TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Hal yang Terjadi bila Negara Mengedepankan STEM Dibanding Soshum

Padahal keduanya harus saling terintegrasi satu sama lainnya

ilustrasi ilmuwan STEM (pexels.com/Chokniti Khongchum)

Ada satu hal menarik yang terjadi pada debat Capres 2024 terakhir yang berlangsung Minggu (04/02/2024) lalu. Dimana salah satu pasangan berulang kali menyebut mengedepankan pemberdayaan STEM bagi negara kita. Seperti kita tahu STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dan Soshum (Sosial dan Humaniora) adalah dua bidang studi yang seringkali dipisahkan dalam konteks pendidikan dan pengembangan masyarakat.

Sontak hal tersebut menuai perdebatan di masyarakat luas. Sebab, selama ini STEM sering dianggap sebagai tulang punggung inovasi dan perkembangan teknologi, sementara Soshum dianggap sebagai fondasi moral, budaya, dan pemahaman sosial. Namun, apa yang terjadi jika sebuah negara hanya mengedepankan STEM tanpa melibatkan Soshum? Mari kita bahas kelima hal yang akan terjadi dalam konteks tersebut.

1. Kurangnya pemahaman terhadap dampak sosial teknologi

ilustrasi kecerdasan buatan atau AI (vecteezy.com/haall Art)

Dalam dunia yang semakin tergantung pada teknologi, pemahaman terhadap dampak sosialnya menjadi sangat penting. Fokus yang berlebihan pada STEM tanpa melibatkan Soshum dapat membawa konsekuensi serius. Misalnya, dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI), keputusan etis dan moral memegang peran sentral. Tanpa landasan dari studi Soshum, risiko terhadap ketidaksetaraan dan masalah etika dapat meningkat. Mengapa? Karena tanpa melibatkan filsafat, etika, dan ilmu sosial, teknologi tersebut mungkin tidak memperhitungkan implikasi kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai masyarakat.

Selain hal tersebut, aspek-aspek seperti privasi online dan penggunaan data juga perlu mendapat perhatian yang serius. Dengan keterbatasan pemahaman dari sudut pandang Soshum, solusi yang dihasilkan mungkin kurang mempertimbangkan konsekuensi sosial yang kompleks. Oleh karena itu, penting untuk menggabungkan STEM dan Soshum agar teknologi tidak hanya menjadi kekuatan positif tetapi juga memperhitungkan dampak sosial secara menyeluruh.

2. Kesenjangan dan diskriminasi yang lebih besar

ilustrasi kesenjangan dan diskriminasi (pexels.com/Ron Lach)

Ketika sebuah negara hanya mengedepankan STEM tanpa memperhatikan Soshum, risiko terhadap kesenjangan dan diskriminasi dalam masyarakat dapat meningkat secara signifikan. Manfaat utama dari studi Soshum adalah kemampuannya untuk membantu kita memahami beragam perspektif, budaya, dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Ketika elemen-elemen tersebut diabaikan, ada kemungkinan besar bahwa keputusan pembangunan teknologi atau kebijakan publik akan mencerminkan dominasi kelompok tertentu tanpa memperhitungkan kebutuhan dan perspektif dari kelompok yang kurang terwakili.

Tanpa melibatkan studi Soshum seperti sejarah, antropologi, dan ilmu politik, ada risiko besar bahwa produk dan layanan yang dihasilkan tidak memperhitungkan kebutuhan dan perspektif dari beragam kelompok masyarakat. Misalnya, dalam pengembangan teknologi baru, seperti aplikasi atau algoritma, tanpa pemahaman yang cukup tentang konteks sosial dan budaya, ada risiko bahwa teknologi tersebut akan menghasilkan bias yang tidak disengaja atau bahkan memperkuat ketidaksetaraan yang sudah ada.

Hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan kesenjangan sosial dan memperdalam pemisahan antara kelompok-kelompok masyarakat, sehingga mengurangi kemungkinan inklusi dan kesetaraan dalam akses terhadap teknologi dan sumber daya. Dalam kesimpulannya, penting untuk mengintegrasikan pendekatan Soshum dalam setiap aspek pembangunan teknologi dan kebijakan publik untuk memastikan bahwa hasilnya benar-benar mencerminkan kebutuhan dan nilai-nilai dari seluruh masyarakat.

Baca Juga: Kembangkan Pendidikan STEM, ALL-in Eduspace Gelar Expo bagi Pelajar

3. Kurangnya inovasi yang berkelanjutan

ilustrasi pembangunan (pexels.com/mali maeder)

Inovasi yang berkelanjutan memerlukan pemahaman yang holistik tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh masyarakat. Tanpa melibatkan perspektif Soshum, inovasi yang dihasilkan mungkin hanya bersifat teknis dan tidak memperhitungkan dampaknya dalam jangka panjang. Sebagai contoh, dalam pembangunan infrastruktur atau kebijakan lingkungan, melibatkan studi Soshum seperti ekonomi, hukum, dan geografi dapat membantu dalam merancang solusi yang tidak hanya efektif secara teknis, tetapi juga berkelanjutan secara sosial dan lingkungan.

Selain itu, dengan hanya memfokuskan pada STEM, ada risiko bahwa inovasi hanya akan terbatas pada domain teknologi murni tanpa mempertimbangkan potensi interdisipliner yang dapat diperoleh dari melibatkan aspek-aspek Soshum. Keterlibatan ilmu sosial dan humaniora dalam proses inovasi dapat membuka pintu untuk solusi yang lebih kreatif dan terpadu. Misalnya, dalam pengembangan teknologi hijau, pengetahuan tentang perilaku konsumen dan faktor-faktor sosial ekonomi dapat membantu dalam merancang strategi yang lebih efektif untuk mempromosikan adopsi teknologi berkelanjutan. Dengan demikian, melibatkan Soshum dalam inovasi tidak hanya menghasilkan solusi yang lebih berkelanjutan, tetapi juga memperluas cakupan dan dampak inovasi tersebut dalam masyarakat secara keseluruhan.

4. Kurangnya kreativitas dan kolaborasi

ilustrasi perubahan iklim (pexels.com/Valdemaras D.)

Studi Soshum tidak hanya membantu kita memahami dunia, tetapi juga membantu kita mengembangkan keterampilan seperti pemikiran kritis, analisis, dan komunikasi. Ketika seseorang belajar tentang sejarah, sastra, atau seni, mereka tidak hanya mengasah kemampuan berpikir kritis mereka tetapi juga memperluas wawasan mereka tentang dunia. Misalnya, studi sejarah memungkinkan kita untuk memahami pola-pola yang mungkin terjadi dalam masyarakat dan bagaimana keputusan masa lalu dapat memengaruhi dunia saat ini. Selain itu, sastra dan seni membuka pintu bagi kreativitas dan imajinasi, membantu seseorang untuk melihat dunia dari berbagai perspektif yang berbeda.

Dalam konteks kolaborasi, keterlibatan Soshum dapat menjadi katalisator bagi kerja tim yang efektif. Dalam proyek-proyek yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, pemahaman tentang aspek-aspek seperti sejarah, budaya, dan nilai-nilai sosial dapat menjadi perekat yang kuat dalam kolaborasi lintas disiplin. Ketika individu dari latar belakang yang berbeda berkumpul untuk memecahkan masalah, pengetahuan dan pengalaman mereka yang beragam dapat menyediakan perspektif yang berbeda dan ide-ide yang inovatif. Sebagai contoh, dalam pengembangan teknologi untuk mengatasi perubahan iklim, ilmuwan perlu bekerja sama dengan ahli lingkungan, ekonom, dan politik untuk merancang solusi yang holistik dan berkelanjutan.

Verified Writer

Annisa Nur Fitriani

She goes Boom!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya