IDN Times Xplore/Xtimes_SMAN 3 Malang
Sudah puluhan tahun sampah tetap menjadi permasalahan lingkungan yang belum bisa teratasi secara maksimal. Produksi sampah yang masih terus terjadi setiap tahunnya, menyebabkan penumpukan sampah berlebih di lingkungan. Penumpukan sampah ini telah memberi dampak buruk bagi lingkungan, seperti pencemaran lingkungan, penyebaran penyakit, dan lainnya. Masalah ini terjadi di berbagai kota di Indonesia, salah satunya di Kota Malang. Menurut data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pada tahun 2023 sampah yang tertimbun di Malang sebanyak 284.095,41 ton dan sebagian besar sampah yang menumpuk ini berasal dari sampah rumah tangga, yakni sekitar 47,68% dari total sampah yang ada. Penumpukan sampah ini masih terus bertambah. Sebagai pelajar, pastinya merasa khawatir apabila masalah ini berlanjut ke generasi-generasi berikutnya.
Apa sih penyebabnya?
Mungkin kalian beranggapan bahwasanya kesadaran masyarakat menjadi pemicu utama dalam permasalahan ini dan solusi terbaik dalam mengatasi masalah ini adalah meningkatkan kesadaran dan wawasan masyarakat akan pentingnya pemilahan sampah. Namun, nyatanya sosialisasi dan edukasi masyarakat sudah marak dilakukan oleh berbagai pihak di masyarakat. Bahkan, sosialisasi dan edukasi sudah dilakukan mulai dari kalangan pelajar. Sebagian besar pelajar telah diberikan wawasan terkait lingkungan dan keterampilan dalam mengolah sampah. Beberapa sekolah juga menyelenggarakan kegiatan sosial yang berhubungan dengan edukasi peduli lingkungan. Hal ini bisa disimpulkan bahwa, masalah penumpukan sampah tidak bisa diselesaikan hanya dengan kesadaran yang telah terbentuk. Perlu adanya tindak lanjut dalam permasalahan ini.
Melihat kasus pada TPS3R Buring, Malang yang sering mengalami penumpukan sampah hingga membludak. Penyebab utama justru tidak datang dari masyarakat. Banyak faktor lain yang menyebabkan penumpukan sampah ini terjadi, mulai dari banyaknya sampah kiriman yang tidak terkoordinir dari kelurahan-kelurahan sekitar, bentuk TPS3R yang tidak sesuai, hingga sistem kerja TPS yang tidak efektif. Menurut ketua organisasi lingkungan “Trash Hero Tumapel”, faktor utama dari permasalahan ini adalah adanya premanisme yang merajalela di lingkungan TPS. Premanisme di TPS ini berawal dari sekelompok masyarakat yang biasa mengurus sampah warga, seperti pengangkut sampah, warga sekitar TPS, dan lainnya. Mereka disebut preman karena merasa berkuasa dan berhak mengatur sampah-sampah yang ada di TPS wilayahnya. Bahkan, mereka akan mengusir para pembuang sampah yang datang dari luar kelurahan mereka. Premanisme di TPS saat ini sangat meresahkan dan tidak terarah. Para preman yang bertanggung jawab, seharusnya bisa mengelola sampah kiriman tersebut dengan baik. Namun, berita buruknya adalah hingga saat ini mereka tidak bisa mengelola sampah yang tertimbun itu karena kurangnya wawasan akan pemilahan sampah.