TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Legenda adalah Cerita Rakyat, Ini Ciri-Ciri dan Contohnya

Coba spill cerita legenda favoritmu

ilustrasi membaca cerita dalam buku (pexels.com/Uriel Mont)

Legenda adalah bentuk cerita rakyat. Mengapa bisa begitu? Terkadang, kebanyakan orang masih bingung jika mendapat pertanyaan seperti itu. Seringnya orang-orang menganggap bahwa legenda sama saja dengan jenis-jenis cerita lainnya, seperti dongeng, fabel, dan lain-lain.

Nah, kali ini IDN Times akan mengulas lengkap seputar pengertian legenda lengkap dengan ciri-ciri dan contoh dari legenda. Daripada makin bingung, langsung aja simak ulasan lengkapnya di bawah ini, ya!

1. Legenda adalah cerita rakyat

ilustrasi orang bingung dengan istilah legenda (pexels.com/Craig Adderley)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, legenda adalah cerita rakyat yang ada sejak zaman dahulu dan masih berkaitan dengan peristiwa sejarah. Terdapat juga pengertian lain, seperti orang atau hal-hal yang terkenal atau ikonik.

Berdasarkan dari pengertian di atas, legenda dapat diartikan sebagai salah satu jenis prosa yang menceritakan tentang asal-usul suatu hal atau tempat. Legenda juga dapat dikatakan sebagai cerita rakyat yang masih memiliki unsur sejarah.

Baca Juga: 5 Contoh Cerita Fabel dan Pengertiannya, Penuh Pesan Moral

2. Ciri-ciri legenda

ilustrasi orang membaca buku (pexels.com/Leah Kelley)

Berdasarkan buku Pengantar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Ada beberapa ciri-ciri yang bisa dijadikan patokan apakah cerita tersebut termasuk dalam cerita legenda atau bukan. Berikut beberapa ciri-ciri cerita legenda:

  • Cerita legenda seolah-olah mencerita kejadian tersebut berdasarkan kenyataan
  • Seringnya yang menjadi tokoh utama adalah manusia
  • Menceritakan tentang asal-usul suatu tempat atau hal
  • Menggunakan latar waktu yang sangat lampau, bisa 100 tahun sebelum masa sekarang bahkan lebih
  • Disebarkan secara turun-temurun atau dari mulut ke mulut
  • Tidak menggunakan acuan peristiwa sejarah sebenarnya saat penulisan cerita

3. Contoh legenda Candi Prambanan

Ilustrasi landmark ikonis di DI Yogyakarta, Candi Prambanan (unsplash.com/Wendy Winarno)

Legenda Candi Prambanan

Legenda ini menceritakan sebuah kerajaan bernama Prambanan yang makmur dan damai. Sampai pada suatu ketika ada serangan dari Kerajaan Penging. Dipimpin oleh raja Bandung Bondowoso, kekuasaan kerajaan Prambanan pun teralihkan. Ia membunuh Raja Prambanan yakni Raja Prabu Baka. Namun, tak disangka ia jatuh hati kepada putri dari Prabu Baka, Roro Jonggrang.

Bandung Bondowoso memaksa untuk menjadikan Roro Jonggrang sebagai istrinya, tetapi Roro Jonggrang tau bahwa dia yang telah membunuh ayahnya. Roro Jonggrang menolak secara halus dengan mengajukan syarat yang tak mungkin bisa dipenuhi Bandung Bondowoso. Ia meminta Bandung Bondowoso membuat 1000 candi dan sumur yang sangat dalam hanya dalam waktu semalam.

Tak habis akal, Bandung Bondowoso meminta bantuan para makhluk halus untuk memenuhi syarat tersebut. Roro Jonggrang yang awalnya yakin bahwa Bandung Bondowoso tak akan bisa memenuhi syaratnya lama-kelamaan menjadi ragu dan takut. Pasalnya pada pukul 04.00 candi sudah mencapai 995, ia mencari cara untuk menggagalkannya.

Akhirnya Roro Jonggrang memutuskan untuk meminta bantuan seluruh dayang istana untuk menghidupkan obor lalu membakar jerami. Ia juga memerintahkan para dayang untuk memukul-mukul alu pada lesung juga menaburkan banyak bunga. Suasana menjadi seperti menjelang terbit fajar. Pasukan makhluk halus mengira fajar telah terbit dan mereka lari kembali ke alamnya.

Saat itu candi telah berjumlah 999. Naasnya Bandung Bondowoso mengetahui bahwa itu hanya tipu muslihat Roro Jonggrang. Ia sangat murka dan akhirnya mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca yang paling megah. Adanya arca kutukan Roro Jonggrang membuat candi genap berjumlah 1000.

4. Contoh legenda Danau Toba

IDN Times/Indah Permatasari Lubis

Legenda Danau Toba

Dulu, ada seorang petani yang terbilang miskin dan juga masih melajang. Pada suatu hari setelah ia membajak sawahnya, ia memutuskan untuk memacing di sungai. Saat memancing ia berandai-andai memiliki seorang istri dan juga membayangkan akan mendapat ikan yang besar untuk dimasak nanti. Tak lama, pancingnya bergerak kuat.

