TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wakil Ketua KPK RI: Jangan Pilih Caleg Mantan Napi Koruptor

Satu suaramu, berarti untuk kemajuan Indonesia!

STARKI/A. Nendro Saputro

Jakarta, IDN Times - Kini, sudah saatnya generasi milenial yang harus 'melek' dengan bidang politik di negara kita sendiri. Supaya tidak apatis, berbagai kegiatan terkait politik pun mulai dilakukan oleh banyak pihak, dan salah satunya adalah kampus Sekolah Tinggi Tarakanita (STARKI), Jakarta Timur. Hampir lebih dari 400 mahasiswa hadir dalam seminar bertajuk "Peran Mahasiswa dan Perempuan dalam Pencegahan Korupsi" kemarin sore (1/3).

Bukan tanpa tujuan, seminar ini sengaja dilaksanakan saat menyambut pesta demokrasi pada 17 April 2019 mendatang, dan demi membentuk karakter para mahasiswa itu sendiri. Belum lagi, di sepanjang jalan besar pun sudah banyak terpampang poster, flyer dan banner kampanye dari deretan calon legislatif (caleg). Dari sekian banyak nama caleg yang pernah dilihat, pasti hampir sebagian besar dari kita bahkan tidak tahu dengan sosok caleg tersebut. Lalu bagaimana kita bisa memilihnya? Berikut penjelasannya!

1. Basaria Panjaitan selaku Wakil Ketua KPK RI datang sebagai pembicara

STARKI/A. Nendro Saputro

Hadir sebagai pembicara, Basaria Panjaitan memaparkan materinya didampingi moderator dari aktivis gerakan "Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK)", Maria Kresentia. Secara khusus, ia menganjurkan para mahasiswa untuk menuruti suara hati dan tidak memilih para caleg yang notabene-nya adalah mantan napi koruptor. Lebih lanjut, ia juga memaparkan bahwa meski peraturan Pemilu tidak mempermasalahkan latar belakang para caleg, generasi muda harus bisa bijak saat memilihnya saat pemilihan nanti. Semua ada di tanganmu, guys!

2. Masalah korupsi di Indonesia seakan menjadi PR yang belum tuntas hingga kini

STARKI/A. Nendro Saputro

Korupsi, korupsi, dan korupsi. Rasanya permasalah ini selalu ada di setiap tahunnya. Seakan sudah menjadi PR alias pekerjaan rumah yang tak kunjung usai, penyuluhan atau seminar anti korupsi semacam ini memang perlu digalakkan, karena dari kesadaran itulah banyak orang yang semakin terbuka akan wawasan dan semakin tegas untuk menyuarakan anti korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memperjuangkan dasar-dasar hukum usaha dalam pemberantasan korupsi dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 dan diperbarui dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001. Di sana tertulis bahwa tindakan korupsi adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, aksi suap-menyuap, upaya penggelapan dalam jabatan seseorang, tindakan pemerasan, perbuatan curang, konflik kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi atau tindakan pidana lain yang berkaitan dengan korupsi seperti merintangi proses, manipulasi keterangan kekayaan, manipulasi keterangan rekening, atau membuat keterangan palsu. Nah lho, lengkap banget 'kan tuh?

3. Aksi korupsi tidak pernah mengenal gender dan usia

STARKI/A. Nendro Saputro

Kalau kamu pernah terbesit tentang salah satu gender yang paling banyak melakukan korupsi, kamu salah besar. Fakta di lapangan, tidak hanya pria tetapi perempuan pun banyak yang melakukan hal tak terpuji ini. Baik yang tua maupun yang muda, semua bisa saja melakukan korupsi jika mereka tidak 'kuat' melihat sejumlah uang dalam nominal yang besar.

Jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari para milenial, Basaria Panjaitan bahkan menyebutkan bahwa mereka bisa saja tanpa sadar melakukan aksi korupsi dalam skala kecil. Sebagai contoh budaya korupsi yakni kebiasaan suka mencontek, plagiat, titip absen, penyalahgunaan dana beasiswa, gratifikasi ke dosen, penggunaan surat atau kuitansi palsu, dan bahkan terlambat masuk juga termasuk korupsi akan waktu lho. Jangan dibiasain ya, justru hal-hal ini yang diklaim sebagai 'bibit' dari para koruptor.

4. Keterlibatan perempuan dalam pencegahan korupsi

STARKI/A. Nendro Saputro

Ada yang menarik pada sesi seminar kali ini. Sekolah Tinggi Tarakanita (STARKI) memiliki mahasiswa yang semuanya adalah perempuan, sehingga Basaria Panjaitan pun akhirnya menyinggung tentang keterlibatan perempuan dalam pencegahan korupsi. Memang bisa?

Lagi-lagi, ia menjabarkan bahwa pada tahun 2018 lalu, di Indonesia jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan berjumlah 131,9 juta jiwa. Nah, di sinilah perempuan bisa memegang peranan kunci dalam pendidikan moral keluarga sehingga dapat mendidik anak-anak mereka supaya menjauhi aksi korupsi sekecil apapun itu.

Belum lagi, perempuan itu memiliki kesempatan sosialisasi yang lebih banyak dalam hidup bermasyarakat, seperti pengajian, arisan, pertemuan orangtua di sekolah, dan masih banyak lagi. Jadi tidak menutup kemungkinan, mereka bisa 'menularkan' semangat anti korupsi. Hmm, benar juga ya!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya