INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Pilih Kejar Karier atau Passion? (IDN Times/Muhammad Surya)
Quarter life crisis merupakan periode yang menggambarkan reaksi individu ketika bertumbuh dewasa dan menghadapi beragam ketidakpastian hidup. Itu sebabnya, fase ini didominasi oleh perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kekhawatiran, bahkan insecurity.
Mayoritas informan yang tengah mengalami kegalauan soal karier merasa khawatir akan perubahan yang tidak sesuai dengan ekspektasi (18,4 persen). Kegelisahan juga muncul dari gen Z dan milenial yang ragu dalam menghadapi transisi kehidupan (12,7 persen). Sebagian lainnya mengaku tertekan dengan tuntutan sosial yang seolah menawarkan kehidupan yang lebih baik (15,6 persen). Bahkan sebagian kecil penjawab (9,9 persen) masih mempertanyakan pilihan akademis dan karier mereka.
“Gelisah karena sekarang tuh banyak anak muda yang juga berlomba-lomba untuk mendapatkan pekerjaan segera setelah lulus. Aku juga merasa adanya peer pressure. Aku jadi merasa gak ada istirahatnya, hidup selalu di-push dan itu yang membuat aku merasa adanya krisis dalam hidup. Aku juga jadi mempertanyakan, ‘Hidup itu untuk apa sih?’” ungkap HS (22), mahasiswa tingkat akhir yang berdomisili di Jakarta.
Pandangan HS akan krisis seperempat abad mewakili pandangan anak muda yang cemas akan sesuatu yang belum terjadi (56,7 persen), bingung dengan masa depan (53,9 persen), dan khawatir jika rencananya gagal (53,9 persen). Tak memungkiri, generasi ini juga kerap merasa insecure, membandingkan diri dengan orang lain, hingga stres.
Pengalaman dan perasaan yang dialami oleh HS sejalan dengan pengamatan Sonia sebagai experts. Menurutnya, gen Z tumbuh dengan banyak tekanan sosial, informasi di media sosial membuatnya mudah membandingkan diri dengan pencapaian orang lain. Sehingga, Sonia menyimpulkan perihal utama yang dibutuhkan gen Z dalam mencari pekerjaan atau pun membangun career path adalah faktor kepastian dan keamanan. Kepastian dan keamanan melingkup banyak aspek kehidupan, baik secara material, aktualisasi diri, hingga apresiasi di tempat kerja.
Generasi muda sadar betul akan keresahan yang dialaminya sehingga berusaha memaksimalkan potensi. Meski overthinking, hampir seluruh responden (96,5 persen) tetap berupaya untuk memperluas wawasan, pengalaman, dan pengetahuan, kok! Mereka juga menyibukkan diri dengan kegiatan positif demi menambah nilai pribadi (64,5 persen). Bahkan banyak juga, lho, yang menjaga kestabilan emosional (48,2 persen) seiring meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental.
Meregulasi emosi hingga usaha untuk tetap berkegiatan secara produktif dilakukan oleh MY (22) selama melalui yang masih berstatus sebagai mahasiswa di Magelang, “Aku merasa useless karena merasa tertinggal dari teman-teman lain yang sudah punya pekerjaan setelah lulus. Tapi, aku berusaha menjadi produktif dengan menulis short story yang relate sama apa yang sedang aku rasakan.”
Jika dihadapkan dengan kekhawatiran akan masa depan yang tidak menentu dan ragu apakah jalan yang ditempuh telah sesuai karier yang diinginkan, Sonia menyarankan setiap individu terus mengeksplor kemampuan dirinya. Hal ini tidak terbatas pada usia, pekerjaan, status, maupun kondisi profesional lainnya.
“Jadi sambil kita bekerja, sambil kita juga eksplor ke hal yang lain. Jadi saat kita bekerja, tidak cuma melakukan pekerjaan kita saja, tetapi kita juga coba yuk memperluas networking kita, coba yuk kita tambah skill kita,” Sonia juga sarankan untuk terus mengevaluasi diri dan meningkatkan self awareness.