Biografi Douwes Dekker, Tokoh Tiga Serangkai Pendiri Indische Partij
Pemerintah menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Nama Douwes Dekker tentunya tak asing di telinga masyarakat atas perjuangan memerdekakan Indonesia lewat pemikirannya. Douwes Dekker atau dikenal dengan nama Danudirja Setiabudi, merupakan seorang politikus, wartawan, aktivis, dan penulis yang mengecam penindasan Belanda kepada pribumi.
Selain itu, bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan Dokter Cipto Mangunkusumo, Douwes Dekker mendirikan partai politik nasional pertama di Indonesia dengan nama Indische Partij. Bahkan, kini ketiga tokoh tersebut dikenal sebagai Tiga Serangkai karena kebersamaannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Untuk mengetahui secara jelas biografi Douwes Dekker, tokoh Tiga Serangkai serta pendiri partai politik nasional pertama di Indonesia, simak ulasannya berikut ini. Check this out!
Baca Juga: Profil dan Biodata Dalai Lama, Pemimpin Buddha yang Terlibat Skandal
1. Profil Douwes Dekker
Douwes Dekker lahir dengan nama Ernest Francois Eugene Douwes Dekker atau acap ditulis EFE Douwes Dekker. Ia lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada 9 Oktober 1879. Ayahnya adalah seorang Belanda sekaligus bankir bernama Auguste Henri Edouard Douwes Dekker, sedangkan ibunya seorang Indo dari ayah Jerman dan ibu Jawa bernama Louisa Margaretha Neumann.
Douwes Dekker (DD) merupakan keponakan Eduard Douwes Dekker yang dikenal dengan nama pena Multatuli, seorang tokoh pergerakan yang peduli kepada nasib pribumi. Diketahui, Multatuli dikenal lewat tulisannya yang berjudul Max Havelaar, yang mendorong pemerintah Belanda untuk menggulirkan politik etis di Hindia Belanda.
Ia menempuh pendidikan dasar di Europeesche Lagare School Batavia, sekolah khusus keturunan Eropa. Sayangnya, tempatnya menuntut ilmu harus berpindah-pindah karena ayahnya yang juga sering dipindahtugaskan. Setelah lulus sekolah, ia bekerja di perkebunan kopi Soember Doeren di Malang.
Dari situ, DD akhirnya melihat secara langsung penindasan yang dilakukan oleh orang Belanda dan Eropa kepada pekerja pribumi. Bahkan, ia sering memberikan pembelaan sehingga harus bersitegang dengan rekannya yang membuatnya dipecat.
Baca Juga: Profil Masjid Kampus UGM, Berdiri Setelah Suharto Lengser