ilustrasi keutamaan berpuasa. (pexels.com/hello aesthe)
Ada perbedaan pendapat dari beberapa ulama besar terdahulu tentang puasa sunah dan puasa qada Ramadan yang dikerjakan bersamaan. Ada yang memperbolehkan, ada juga yang menganjurkan untuk dipisah pengerjaannya.
Imam Ar Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj juz 3 halaman 208 menjelaskan pendapatnya, "Kalau seorang puasa qada atau nazar di hari Asyura, maka dia mendapatkan pahala puasa sunah Asyuranya juga, sebagaimana fatwa ayah kami (Syamsudin Ar-Ramli) mengikuti fatwanya Al-Barizi, Al-Asfuni, An-Nasyiri, Al-Faqih Ali bin Shalih Al-Hadrami dan selainnya."
Di sisi lain, pendapat ulama besar Imam Abu Makramah menjelaskan tentang keutamaan mengerjakan ibadah wajib terlebih dahulu ketimbang ibadah sunah. Pendapat itu tercantum dalam buku Darul Kutub Ilmiyah halaman 235, "Imam Abu Makhramah mengikuti pendapat Imam As-Samanhudi memegang pendapat tidak tercapainya salah satu dari keduanya (kedua-duanya tidak sah) jika berniat dengan dua niat secara bersamaan. Sebagaimana seseorang yang berniat salat Zuhur sekaligus niat salat sunahnya. Bahkan, beliau menegaskan tidak sah seseorang puasa sunah Syawal sementara ia masih memiliki tanggungan puasa qada Ramadan."
Itu tadi niat puasa tasua dan qada Ramadan beserta hukumnya jika menggabungkan kedua ibadah tersebut. Meski ada perbedaan pendapat dari beberapa ulama, tetaplah berpegang pada aturan yang utama bahwa puasa qada Ramadan hukumnya wajib dikerjakan.