Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cove Amartha Antasari Lantai Rooftop
Cove Amartha Antasari Lantai Rooftop. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Intinya sih...

  • Harga rumah yang tidak realistis mendorong generasi muda ke hunian sewaRealita ekonomi membuat gen Z dan milenial semakin rasional. Berdasarkan riset COVE, menunjukkan 68 persen generasi muda sensitif terhadap harga karena menilai kepemilikan rumah di kota besar sudah di luar jangkauan.

  • Lokasi strategis dan aksesibilitas menjadi “Mata Uang” baru hunianJika generasi sebelumnya menjadikan luas rumah sebagai parameter utama, kini gen Z dan milenial lebih mementingkan transportasi, akses makanan, dan konektivitas kota.

  • Kebutuhan personal yang berbeda melahirkan hunian yang tersegmentasiGenerasi muda tidak homogen.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Gen Z dan milenial sedang membentuk ulang definisi “rumah”. Bukan lagi sekadar ruang untuk tidur setelah seharian bekerja atau belajar, hunian indekos kini berkembang menjadi tempat yang harus fungsional, terpersonalisasi, strategis, dan terjangkau. Kenaikan harga properti yang terus melaju, mobilitas urban yang kian padat, dan kebutuhan akan koneksi sosial membuat generasi muda mencari format hunian baru yang lebih fleksibel dan pengalaman yang lebih bermakna.

Dari survei internal yang disampaikan Cove, 95 persen penghuninya merupakan gen Z dan milenial, mencerminkan perubahan preferensi yang signifikan menuju hidup fleksibel, berkomunitas, dan berorientasi gaya hidup.

“Kebutuhan mereka bukan hanya tempat tinggal. Tapi ruang untuk bertumbuh, bersosialisasi, dan merasa aman secara finansial,” ujar Dian Paskalis, Country Director of Growth & VP of Online Marketing Cove, saat Media Briefing di Cafe Anantha, Cove Amartha Antasari Lantai Rooftop, Rabu (26/11/2025).

1. Harga rumah yang tidak realistis mendorong generasi muda ke hunian sewa

Media Briefing di Cafe Anantha, Cove Amartha Antasari Lantai Rooftop. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Realita ekonomi membuat gen Z dan milenial semakin rasional. Berdasarkan riset COVE, menunjukkan 68 persen generasi muda sensitif terhadap harga karena menilai kepemilikan rumah di kota besar sudah di luar jangkauan.

Alih-alih memaksakan cicilan rumah yang memberatkan, mereka memilih hunian sewa yang memberi fleksibilitas tanpa komitmen jangka panjang. Selain faktor harga, 40 persen memilih hunian sewa karena lebih dekat ke kantor, sementara 38 persen melakukannya demi keterjangkauan. Ini merupakan dua alasan terbesar yang menegaskan bahwa efisiensi hidup menjadi prioritas baru. Hunian sewa menjadi solusi praktis untuk generasi yang mobilitas kariernya cepat dan tidak ingin terikat pada satu lokasi terlalu lama.

2. Lokasi strategis dan aksesibilitas menjadi “Mata Uang” baru hunian

Riset COVE (dok. COVE)

Jika generasi sebelumnya menjadikan luas rumah sebagai parameter utama, kini gen Z dan milenial lebih mementingkan transportasi, akses makanan, dan konektivitas kota. Dari riset yang dilakukan Cove, hunian yang dekat dengan area perkantoran, kampus, hingga transportasi publik menjadi kebutuhan mutlak.

Tidak mengherankan, jika co-living tumbuh pesat di area Senopati, Jakarta Selatan, Bandung, Bali, hingga Surabaya. Bagi pelajar, lokasi yang strategis berarti kesempatan membangun jejaring sosial. Bagi pekerja baru, itu menghemat waktu tempuh dan mengurangi stres. Bagi digital nomad, aksesibilitas adalah kunci produktivitas. Hunian bukan lagi “alamat”, melainkan pusat kendali kehidupan sehari-hari.

3. Kebutuhan personal yang berbeda melahirkan hunian yang tersegmentasi

Cove Amartha Antasari Lantai Rooftop. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Generasi muda tidak homogen. Dalam sesi media briefing, Cove memetakan kebutuhan yang sangat bervariasi:

  • Pelajar: membutuhkan ruang komunal dan komunitas.

  • Pekerja baru: menginginkan hunian praktis dan efisien.

  • Pasangan muda atau eksekutif: memilih ruang privat dengan desain premium.

  • Digital nomad: menuntut fleksibilitas dan kebebasan bergerak.

Karena itu, model indekos tradisional yang “satu tipe untuk semua” mulai ditinggalkan. Hunian kini dituntut menyesuaikan kebutuhan psikologis, ritme kerja, hingga gaya hidup. Co-living modern pun pada akhirnya menjadi solusi yang paling adaptif terhadap beragam profil generasi muda tersebut.

“Setiap penghuni mencari sesuatu yang berbeda. Tugas kami adalah menyediakan pilihan, bukan memaksa satu format untuk semua,” jelas Dian Paskalis.

4. Tiga Tier Co-Living: Cara baru menyesuaikan hunian dengan bujet dan gaya hidup

Media Briefing di Cafe Anantha, Cove Amartha Antasari Lantai Rooftop. (dok. COVE)

Untuk menjawab fragmentasi kebutuhan yang ada, Cove memperkenalkan sistem tiga kategori hunian:

  • Cove Basics (±Rp 2 juta/bulan) – Dekat universitas/perkantoran, desain simpel modern, untuk pelajar & pekerja baru. Contoh: North Peak, Matahari Senja, Cherry Homes.

  • Cove Classics (±Rp 3,5 juta/bulan) – Akses kota mudah, modern, nilai terbaik untuk urban lifestyle. Contoh: Nawaprita, Casa Hasa, Sanmara.

  • Cove Luxe (±Rp 6 juta/bulan) – Lokasi bergengsi, fasilitas premium, privasi tinggi. Contoh: Carstensz, Dra House, Anantaha.

Yang menarik, ketiga kategori ini tetap menawarkan standar Cove yang memiliki fleksibilitas sewa, fully furnished, amenities lengkap, dan tim operasional profesional. Hal tersebut turut menjadikan co-living bukan sekadar indekos estetik, tetapi hunian yang dirancang sebagai pengalaman. Tingkat okupansi mencapai 88–90 persen di semua kategori dan ini jadi sebuah bukti bahwa segmentasi ini tepat sasaran, bahkan sangat relevan bagi pasar gen Z & milenial.

5. Hunian bukan lagi bangunan, tetapi ekosistem gaya hidup

Cove Amartha Antasari Lantai Rooftop. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Pertumbuhan co-living tidak hanya tentang ruang fisik, tetapi cara hidup baru. Co-living hadir dengan ruang komunal, desain yang Instagrammable, layanan tanpa ribet, hingga komunitas yang memfasilitasi interaksi sesama penghuni. Dalam era digital, ruang tinggal berubah menjadi tempat bekerja, belajar, healing, bahkan membangun circle pertemanan baru.

Cove, misalnya, memiliki tim desain internal yang memastikan setiap properti tetap punya DNA visual khas, seperti warna cerah untuk kategori basic, kontemporer urban untuk classics, dan estetika dewasa yang premium untuk tipe luxe, disesuaikan dengan lokasinya, seperti gaya tropical untuk properti Bali. Ekosistem ini membuat generasi muda merasa lebih terhubung, lebih aman secara sosial, dan lebih stabil secara emosional, sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh indekos konvensional.

“Kami ingin hunian yang terasa seperti rumah, tapi juga seperti tempat di mana kamu bisa berkembang menjadi versi terbaik dirimu,” pungkas Dian.

Tren indekos ala gen Z dan milenial mencerminkan pergeseran besar, dari kepemilikan menuju pengalaman, dari ruang statis menuju gaya hidup yang dinamis. Harga rumah yang semakin tidak realistis, kebutuhan fleksibilitas, dan keinginan akan komunitas menjadikan co-living pilihan paling relevan saat ini.

Dengan sistem tiga kategori dan strategi desain yang adaptif, Cove tampaknya bukan hanya mengikuti tren, tetapi membentuknya, bahkan mendefinisikan ulang bagaimana generasi muda hidup, bergerak, dan membangun masa depan mereka dalam ruang yang lebih inklusif dan modern.

Editorial Team