Alat Musik Kolintang, Dentingan Khas Minahasa
Ternyata memiliki sejarah yang menarik, lho!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Indonesia merupakan wilayah yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Warisan budaya terus dilestarikan hingga saat ini, termasuk kesenian alat musiknya. Setiap daerah di Indonesia memiliki warisan budayanya masing-masing. Salah satunya adalah wilayah Minahasa, Sulawesi Utara yang memiliki alat musik kolintang sebagai warisan budaya.
Kolintang merupakan salah satu alat musik tradisional yang biasa dipakai untuk mengiringi upacara adat, pertunjukan tari, pengiring nyanyian, bahkan pertunjukan musik di Minahasa. Melansir kemdikbud.go.id, kolintang memiliki persamaan dengan alat musik tradisional dari Jawa, yaitu Gambang. Namun, yang membedakannya adalah nada yang dihasilkan dan cara memainkannya. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai alat musik kolintang, yuk, simak artikel berikut ini!
1. Sejarah alat musik kolintang
Menurut cerita yang beredar di masyarakat Minahasa, alat musik kolintang hadir dari sebuah dongeng yang melegenda. Melansir buku Kolintang: Kisah Alat Musik Khas Minahasa, pada zaman dahulu, ada sebuah desa yang bernama To Un Rano. Saat ini, desa To Un Rano dikenal dengan nama desa Tondano. Pada awalnya, di desa yang terletak di daerah Minahasa ini, ada sosok gadis cantik yang kecantikannya terkenal ke seluruh pelosok desa, sehingga banyak pemuda yang jatuh hati. Selain kecantikannya yang membuat semua pemuda jatuh hati, ia juga memiliki suara emas yang merdu. Gadis itu bernama Lintang. Gadis berbakat nan cantik jelita yang menjadi pujaan seluruh pemuda di desa itu.
Pada suatu waktu, di desa To Un Rano diselenggarakan sebuah pesta. Di sana, muncul seorang pemuda yang gagah dan memiliki wajah rupawan. Pemuda tersebut bernama Makasiga. Pada pesta tersebut, Makasiga berkenalan dengan Lintang dan jatuh cinta kepadanya. Namun, Lintang memiliki syarat kepada Makasiga apabila pinangannya ingin diterima. Ia meminta Makasiga untuk mencari alat musik yang memiliki suara lebih merdu dari seruling emas.
Atas keinginan dan syarat yang harus dipenuhi, kemudian Makasiga pun pergi berkelana keluar masuk hutan hanya untuk mencari alat musik yang diinginkan Lintang. Pada suatu malam, Makasiga kedinginan dan badannya pun menggigil. Namun, ia tetap memaksakan diri untuk membelah kayu kemudian menjemurnya. Setelah bilahan kayu tersebut kering, kemudian ia lemparkan kayu-kayu tersebut ke berbagai arah.
Saat bilahan kayu tersebut jatuh ke tanah dan menghasilkan bunyi yang nyaring, Makasiga sangat senang. Ia sudah berhasil membuat alat musik yang memiliki suara yang merdu sesuai dengan permintaan Lintang. Di tempat lain, ada yang mendengar suara merdu bilahan kayu yang berbentur dengan tanah dan berusaha mencari sumber bunyi tersebut.
Akibat terlalu fokus mencari dan membuat alat musik untuk dipersembahkan kepada Lintang, Makasiga jatuh sakit dan badannya kurus kering. Dua orang tadi yang mendengar benturan kayu tersebut membawa Makasiga kembali ke desa. Namun naas, sakitnya semakin parah dan Makasiga meninggal dunia. Mendengar kabar Makasiga meninggal dunia, Lintang pun bersedih dan ikut sakit parah kemudian pergi menyusul Makasiga.
Cerita ini disinyalir sebagai asal-usul alat musik kolintang. Masyarakat Minahasa masih memercayai cerita rakyat mengenai asal-usul kolintang ini. Alat musik tradisional ini berbahan dasar dari kayu yang ketika dipukul akan menghasilkan bunyi yang nyaring dan merdu.
Suara yang dihasilkan dari alat musik kolintang dapat mencapai nada-nada tinggi ataupun tergantung selera pemainnya. Adapun jenis kayu yang dapat digunakan untuk membuat kolintang adalah kayu telur, bandaran, wenang, kakinik, atau jenis kayu lainnya yang ringan tetapi bertekstur padat dan memiliki serat kayu yang tersusun rapi dengan garis horizontal.
Baca Juga: 8 Alat Musik Tradisional Simalungun dan Cara Memainkannya
Demikian informasi mengenai sejarah kolintang sebagai alat musik tradisional khas Minahasa. Alat musik ini menjadi warisan budaya yang harus dilestarikan.