IDN Times Xplore/Tim MALADITA_SMAN 31 Jakarta
Beberapa tahun terakhir, bumi kita berada di titik krisis. Perubahan iklim, polusi, dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan memberi sinyal bahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Tapi yang paling gawat adalah makin membludaknya limbah dan sampah yang diolah secara salah.
Menurut data SIPSN, terdapat 34,630,115.78 ton sampah yang menumpuk pada tahun 2024. Dari jumlah itu, sampah yang tidak terkelola sebesar 55.15% atau sekitar 19,098,043.93 ton. Sampah-sampah ini dapat dipilah sesuai dengan jenisnya, baik sampah organik, anorganik, maupun B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Dengan banyaknya sampah yang tidak terkelola itu, tidak heran jika data Jikalahari (2024) menunjukkan, Indonesia menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar ke-8 di dunia. Hal ini disebabkan oleh sampah yang menumpuk, baik organik maupun anorganik. Menurut Fatchur Rozci (2024), fenomena gas rumah kaca itu menyebabkan perubahan iklim, sehingga terjadi kenaikan suhu pada bumi.
Nah, perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca ini dapat terjadi karena pengolahan limbah yang salah. Survei Katadata (Agustus-September 2020), mendapati 140 responden yang menyatakan bahwa 64,3% masyarakat membuang minyak jelantah sembarangan. Banyak masyarakat Indonesia yang membuang minyak jelantah ke selokan yang berakhir di sungai. Padahal, penumpukan minyak jelantah dapat membahayakan apabila tidak dikelola dengan baik. Minyak jelantah dapat menghasilkan gas metana (CH4) karena bakteri memecah senyawa organik dalam minyak jelantah pada proses penguraian anaerobik.
Selain sampah anorganik, sampah organik juga berkontribusi dalam meningkatkan emisi gas rumah kaca. Sampah organik yang menumpuk akan mengalami proses penguraian anaerobik sehingga menghasilkan gas metana (CH4). Gas metana adalah senyawa kimia yang merupakan hidrokarbon paling sederhana. Gas ini memiliki kemampuan memerangkap panas lebih besar daripada karbon dioksida (CO2).
Kebiasaan membuang limbah minyak jelantah sembarangan dan tidak adanya upaya pengolahan sampah yang baik dapat memicu kehancuran bumi. Sebagai generasi muda, kita tentu tidak boleh tinggal diam. Harus ada solusi dari permasalahan sampah dan limbah yang menumpuk ini. Selama ini memang sudah banyak sekali program yang dilakukan, mulai dari pemilahan sampah, pembuatan kompos, hingga  pengumpulan minyak jelantah. Namun perkembangannya tidak secepat pertambahan sampah dan limbah.
Generasi muda dapat mulai bergerak dengan mengajukan dan melaksanakan program bank sampah yang menyalurkan sampah anorganik dari masyarakat menuju pabrik daur ulang. Sampah anorganik tersebut dapat dijual ke pabrik-pabrik yang membutuhkan atau diolah kembali menjadi barang baru sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi.   
Sementara itu, sampah organik dapat dibuat menjadi kompos dengan proses yang disebut komposting. Komposting adalah proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme menjadi kompos. Komposting digunakan untuk mempercepat proses degradasi bahan organik dengan bantuan mikroba (Imelda, 2020). Komponen utama dalam pembuatan kompos adalah sampah organik yang ditambahkan EM4. Kompos akan terlihat dalam 2-6 bulan. Hasil kompos yang sudah jadi dapat dijual sehingga memajukan ekonomi sirkular sekaligus menjaga lingkungan.
Fenomena gas rumah kaca tidak hanya disebabkan oleh sampah organik yang menumpuk, tetapi bisa juga karena pengolahan minyak jelantah yang salah. Banyaknya masyarakat yang membuang minyak jelantah ke selokan membuktikan bahwa minimnya pengetahuan masyarakat akan dampak negatif dari pembuangan minyak jelantah ke selokan.