Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
mengapa merasa overqualified bisa jadi boomerang saat interview?
ilustrasi interview kerja (pexels.com/RDNE Stock project)

Intinya sih...

  • Pengalaman yang terlalu kaya bisa mengintimidasi pewawancara

  • Cara menunjukkan nilai diri tanpa meremehkan posisi yang ditawarkan

  • Persepsi "overqualified" sering datang dari kecemasan dan relevansi lebih penting daripada panjangnya daftar pengalaman

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam proses rekrutmen, banyak orang berusaha tampil sebaik mungkin agar terlihat berkompeten di mata pewawancara. Namun, tidak sedikit yang justru terjebak dalam posisi “terlalu berpengalaman” atau dikenal sebagai overqualified. Situasi ini bisa jadi rumit karena tidak selalu memberi kesan positif seperti yang dibayangkan. Beberapa kandidat mengira pengalaman panjang otomatis membuat peluang mereka lebih besar, padahal realitanya tidak selalu demikian.

Di sinilah pentingnya memahami tips interview yang tepat agar kesan profesional tetap seimbang tanpa terlihat mendominasi. Fenomena ini sering terjadi, terutama di era kerja yang dinamis dan kompetitif seperti sekarang. Sebelum membahas lebih jauh, berikut beberapa sudut pandang yang bisa membuka cara berpikir baru soal perasaan overqualified di ruang wawancara.

1. Pengalaman yang terlalu kaya justru bisa mengintimidasi pewawancara

ilustrasi interview kerja (vecteezy.com/NATEE MEEPIAN)

Banyak pelamar tidak sadar bahwa pengalaman yang terlalu luas bisa menimbulkan jarak psikologis antara kandidat dan pewawancara. Ketika seseorang menampilkan portofolio yang sangat tinggi dibandingkan posisi yang dilamar, pewawancara mungkin merasa posisi tersebut tidak akan cukup menantang bagi kandidat. Hal ini menciptakan kekhawatiran bahwa kandidat akan cepat bosan atau mencari kesempatan baru dalam waktu singkat. Di sisi lain, pewawancara juga mempertimbangkan stabilitas dan motivasi jangka panjang dari calon karyawan.

Dalam situasi seperti ini, penting untuk menyesuaikan cara bercerita tentang pengalaman. Alih-alih memamerkan semua pencapaian, fokuslah pada hal-hal yang relevan dengan kebutuhan posisi. Dengan begitu, pewawancara akan melihat bahwa pengalaman tersebut bisa menjadi nilai tambah, bukan ancaman. Pendekatan ini membuat komunikasi terasa lebih setara dan alami.

2. Cara menunjukkan nilai diri tanpa terlihat meremehkan posisi

ilustrasi interview kerja (vecteezy.com/Sunan Wongsa-nga)

Banyak orang ingin terlihat percaya diri saat wawancara, namun tanpa sadar terdengar seperti meremehkan posisi yang ditawarkan. Misalnya, dengan kalimat seperti, “Sebenarnya saya biasa menangani proyek yang lebih besar.” Sekilas terdengar wajar, tapi bisa menimbulkan kesan arogan. Pewawancara bisa mengira bahwa pelamar tidak benar-benar menghargai kesempatan yang ada.

Untuk menghindarinya, ubah narasi menjadi bentuk apresiasi terhadap peluang belajar baru. Tekankan bahwa meski pengalaman sebelumnya berbeda, posisi ini memberi ruang untuk tumbuh ke arah yang lain. Cara ini menunjukkan rasa rendah hati sekaligus semangat adaptasi dua hal yang sangat dicari perusahaan modern. Ingat, wawancara bukan sekadar ajang pamer pengalaman, tapi juga uji kemampuan membaca situasi.

3. Persepsi “overqualified” sering datang dari kecemasan

ilustrasi interview kerja (vecteezy.com/Wutthichai Luemuang)

Perasaan overqualified kadang bukan cerminan realitas, melainkan perasaan yang muncul karena tekanan sosial. Di tengah budaya kerja yang membandingkan pencapaian secara terus-menerus, banyak orang takut terlihat menurun ketika melamar posisi yang lebih sederhana. Padahal, perubahan arah karier tidak selalu berarti kemunduran. Kadang justru itu cara seseorang menemukan keseimbangan baru dalam hidup dan kerja.

Jika rasa cemas itu dibiarkan, pewawancara bisa menangkap energi negatif selama proses wawancara berlangsung. Alih-alih menonjolkan kemampuan, pelamar malah terlihat ragu dan tidak yakin dengan pilihannya. Untuk mengatasinya, penting menata narasi diri sebelum masuk ruang wawancara menyadari alasan pribadi yang kuat di balik keputusan karier akan membantu tampil lebih jujur dan percaya diri.

4. Relevansi lebih penting daripada panjangnya daftar pengalaman

ilustrasi interview kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Tidak sedikit orang mengira semakin banyak pengalaman, semakin tinggi peluang diterima kerja. Namun, dalam banyak kasus, yang dicari perusahaan bukanlah “yang paling banyak tahu”, melainkan “yang paling sesuai”. Pewawancara ingin tahu sejauh mana pengalaman itu bisa diterapkan untuk tantangan spesifik di posisi yang tersedia. Jadi, panjangnya daftar prestasi tidak selalu sebanding dengan relevansi.

Strateginya, pelamar bisa menyeleksi pengalaman mana yang benar-benar berhubungan dengan peran yang dilamar. Ceritakan kontribusi yang konkret dan hasil nyata yang relevan, bukan sekadar gelar atau jabatan besar. Pendekatan ini lebih menunjukkan kematangan berpikir dan kepekaan terhadap kebutuhan organisasi. Di mata pewawancara, kandidat seperti ini terlihat bijak dan realistis.

5. Rendah hati adalah kunci membangun koneksi saat interview

ilustrasi interview kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Sering kali, pewawancara menilai bukan hanya kemampuan teknis, tetapi juga sikap dalam berinteraksi. Kandidat yang terlalu menonjolkan diri bisa dianggap sulit diajak bekerja sama dalam tim. Sementara mereka yang bisa berbicara dengan nada tulus, terbuka, dan tidak berlebihan justru meninggalkan kesan positif. Di sinilah letak pentingnya keseimbangan antara percaya diri dan kerendahan hati.

Pelamar bisa menunjukkan hal ini melalui cara menjawab pertanyaan yang tidak defensif. Misalnya, ketika ditanya mengapa melamar posisi yang lebih rendah, jawab dengan jujur bahwa fokusnya kini pada keseimbangan atau ingin mendalami aspek lain dari profesi tersebut. Dengan begitu, pewawancara akan menangkap ketulusan dan komitmen yang lebih dalam daripada sekadar pencapaian karier.

Merasa overqualified memang bisa membuat proses wawancara terasa membingungkan, terutama ketika niat baik justru disalahartikan. Namun, dengan memahami cara berkomunikasi yang relevan dan rendah hati, peluang diterima bisa meningkat tanpa harus mengurangi nilai diri. Jadi, apakah kamu siap menata ulang cara memandang pengalaman agar tidak menjadi bumerang di kesempatan berikutnya?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team