Begitu girangnya ia menarik pancingnya dan terkagetlah ia ketika melihat seekor ikan yang sangat indah bersisik emas. Ia pun meletakkan ikan mas ke dalam ember berisi air. Sesampainya di rumah, ia mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak dan begitu kagetnya ketika melihat ember berisi ikan berubah menjadi koin emas.

Di samping itu, muncul juga seorang wanita cantik yang entah datang dari mana. Wanita tersebut bernama Puteri. Puteri menjelaskan bahwa ia dikutuk oleh dukun menjadi ikan karena tidak mau dijodohkan. Koin emas di ember ternyata juga berasal dari Puteri, yaitu dari sisiknya yang terlepas ketika menjadi ikan.

Puteri merasa berhutang budi kepada Toba dan ia bersedia menjadi istri Toba. Puteri mengajukan syarat, Toba harus berjanji tidak akan membocorkan asal usulnya yaitu seekor ikan kepada siapapun dan Toba menyanggupi. Mereka menikah dan hidup bahagia. Beberapa waktu kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Mereka memberinya nama Samosir.

Suatu ketika Toba sangat marah kepada Samosir karena memakan bekalnya padahal ia sangat lapar. Terlontarlah kata “anak ikan”! Samosir lari ke ibunya dan menceritakan kejadiannya. Puteri marah dan menyuruh Samosir pergi ke bukit yang akhirnya menjadi Pulau Samosir. Hujan sangat deras datang tiba-tiba yang menenggelamkan Toba dan jadilah Danau Toba.

5. Contoh legenda Surabaya

ilustrasi patung Sura dan Buaya (ihategreenjello.com)

Legenda Surabaya

Berawal dari pertengkaran yang tak kunjung mereda antara seekor buaya dan seekor ikan hiu sura. Setiap hari mereka bertengkar karena saling berebut wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaan diperebutkan karena berhubungan dengan wilayah perburuan mangsa. Keduanya jenis hewan buas karnivora (pemakan daging) sehingga kemungkinan perebutan mangsa sering terjadi.

Setelah sekian lama bertengkar, mereka memutuskan untuk membagi wilayah kekuasaan. Buaya untuk wilayah darat dan ikan hiu sura untuk wilayah perairan. Beberapa lama pembagian ini menimbulkan dampak positif. Mereka tidak lagi bertengkar. Lalu, suatu ketika ikan sura melanggar janjinya. Ia pergi mencari mangsa di sungai.

Pelanggaran tersebut awalnya berjalan mulus, hingga akhirnya buaya memergoki ikan sura sedang berburu di sungai. Buaya awalnya bertanya baik-baik mengapa ikan sura melanggar perjanjian, tetapi ikan sura tidak merasa bersalah. Ikan sura berkata bahwa sungai juga termasuk perairan sedangkan buaya meyakini sungai termasuk wilayah darat karena berada di daratan.

Keduanya bertengkar hebat, mereka saling dorong, terpentang, menggelinding dan jatuh berkali-kali. Sungai tempat mereka bertengkar yang awalnya jernih menjadi berwarna merah karena pertumpahan darah keduanya. Keduanya saling menggigit, buaya menggigit ikan sura sampai ekornya hampir putus. Begitu kesakitan, akhirnya ikan sura menyerah dan kembali ke laut. Lalu, tercetuslah nama Surabaya.

6. Contoh legenda Banyuwangi

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno didampingi Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestandani mengunjungi destinasi wisata di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Sabtu (18/9/2021). (Dok. Pemkab Banyuwangi)

Legenda Banyuwangi

Pada zaman dahulu, terdapat seorang raja yang baik dan adil juga bijaksana, bernama Raja Prabu Sulahkromo. Ia berhasil memimpin desanya menjadi desa yang makmur dan sejahtera. Ia memiliki seorang patih bernama Patih Sidopekso dan memiliki istri bernama Sri Tanjung. Tak disangka sang raja jatuh cinta kepada Sri Tanjung.

Cinta membuatnya buta, ia menjadi licik dan menghalalkan cara untuk dapat merebut Sri Tanjung. Raja memerintahkan Patih Sidopekso untuk melaksanakan tugas yang tak masuk diakal, manusia tak akan bisa melakukannya. Kepatuhan Sang Patih terbukti, ia menyanggupi dan berangkat menjalankan tugas meninggalkan istrinya. Setelah itu, raja mulai merayu Sri Tanjung.

Tak berhenti dengan merayu Sri Tanjung, raja terus menggunakan cara licik. Ia memfitnah Sri Tanjung dihadapan Patih Sidopekso. Ia mengatakan bahwa Sri Tanjung selalu merayunya dan akhirnya berselingkuh dengannya selama Patih Sidopekso menjalankan tugasnya. Sang patih hilang kendali, ia begitu marah kepada istri kesayangannya dan tak mempercayai pembelaan istrinya tersebut.

Patih Sidopekso tetap akan membunuh Sri Tanjung. Sri Tanjung berpesan saat ia telah mati, ceburkan mayatnya ke sungai yang keruh. Jika air semakin keruh dan berbau, maka tuduhan raja benar dan sebaliknya. Setelah membunuh istrinya, Sang Patih menceburkan mayatnya dan berangsur-angsur sungai menjadi jernih serta berbau wangi tersebutlah nama Banyuwangi.

Baca Juga: 5 Contoh Cerpen, Lengkap dengan Struktur dan Cara Menulis yang Benar

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya