Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pekerja laki-laki dan perempuan (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Intinya sih...

  • Perbedaan pandangan antara independen dan mapan masih terasa bias di Indonesia, dipengaruhi oleh budaya, sejarah perjuangan perempuan, dan konstruksi sosial.
  • Perempuan dengan gaji UMR dianggap independen karena mampu hidup tanpa bergantung pada orang lain, sementara laki-laki diukur dengan standar mapan yang lebih tinggi.
  • Budaya patriarki memiliki peran besar dalam membentuk cara melihat peran perempuan dan laki-laki sehingga penting untuk saling mendukung tanpa membandingkan nilai individu berdasarkan gaji.

Belakangan ini, diskusi di media sosial sedang ramai membahas pandangan tentang mapan versus independen. Topiknya bermula dari pernyataan seorang selebritas yang menyebut bahwa di Indonesia ada banyak perempuan independen, tapi laki-laki mapan masih sedikit. Hal ini memunculkan berbagai komentar, termasuk cibiran seperti, "Gaji UMR aja bilangnya independen". Komentar ini seolah menyindir perempuan yang merasa mandiri dengan gaji pas-pasan, sementara laki-laki dengan gaji sama dianggap belum mencapai standar "kemapanan".

Diskursus ini sebenarnya menggambarkan betapa perbedaan pandangan antara independen dan mapan masih terasa bias di Indonesia. Ada banyak faktor yang memengaruhi cara seseorang memandang dua hal ini, mulai dari budaya, sejarah perjuangan perempuan, hingga konstruksi sosial yang menempatkan laki-laki pada posisi dimana mereka dituntut jadi provider atau untuk menjadi pencari nafkah utama. Dalam artikel ini, akan dibahas lebih dalam kenapa standar ini terbentuk dan apa yang bisa kita pelajari dari fenomena ini.

Editorial Team

Tonton lebih seru di