TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perang Diponegoro: Penyebab, Kronologi, dan Dampak

Pertempuran terbesar Belanda selama tinggal di Indonesia

Diorama Perang Diponegoro (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Perang Diponegoro yang dikenal sebagai Perang Jawa adalah bukti perlawanan yang dilakukan Pangeran Diponegoro terhadap pemerintah Hindia Belanda. Dinamakan Perang Jawa karena peristiwa perlawanan terjadi di tanah Jawa. Pangeran Diponegoro merupakan pemimpin dari perang ini. 

Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun, tepatnya dari tahun 1825 hingga 1830. Perang ini juga menjadi pertempuran terbesar yang pernah dialami Belanda selama masa pendudukannya di Indonesia. 

Baca Juga: Rekomendasi Buku Sejarah Reformasi 1998, Cocok Dibaca Mahasiswa

1. Penyebab Perang Diponegoro

ilustrasi perang (common.wikimedia.org)

Penyebab Perang Diponegoro dimulai sejak kedatangan Marsekal Herman Williem Daendels di tanah Jawa, tepatnya di Batavia pada 5 Januari 1808. Belanda diutus oleh Prancis dan ditugaskan untuk mempersiapkan tanah Jawa sebagai basis pertahanan Prancis melawan Inggris. 

Namun, gaya kepemimpinan Daendels dianggap tidak berbudaya dan melanggar tata krama yang menimbulkan kemarahan dari keraton. Daendels juga sering meminta akses pengelolaan sumber daya alam dan perbudakan rakyat Jawa dengan tekanan kekuatan militer.

Sebenarnya, Pangeran Diponegoro tidak ingin mencampuri urusan keraton. Namun, Pangeran Diponegoro harus turun tangan karena Belanda telah ikut campur ke dalam urusan internal keraton. 

Tidak sampai di situ, puncak kemarahan Pangeran Diponegoro terlihat saat makam leluhurnya akan dibongkar dan dijadikan sebuah jalan. Hal ini membuat Pangeran Diponegoro mulai mengatur strategi dalam menghadapi Belanda. 

2. Kronologi Perang Diponegoro

Pangeran Diponegoro (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun, yakni pada tahun 1825-1830. Semuanya bermula dari peristiwa pada 20 Juli 1825, di mana pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo. Beruntungnya, Pangeran Diponegoro berhasil lolos, namun kediamannya di Tegalrejo habis dibakar. 

Kemudian, Pangeran Diponegoro bergerak ke barat hingga ke Gua Selarong di Dusun Kentolan Lor, Guwosari, Pajangan, Bantul sebagai markas besarnya. Di sinilah Pangeran Diponegoro menyiapkan strateginya. Perang Diponegoro melibatkan berbagai kalangan, mulai dari kaum petani hingga golongan priayi yang menyumbangkan dana berupa barang dan uang sebagai modal perang. 

Selama perang, Pangeran Diponegoro menerapkan strategi perang gerilya dan perang atrisi. Perlu diketahui bahwa pada puncak peperangan di tahun 1827, Belanda mengerahkan lebih dari 23 ribu orang serdadu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut Belanda, Perang Diponegoro merupakan perang terbuka dengan mengerahkan berbagai jenis pasukan, mulai dari infanteri, kavaleri, dan artileri yang berlangsung sangat sengit. 

Pada tahun 1829, Kyai Mojo ditangkap menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan Alibasah Sentot Prawirodirjo yang menyerahkan diri kepada Belanda. Berakhirnya Perang Diponegoro ditandai dengan penyerahan diri Pangeran Diponegoro ke pihak Belanda tahun 1830. 

Baca Juga: [QUIZ] Wisata Sejarah Yogyakarta Artistik yang Sesuai dengan Karaktermu

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya