TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Manfaat Konsep Wabi-Sabi dalam Mengerjakan Skripsi, Anti-Frustrasi!

Ingat bahwa skripsi mahasiswa tidak ada yang sempurna

ilustrasi mahasiswa sedang mengerjakan skripsi (unsplash.com/Grzegorz Walczak)

Wabi-Sabi adalah suatu filosofi hidup yang berasal dari Jepang. Konsep ini terdiri dari dua kata, yaitu "wabi" (侘) yang mengekspresikan apresiasi terhadap kesederhanaan, dan "sabi" (寂) yang menyoroti keindahan dalam ketidaksempurnaan.

Prinsip dasar dari wabi-sabi adalah menerima segala ketidaksempurnaan dengan penuh cinta, menerima kondisi apa adanya, dan menganggap menjadi tidak sempurna adalah hal yang wajar. Tidak heran, jika konsep ini bermakna luas dan dapat diterapkan dalam segala aspek termasuk dalam mengerjakan skripsi.

Terkadang mahasiswa merasakan adanya tuntutan untuk mengejar kesempurnaan dalam setiap proses pengerjaan skripsinya. Padahal kalau mengejar sempurna tentu tidak akan ada habisnya. Sebagaimana kata bijak mengatakan bahwa skripsi yang baik bukan skripsi yang bagus melainkan skripsi yang selesai.

Lalu, bagaimana pemaknaan konsep wabi-sabi jika diterapkan dalam proses pengerjaan skripsi? Mahasiswa akhir perlu tahu dan simak artikel ini sampai habis!

1. Penerimaan terhadap keterbatasan

ilustrasi mahasiswa sedang menyusun presentasi skripsi (unsplash.com/surface)

Konsep wabi-sabi mengajarkan kita tentang penerimaan terhadap keterbatasan dan ketidaksempurnaan. Begitu halnya ketika mahasiswa mengerjakan skripsi. Saat proses itu dimulai, tidak jarang mahasiswa kerap menemui kendala yang membuat dirinya menyerah duluan sebelum berperang.

Keterbatasan perlahan muncul karena data yang minim, sampel yang tidak memadai untuk dilakukan penelitian, metodologi yang rumit membuat mereka rentan frustrasi dan membuat pengerjaan skripsi menjadi terhenti. Mengakui keterbatasan yang dirasakan sepanjang proses pengerjaan dapat membantu mahasiswa untuk tetap realistis dan tidak terlalu terbebani oleh ekspektasi yang terlalu tinggi.

2. Fokus pada penelitian yang sederhana tidak perlu terlalu muluk

ilustrasi mengerjakan skripsi (unsplash.com/Thomas Lefebvre)

Skripsi biasanya ditempuh oleh mahasiswa S1 yang masih dalam tahap belajar. Semestinya, kamu tidak perlu keras pada diri sendiri dalam menentukan standar yang tinggi saat melakukan penelitian ataupun memilih judul penelitian yang kamu rasa sulit untuk menaklukkannya.

Daripada kamu bikin rumit pikiranmu sendiri, carilah metode yang sederhana tapi tepat sasaran dalam menjawab permasalahan penelitian. Jangan terpaku pada rumitnya metodologi yang kamu sendiri tidak sanggup untuk menyelesaikannya. 

3. Lebih menghargai proses daripada hasil akhir

ilustrasi tumpukan revisi skripsi (unsplash.com/Beatriz Pérez Moya)

Konsep wabi-sabi menekankan pada pentingnya menghargai proses daripada memikirkan hasil akhirnya. Proses pengerjaan skripsi biasanya berlangsung dalam 1 semester bahkan bisa lebih dari itu.

Hal ini membuat mahasiswa berlomba-lomba untuk segera lulus dan mendapatkan gelar sarjana. Akibatnya, mereka terkesan terburu-buru dalam mengerjakan skripsi. Hindari hal seperti ini jika kamu merasa belum siap untuk skripsi kamu diobrak-abrik oleh dosen pembimbing karena format yang masih berantakan, isi yang belum jelas alurnya, dan lain-lain.

Penting bagi kamu untuk menghargai dan menikmati setiap proses yang kamu jalani selama penyusunan skripsi. Lebih baik lulus di waktu yang tepat (waktu yang memang kamu siap) daripada lulus tepat waktu tapi isi skripsi mengecewakan.

Baca Juga: 6 Tips agar Skripsi Cepat Disetujui, Jangan Frustrasi!

4. Jadikan revisi sebagai bahan bakar pemantik semangat

ilustrasi bimbingan skripsi bersama dosen pembimbing (unsplash.com/Kenny Eliason)

Konsep wabi-sabi juga mengajarkan kita bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Selama perjalanan mengerjakan skripsi, mahasiswa tentunya dihajar revisi berkali-kali. Bukan sekali, tapi berulang kali sampai revisinya pun selalu berkutat pada hal yang sama.

Namun, percayalah bahwa ketika kamu mendapatkan revisi dari dosen pembimbing, ini bukan untuk mengecilkan semangat kamu. Pun bukan karena mereka tak sayang dan menghargai semua usahamu.

Dosen pembimbing memberikan revisi itu sama halnya dengan bentuk kasih sayang padamu. Maknai revisi sebagai bahan bakar pelecut semangat kamu. Abaikan teman-temanmu yang sudah mendahului, yang penting maknai setiap prosesnya demi skripsi kamu menjadi lebih baik.

Verified Writer

Reyvan Maulid

Penyuka Baso Aci dan Maklor

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya