IDN Times Xplore/Meowfia_SMAN 1 Waringinkurung
Saat masuk ke dalam, rasa mual mulai mendatangi dirinya. Setelah itu cahaya menyilaukan menerangi pandangan mata nya.
Bulan berada di dunia antah berantah. dia memasuki dunia lain yang tidak diketahui di mana persis tempat ini berada.
Tempat ini hanya lapangan luas yang kosong, hanya terasa udara gersang yang menghalangi pemandangan matanya yang terasa seperti di gurun.
"DOR!" ucap bintang mengangetkan.
"AYAM!" Bulan teriak histeris ia kira, ada hantu atau monster yang mendatangi nya.
"aduh Bintang! aku kira kamu hantu atau monster yang buruk rupa! menyebalkan." gerutu Bulan kesal.
"EH, maksud kamu aku jelek gitu? kalau aku jelek, kamu juga jelek, dong!" Bintang berpura pura merajuk kesal kepada Bulan.
"KAMU TUH YA NGESELIN BANG—"
"GOAAAARRRR" mereka berdua tiba tiba mendengar suara lolongan keras yang menakutkan. di balik bayang bayang kabut yang tebal.
"s—suara apa itu, Bintang?" cemas Bulan.
Bintang menelan ludah nya dengan berat.
"Ga—gatau, Bul!" Bintang menoleh kepada Bulan dengan raut ketakutan.
"GOAAAARRRRR, LAPARRRRR, AKU LAPARRR!!" lolongan itu semakin keras dan terdengar semakin berat dan menyeramkan. saat mereka berdua—Bintang dan Bulan, mendengar lolongan itu, mereka reflek bergandengan tangan saling menguatkan.
Di balik kabut yang tebal, perlahan lahan, mereka berdua melihat bayangan yang besar mendatangi mereka.
"..Bul"
"I—iya, Bin?"
"Hitungan ketiga, kita lari."
"O-Oke!"
Bayangan itu mulai datang ke arah mereka dengan sosok yang terpampang jelas, sesosok monster besar berwarna coklat kehitaman dengan seringaian besar menakutkan.
"TIGA! LARIIII!!!"
Bintang menarik tangan Bulan sambil berlari kencang dengan rasa panik
"AAHHH! BINTANGG, ITU MONSTER! JELAS SEKALI ITU MONSTER! BAU SEKALI BADANNYA SEPERTI TIDAK MANDI SETAHUN!"
"BODOAMAT! YANG PENTING KITA LARI DULU!"
"MANUSIA! JADILAH BUDAKKU! AKAN KU KASIH IMBALAN YANG BESAR GOAAAARRRR!!" lolong sang Monster kepada mereka.
"TIDAK MAU, KAU BAU BADAN!"
Bulan setelah mengucapkan hal itu, menutup hidung nya dengan kencang dangan tangan kirinya.
"ASTAGA BULAN, KITA HARUS KEMANA INI?"
"ADUH GATAU! KABUR AJA DULU!"
Saat mereka lari terbirit birit, tiba-tiba mereka ditarik dengan kencang oleh seseorang yang tidak mereka ketahui siapa dia. Orang misterius tersebut membawa mereka ke sebuah goa.
"AAAHH!!" teriak mereka berdua dengan reflek sambil berpelukan.
"Sssssttt! jangan berisik kita sedang menghindari Monster tadi!" orang tersebut adalah manusia berjenis kelamin pria, memakai baju zirah yang menawan di mata Bintang dan Bulan.
Pria misterius itu berjongkok di depan Bintang dan Bulan, sambil menempelkan jarinya ke bibirnya.
“Tenang… aku prajurit istana. Aku tak berniat mencelakai kalian. Kalian berdua siapa? Kenapa bisa berada di sini?” ucapnya dengan suara rendah tapi tegas.
Bintang dan Bulan masih saling berpelukan, gemetar, sebelum akhirnya Bulan memberanikan diri.
“Ka-kami… entah bagaimana bisa masuk lewat portal aneh di sekolah kami. Tiba-tiba sudah ada di tempat gersang ini.”
Prajurit itu terdiam sejenak, lalu mengangguk mantap.
“Kalau begitu, ikutlah denganku. Kalian harus bertemu dengan Yang Mulia Kaisar. Hanya beliau yang bisa menjelaskan keadaan tempat ini.”
Tanpa banyak bicara, prajurit itu menuntun keduanya melewati jalan rahasia di dalam goa hingga akhirnya sampai di sebuah gerbang besar yang dijaga banyak prajurit lain. Gerbang itu terbuka perlahan, menampilkan istana megah yang masih berdiri kokoh di tengah tanah yang gersang.
Sesampainya di aula istana, Bintang dan Bulan dibawa menghadap seorang pria tua berjubah emas, duduk di singgasana besar. Matanya tajam namun penuh wibawa.
“Aku adalah Kaisar dunia ini,” ucapnya berat.
“Dahulu, negeri kami adalah hutan yang asri dan penuh kehidupan. Namun kini, tempat ini berubah gersang… Dikutuk oleh energi negatif.”
Bulan menelan ludah.
“Energi negatif? Maksudnya dari mana asalnya?”
Sang Kaisar berdiri, menunjuk keluar jendela ke arah kabut pekat yang menutupi gurun.
“Monster yang kalian lihat tadi adalah jelmaan energi jahat. Ia tercipta dari tumpukan sampah manusia—terutama plastik yang tak bisa terurai. Bahkan, sebagian besar sampah itu… berasal dari dunia kalian.”
Bintang dan Bulan terperangah.
“Jadi… sampah plastik dari bumi masuk ke dunia ini?” tanya Bintang tak percaya.
Kaisar mengangguk. “Benar. Setiap plastik yang terbuang sembarangan, setiap pohon yang ditebang tanpa tanggung jawab, menciptakan retakan antara dunia kita. Dari situlah monster itu semakin kuat. Dan kini… ia ingin menyeberang ke dunia kalian, untuk menghisap energi hingga bumi hancur.”
Bulan bergidik ngeri. “Jadi… dunia kami terancam?”
Kaisar menatap keduanya penuh harap.
“Hanya kalian berdua yang bisa menghentikan ini. Karena portal itu memilih kalian. Jika bumi kalian bebas dari sampah plastik, energi monster itu akan melemah. Lalu… dengan senjata khusus ini, kalian bisa menghancurkannya.”
Seorang prajurit membawa dua benda berkilau. Untuk Bintang, sebilah pedang kristal berwarna biru terang. Untuk Bulan, sebuah perisai perak bercahaya.
“Pedang Cahaya dan Perisai Penjaga. Gunakan dengan bijak. Kalian akan kembali ke dunia kalian dengan bantuan prajuritku.”
Dengan cahaya terang, Bintang dan Bulan kembali ke halaman belakang sekolah mereka. Napas mereka masih terengah, seolah semua kejadian barusan nyata.
Bintang segera berdiri tegak. “Bul, kita harus mulai dari sekolah. Kalau kita biarkan teman-teman terus pakai plastik sekali pakai, monster itu akan benar-benar datang.”
Keesokan harinya, di depan seluruh murid dan guru, Bintang dan Bulan berbicara sebagai ketua Adiwiyata.
“Mulai hari ini, semua murid wajib membawa botol minum sendiri dan bekal dari rumah. Tidak boleh lagi pakai botol plastik sekali buang atau kantong plastik. Kita semua harus melindungi bumi, sebelum terlambat.”
Para guru mendukung penuh, dan aturan baru itu pun dijalankan.
Beberapa hari kemudian, saat sampah plastik di sekolah mulai berkurang drastis, Bintang dan Bulan merasakan getaran aneh. Dari arah langit, kabut hitam muncul, dan sang monster perlahan mendekat ke area sekolah.
“Bin… itu dia!” seru Bulan panik.
Monster itu meraung, tapi tubuhnya tampak terbakar oleh energi bersih.
“GOAAARRRR… KENAPA… TENAGAKU… BERKURANG?”
Bintang menggenggam pedang kristalnya, Bulan mengangkat perisainya.
“Sekarang, Bul! Saat dia lemah!”
Dengan kekuatan yang diberi sang Kaisar, keduanya melancarkan serangan terakhir. Pedang Cahaya memotong udara, sementara Perisai Penjaga memantulkan energi bersih ke arah monster. Tubuh sang monster bergetar hebat, lalu hancur berkeping-keping menjadi debu yang tersedot ke dalam senjata mereka.
Keheningan menyelimuti sekolah. Semua murid terpana.
Bulan menatap pedangnya yang berkilau redup. “Bin… kita berhasil, kan?”
Bintang tersenyum lega. “Iya, Bul. Monster itu sudah hilang. Karena kita semua belajar menjaga bumi.”
Tiba-tiba, suara sang Kaisar bergema dalam hati mereka.
“Terima kasih, Bintang dan Bulan. Ingatlah… dunia hanya bisa diselamatkan jika manusia berhenti merusaknya. Teruslah melindungi alam. Itulah kunci menjaga keseimbangan dunia.”
Keduanya saling tersenyum, lalu berpegangan tangan.
Sejak hari itu, sekolah mereka menjadi contoh bagi sekolah lain. Sampah plastik berkurang, murid-murid terbiasa membawa botol dan bekal sendiri, dan kesadaran menjaga lingkungan semakin tumbuh.
Bintang menatap langit biru.
“Kalau kita bisa melawan monster dari sampah plastik… berarti kita juga bisa melawan kebiasaan buruk manusia. Dari hal kecil, bisa menyelamatkan dunia.”
Bulan menimpali dengan tawa kecil.
“Betul! Asal jangan ada portal aneh lagi, ya, Bin. Aku masih trauma!”
Mereka pun tertawa bersama.