6 Suka Duka Jadi Satu-satunya Lawan Jenis dalam Sebuah Tim

- Sangat dihargai atau justru rawan pelecehan
- Gak dilecehkan, tapi kurang nyaman saat obrolan terkait kaummu
- Kadang terlalu diandalkan buat tugas yang dikaitkan gender tertentu
Sulit untuk siapa pun mendapatkan pekerjaan yang 100 persen hanya mempertemukannya dengan orang-orang berjenis kelamin sama. Bukan cuma klien yang bisa pria atau perempuan. Teman-teman kerjamu juga gak semuanya cowok atau cewek.
Nanti dari karyawan sebanyak itu masih dipecah kembali menjadi beberapa tim kerja. Lagi-lagi kelompokmu barangkali terdiri dari pria dan perempuan. Kamu gak punya kesempatan untuk memilih kawan satu tim.
Masih mending bila perbandingan anggota pria serta perempuan hampir sama. Kalau dirimu menjadi satu-satunya cowok atau cewek dalam kelompok tersebut, pasti akan lebih menantang. Bahkan bila kamu luwes dalam bergaul, tetap bakal merasakan suka duka jadi satu-satunya lawan jenis dalam sebuah tim berikut ini.
1. Sangat dihargai atau justru rawan pelecehan

Kemungkinan yang terakhir sangat tidak diharapkan oleh siapa pun. Namun, terkadang itu terjadi. Utamanya bila kamu satu-satunya perempuan dalam tim. Sekalipun pria juga dapat menjadi sasaran pelecehan.
Apalagi jika kawan-kawanmu yang berbeda jenis kelamin belum memahami betul tentang kesetaraan gender. Mereka bahkan tak menganggap candaan atau rayuannya telah termasuk dalam pelecehan seksual. Sekalipun tidak sampai terjadi serangan fisik.
Namun, bila dirimu beruntung dipertemukan dengan teman-teman yang kualitas dirinya baik pasti aman. Malah barangkali suasana dalam tim lebih kondusif serta suportif dibandingkan seandainya kamu berkelompok dengan kawan sesama jenis. Seperti sesama cewek kadang nyelekit, tapi cowok dapat lebih melindungi.
2. Gak dilecehkan, tapi kurang nyaman saat obrolan terkait kaummu

Lain jenis kelamin tak jarang juga berakibat pada perbedaan frekuensi ketika kalian mengobrol. Teman-temanmu tidak bermaksud untuk melecehkanmu. Mereka cuma saling bercerita sesuai pengalaman masing-masing.
Contohnya, dirimu satu-satunya perempuan dalam kelompok tersebut. Kawan-kawanmu berbagi pengalaman berpacaran dengan cewek yang gak baik. Kebanyakan dari mereka materialistis. Sebagai sesama perempuan, kamu merasa tersentil.
Atau, sebaliknya dirimu satu-satunya cowok. Kawan-kawanmu bilang sekarang banyak pria mokondo sehingga mereka harus ekstra waspada. Meski kamu tidak begitu, rasanya seolah-olah dirimu juga dianggap sama dengan cowok-cowok itu. Pasti ada rasa gak terima, tapi protesmu juga tak bakal digubris. Malah bisa bikin teman-teman cewekmu geram.
3. Kadang terlalu diandalkan buat tugas yang dikaitkan gender tertentu

Ini bisa terjadi baik pada kamu yang menjadi satu-satunya pria atau perempuan. Misalnya, kalian sama-sama ditugaskan jaga kantor marketing yang baru. Setiap hari cuma ada 3 atau 4 orang yang pasti di situ.
Posisi kalian sebenarnya sama, yaitu staf marketing. Namun, bila ada hal-hal yang butuh ekstra tenaga pasti kamu sebagai satu-satunya cowok yang diandalkan. Seperti buat bersih-bersih halaman jika belum ada staf khusus untuk itu.
Sebaliknya, menjadi satu-satunya cewek juga bisa gak enak. Urusan bikin kopi selalu diserahkan padamu. Kedudukan kalian menjadi tidak sama hanya karena perbedaan gender. Tentu ini juga menggambarkan sikap kurang profesional kawan-kawanmu.
4. Kesempatan membuktikan kompetensi dapat dimiliki gender apa pun

Akan tetapi, jangan gentar kalau kamu ditempatkan dalam tim yang mayoritas berbeda jenis kelamin. Sebagai minoritas, ini dapat menjadi ajang yang baik sekali buatmu membuktikan kemampuan diri. Apalagi bila tugas-tugasnya memang identik dengan lawan jenis.
Artinya, keberadaanmu di sana bukan sekadar kebetulan atau pemberi warna. Mungkin atasan menempatkanmu di tim tersebut karena melihatmu gak kalah mampu dibandingkan karyawan dengan gender lain. Seperti kamu satu-satunya perempuan dalam tim proyek pengerjaan jalan.
Atau, dirimu satu-satunya pria dalam tim konseling yang menangani perempuan dan anak. Jangan merasa kamu salah tempat. Bila pun kawan-kawan gak yakin dengan kompetensimu, buktikan saja. Keberadaanmu dalam tim itu sudah menonjol. Apalagi bila dirimu berprestasi.
5. Perbedaan gaya komunikasi

Bukan rahasia lagi bahwa pria dan perempuan sering kali berkomunikasi dengan cara berbeda. Contohnya, cewek kalau bicara atau chat bisa panjang sekali. Kadang malah ada hal-hal yang diulang-ulang untuk memastikan orang lain mengerti.
Akan tetapi, cowok gak begitu. Gaya komunikasi cenderung singkat, padat, tapi bagi lawan jenis bisa tidak jelas. Malah sebagian pria lama membalas pesan walau sudah membacanya. Nanti jawabannya cuma oke, baik, atau ya.
Perbedaan gaya komunikasi begini dapat menimbulkan kesalahpahaman. Satu-satunya pria dalam tim kerja akan merasa teman-teman perempuannya bawel. Sedang satu-satunya perempuan menganggap kawan-kawan prianya gak kasih atensi pada tugas bersama.
6. Bingung jika harus ke luar kota bareng

Ini menjadi bagian yang paling pelik. Secara umum kamu merasa tidak masalah bepergian dengan lawan jenis. Apalagi untuk keperluan pekerjaan dan bukan sekadar main. Akan tetapi, idealnya paling gak masih ada kawan sesama perempuan atau pria.
Terutama untuk perjalanan jauh yang ditempuh berjam-jam serta di malam hari. Juga tugas luar kota yang butuh bermalam. Kamu bakal merasa terbebani sekali. Walaupun kamar penginapan dipastikan terpisah, selama perjalanan saja sudah kurang nyaman.
Terlebih perjalanan itu ditempuh dengan transportasi darat. Di mobil, kamu merasa dikepung sekian lawan jenis. Kalau kalian naik pesawat sih, waktu tempuh jauh lebih cepat. Kalian tak perlu berimpitan berjam-jam lamanya.
Ada suka duka jadi satu-satunya lawan jenis dalam sebuah tim dan hal ini terasa lebih menantang. Tentu bukan cuma kamu yang butuh adaptasi, melainkan juga kawan-kawanmu. Sebisa mungkin, masing-masing terhindar dari stereotip gender agar profesionalitas tetap terjaga.



















