Ilustrasi membuka media sosial (Pexelsmikoto.raw)
Psikolog UGM, T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., menjelaskan bahwa pemicu FOPO bisa beragam. Kondisi ini juga sudah menjadi fenomena di masyarakat dan terus meningkat. Salah satu pemicunya bisa datang dari media sosial.
“Ditambah dengan penggunaan media sosial menjadi salah satu pemicu orang-orang mengalami FOPO. Melalui media sosial ini pendapat orang semakin terbuka, imagenya terbuka, meskipun ada beberapa orang yang memang selalu khawatir dengan pendapat orang sejak dulu,” jelasnya dikutip dari laman UGM.ac.id.
Selain itu, di Indonesia FOPO juga bisa dibentuk oleh budaya dan pendidikan. Pasalnya budaya feodalisme dan konfromitas masih lekat di masyarakat, sehingga berkontribusi kuat terbentuknya situasi tersebut.
“Budaya feodal misalnya senior mengatur persepsi publik ini. Lalu, soal konfromitas, dari kecil anak-anak diajari punya pemikiran selalu sama, jika berbeda sedikit saja akan dibilang aneh karena sudah dibiasakan dengan keseragaman,” terangnya.
Dosen Fakultas Psikologi UGM ini juga menjelaskan bahwa sistem pendidikan bisa memberi pengaruh. Pasalnya pendidikan yang menyeragamkan semua individu, pada akhirnya membuat orang-orang lebih mementingkan pendapat atau pikiran orang lain dibandingkan pendapatnya sendiri.