

ilustrasi jabat tangan (pexels.com/Yan Krukau)

Di lingkungan kerja yang sehat, promosi seharusnya diberikan berdasarkan kinerja dan pencapaian, bukan semata-mata karena seseorang rela bekerja hingga kelelahan. Namun di perusahaan dengan toxic productivity, karyawan yang sering lembur dan mengorbankan waktu pribadinya justru lebih dihargai dan lebih mungkin mendapatkan kenaikan jabatan.

Jika promosi hanya diberikan kepada mereka yang bekerja tanpa batas, ini bisa menciptakan tekanan bagi karyawan lain untuk melakukan hal yang sama. Akibatnya, budaya kerja menjadi gak sehat dan karyawan lebih rentan mengalami burnout.

Toxic productivity bukanlah tanda dari perusahaan yang sukses, melainkan lingkungan kerja yang gak sehat. Jika perusahaan menunjukkan tanda-tanda di atas, penting untuk mulai menetapkan batasan dalam bekerja. Kamu bisa mencoba untuk lebih tegas dalam membatasi waktu kerja, beristirahat dengan cukup, dan berkomunikasi dengan atasan mengenai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Sebagai pemimpin, perusahaan harus memberikan contoh yang baik dengan menunjukkan bahwa kesejahteraan karyawan adalah prioritas utama. Dengan begitu, lingkungan kerja yang sehat dan produktif bisa tercipta tanpa harus mengorbankan kesehatan fisik dan mental para pekerjanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team