TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Cara Hentikan Habit Retail Therapy, Happy Tanpa Harus Bokek

Say no to senang sesaat tapi dompet sekarat!

ilustrasi retail therapy (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Pernah nggak sih kamu pas galau atau sedih, eh kebablasan checkout keranjang di online shop? Atau tanpa sadar kamu ke mall dan belanja ini itu. Then, saat perasaanmu sudah membaik, kamu kaget kenapa belanjaanmu banyak banget dan barangnya sebenarnya nggak kamu butuhkan.

Nah, fenomena ini disebut retail therapy atau emotional spending. Dimana dalam jangka panjang, hal ini akan sangat merugikan diri sendiri dan berisiko menyebabkan kamu terjerumus pada utang konsumtif.

Jika kamu mengalaminya, jangan panik dulu! Karena kamu tidak sendirian. Untuk mencegahnya, ada beberapa cara dari experts yang dapat kamu terapkan untuk menghentikan habit retail therapy ini. Penasaran apa saja? Stay tune, ya!

1. Cari tahu penyebabnya!

ilustrasi retail therapy (pexels.com/Max Fischer)

Jika kamu sudah sadar dan mengakui bahwa kamu memiliki kebiasaan retail therapy, selanjutnya kamu bisa mencari alasan mengapa kamu melakukannya. Dengan begitu, kamu bisa menentukan langkah selanjutnya yang dapat kamu lakukan.

Psikolog klinis, Dr. Ryan Howes mengatakan mengapa penting untuk mencari trigger dari kebiasaan retail therapy ini pada wawancaranya dengan kanal Wonder Mind. Ketika kamu coba untuk mengatasi masalah retail therapy tanpa tahu apa yang menjadi pemicunya, kamu mungkin akan berhasil mengatasinya sesaat. Namun, dalam jangka panjang akan menjadi bom waktu untuk diri sendiri. Dengan mengetahui apa yang menjadi trigger-mu melakukan retail therapy, kamu bisa menentukan langkah yang tepat dan menjadi solusi sebenarnya untuk permasalahan yang sedang kamu hadapi.

2. Buat budget untuk “retail therapy habit”

ilustrasi budget (pexels.com/Karolina Grabowska)

Tidak selamanya retail therapy itu buruk ataupun menjadi kebiasaan yang bisa kamu lakukan terus-menerus. Kamu bisa melakukan retail therapy, tapi batasi frekuensinya. Sebagai contoh, kamu melakukan retail therapy saat berhasil mendapat nilai yang tinggi saat ujian. Tapi masalahnya, jika kita sedih ataupun perasaan terlalu intens, kita cenderung tidak rasional dalam membuat keputusan. Sehingga, tanpa sadar kamu akan melakukan retail therapy.

Melalui ulasannya pada Verywell Mind, psikolog Dr. Rachel Goldman menyarankan orang yang memiliki kebiasaan retail therapy untuk membuat budget kebiasaan ini. Dengan adanya budget pasti, akan memberikan “rem” pada kebiasaan ini jika mulai tidak terkendali. Ketika kamu sudah menetapkan budget yang dapat kamu gunakan, patuhi dan jangan coba-coba untuk tergoda menambahnya. Jika perlu, kurangi terus jumlahnya saat kamu mulai bisa menguranginya.

Baca Juga: 5 Manfaat Retail Therapy untuk Kesehatan Mental, Bisa Perbaiki Mood!

3. Tunggu dan jawab pertanyaan!

ilustrasi retail therapy (pexels.com/Alexandra Maria)

Jika kamu merasa bahwa habit retail theraphy-mu akan kambuh, jangan langsung belanja! Psikolog keuangan dan financial planner, Dr. Brad Klontz dalam wawancara via CNBC menyarankan agar kamu memberi jeda waktu paling tidak 24 jam ketika ingin melakukan retail therapy.

Saat jeda waktu tersebut, ajak dirimu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan pembelian barang yang kamu inginkan. Misalnya, apakah kamu benar-benar ingin dan membutuhkan barang tersebut, apakah barang tersebut worth it, ketika kamu beli bagaimana perasaanmu, apakah nanti barang tersebut membuatmu happy, uangnya cukup atau tidak, jika jadi beli barangnya akan ditaruh mana, dan sebagainya. Dengan memberi diri sendiri waktu dan kesempatan untuk menjawab beberapa pertanyaan tadi, akan memberimu kesempatan untuk mengembalikan rasionalitasmu dalam mengambil keputusan.

4. Ingat kembali goals mu!

ilustrasi goal (pexels.com/Anna Tarazevitch)

Dalam wawancara yang sama dengan Wonder Mind, Dr. Howes juga menyarankan untuk mengingat kembali goals yang kamu miliki saat kebiasaan retail therapy mulai muncul. Dengan mengingat tujuan dan mimpimu, akan memberikan kesempatan untuk dirimu menahan perilaku emotional spending.

Seperti, jika kamu punya goals akhir tahun untuk berlibur di Bali ataupun luar negeri. Saat kamu mulai merasa kebiasaan retail therapy mu muncul, coba ingat lagi tujuanmu tadi. Ingat pula jika kamu perlu untuk menabung untuk mewujudkannya. Dan jika kamu menuruti hasrat emotional spending, akan sangat mungkin goals yang kamu miliki tidak terwujud.

Verified Writer

Masrurotul Hikmah

A girl with ADHD and still learn to manage it!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya