ílustrasi food prep artist (pexels.com/Tanya Gorelova)
Menjadi seorang food prep artist untuk konten media sosial atau komersial memiliki beban kerja yang cukup dinamis dan menuntut detail tinggi. Kamu gak hanya dituntut untuk bisa memasak, tetapi juga harus memahami bagaimana makanan tersebut akan terlihat di lensa kamera yang tajam. Berikut adalah rincian tugas utama yang biasanya harus kamu lakukan sehari-hari dalam profesi ini:
Tugas paling mendasar adalah menyiapkan seluruh bahan masakan sebelum proses syuting dimulai, mulai dari mencuci, mengupas, hingga memotong. Kamu harus memastikan setiap potongan sayuran atau daging memiliki ukuran yang seragam dan bentuk yang menarik karena kamera akan menyorotnya dari jarak dekat (close-up). Selain itu, kamu juga bertanggung jawab memisahkan bahan-bahan ke dalam wadah-wadah kecil yang cantik agar proses memasak di depan kamera terlihat rapi dan terorganisir, ya.
Makanan yang terkena lampu studio yang panas akan cepat layu atau berubah warna, sehingga menjadi tanggung jawab kamu untuk menjaganya tetap terlihat segar. Kamu perlu menguasai trik khusus, seperti menyemprotkan air es ke sayuran atau mengoleskan sedikit minyak agar daging terlihat juicy di kamera. Tanpa keahlian ini, makanan akan terlihat kusam dan gak menggugah selera audiens yang menonton konten tersebut, lho.
Dalam pembuatan konten masak, satu resep sering kali dimasak berulang kali untuk mendapatkan angle kamera yang berbeda-beda. Kamu bertugas memastikan bahwa makanan yang dimasak pada pengambilan gambar kedua terlihat sama persis dengan pengambilan gambar pertama. Jika ada perbedaan warna atau tekstur yang mencolok, video akan terlihat gak menyambung saat proses penyuntingan nanti.
Sering kali, seorang food prep artist juga diberi kepercayaan untuk berbelanja bahan makanan ke pasar atau supermarket. Kamu harus memiliki mata yang jeli untuk memilih buah, sayur, atau daging yang memiliki bentuk fisik paling sempurna, bukan hanya yang rasanya enak. Selain itu, kamu juga harus mencatat stok bahan yang habis agar produksi konten berikutnya gak terhambat karena kekurangan logistik.