Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA
IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA

Halo Sobat Bumi! Kami dari Tim DIKOMA SMAN 53 Jakarta dengan bersemangat mempersembahkan karya mading yang membawakan isu tentang limbah-limbah sampah di lingkungan sekolah. Kami memberikan solusi berupa game edukatif dan seru yang bisa membantu mengurangi limbah-limbah tersebut.

TIm kami terdiri dari:

  • Guru Pendamping: Elvianti Putri Chaniago S. Pd

  • Ketua Kelompok: Amabel Putri Luvena Saragih

  • Anggota Kelompok: Chleo Tridanski Sianturi, Devia Tri Nur Halizah, Dwie Hugo Wicaksono, Emanuel Gracio Agnov Tampubolon, dan Kharizka Maisya Putri Makarim.

Karya ini dibuat untuk keperluan kompetisi Mading Digital IDN Times Xplore 2025. Mading ini ditampilkan apa adanya tanpa ada proses penyutingan dari redaksi IDN Times.

Esai : Latar Belakang

IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA

Banyak sekali isu di lingkungan sekolah yang sering terjadi tanpa kita sadari. Tempat sampah yang meluber merupakan salah satu contoh isu tersebut dan hal ini dianggap “biasa” oleh warga sekolah. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2022 menunjukkan bahwa sekolah merupakan salah satu penghasil limbah plastik rumah tangga terbesar di sektor pendidikan. Ironisnya, para pelajar justru menjadi saksi sekaligus pelaku pasif dari kerusakan ini.

Secara tidak langsung, memilih untuk diam ketika teman menggunakan keran air dengan boros atau tidak mematikan AC ketika ruangan sudah tidak dipakai adalah contoh lain yang dapat mengidentifikasikan seorang sebagai pelaku pasif. Aktivitas tersebut membentuk habit yang buruk di dalam diri mereka sendiri. Perlakuan tersebut perlahan mempengaruhi tindakan mereka, yang berawal dari melihat dan menjadi pelaku pasif beranjak menjadi pelaku aktif yang secara langsung mencemari lingkungan sekolah.

Untuk menangani dan mencegah habit tersebut, pada tahun 2006, Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) bersama dengan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mendirikan program bernama “Program Adiwiyata”. Program Adiwiyata adalah program yang bertujuan untuk menciptakan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan hidup sehat di Indonesia. Tujuan dari program ini adalah untuk menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah dan menjadi tempat pembelajaran serta penyadaran bagi warga sekolah, sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya penyelamatan lingkungan.

Kami menjumpai banyak program dari pemerintah sendiri yang berhubungan dengan metode membersihkan lingkungan, namun kami menyadari bahwa kebanyakan programnya itu old-school. Menurut kami generasi muda harus menciptakan cara baru yang inovatif, sehingga sesuai dengan tren saat ini. Selain itu, beberapa program dari pemerintah saja tidak cukup baik untuk dijalankan. Akan tetapi, kita tidak dapat hanya melihat dari sisi pemerintah saja, justru kita harus menyadarkan kondisi ini dan start taking action as well. Coba refleksi mulai dari hal kecil, tindakan apa sih yang bisa kita lakukan? Apakah tindakan itu dapat membawa dampak positif bagi lingkungan kita?

Banyak program pemerintah dan daerah yang hanya berfokus pada keterlibatan sekolah dan praktik pengelolaan sampah. Meski sebagian memiliki ambisi nasional (misalnya target 30% pengurangan dan 70% pengelolaan limbah sampah sekolah hingga 2025), data empiris tentang pencapaian efisiensi lingkungan, seperti pengurangan tonase sampah, belum tersedia secara terbuka. Selain Program Adiwiyata, ada juga program Sekolah LISAN (Lingkungan Sampah Nihil), Aksi Peduli Sampah Nasional, PEBSSI, dan program lainnya yang juga dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menjaga lingkungan dan mengontrol sisa limbah sekolahan. 

Di sIsi lain, pelajar Indonesia adalah generasi yang paling aktif di dunia digital. Menurut riset We Are Social (2024), remaja Indonesia menghabiskan lebih dari 8 jam sehari menggunakan internet. Sebagian besar remaja bermain game dan bersosial media. Maka, berdasarkan riset tersebut muncul sebuah pertanyaan: “Kenapa tidak memanfaatkan teknologi digital yang sering digunakan untuk menyelamatkan lingkungan sekolah?”

Esai : Kesimpulan

IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA

Berdasarkan tema “Muda Beraksi! Selamatkan Bumi lewat Edukasi dan Teknologi”, kami ingin mengajak para pelajar untuk mulai menggunakan teknologi dan gawai, agar pelajar dapat berkontribusi mengurangi limbah di lingkungan sekolah masing-masing. Isu limbah di lingkungan sekolahan bukanlah isu baru, secara tidak langsung membuktikan bahwa solusi yang pernah dilakukan sebelumnya, belum berdampak seperti yang diharapkan. Dengan itu, dibutuhkan solusi yang lebih modern dan dapat melibatkan pelaku utama isu limbah di sekolahan yaitu para pelajar itu sendiri.

“Eco-Quest: Reboot the Earth” adalah judul yang kami tentukan untuk esai ini. Dengan judul tersebut, kami menawarkan sebuah solusi baru untuk mengurangi limbah sampah sekolahan, solusi yang gak cuman seru tapi juga bisa memberikan manfaat luas bagi lingkungan dan bagi pelajar itu sendiri. Pasti kalian bertanya, “Apa sih yang dimaksud dengan Eco-Quest?”. Eco-Quest adalah ide program yang  terinspirasi dari sistem gacha dan daily quest game mobile yang sudah banyak diketahui.

Eco-Quest mempunyai konsep sebagai sebuah game edukatif yang mengajak pelajar melakukan daily quests atau misi harian untuk mengumpulkan poin. Poin tersebut memiliki kegunaan sebagai uang in-game. Daily quests ini bisa didapatkan dari sebuah vending machine yang disebarkan di sekitar lingkungan sekolah. Untuk mendapatkan daily quest tersebut, pelajar dapat meng-scan barcode menggunakan aplikasi yang telah di-download. Kemudian sign in ke aplikasi untuk menjalankan misi harian yang didapatkan.

Misi-misi harian yang dilakukan bervariasi sesuai tingkat kesulitan misi tersebut yaitu Easy, Medium, dan Hard. Pada level Easy, pelajar dapat mengumpulkan plastik seperti botol plastik atau kemasan sachet berdasarkan kuantitasnya. Misalnya kita mengumpulkan 5 botol plastik atau 10 kemasan sachet, di level ini pelajar akan mendapatkan poin sebanyak 10 poin. Level Medium hampir sama dengan level Easy. Tetapi bedanya, kuantitas sampah yang diperlukan lebih banyak. Seperti 15 botol plastik atau 20 sampah kemasan plastik, pelajar akan mendapatkan 20 poin jika menyelesaikan misi. Terakhir, ada level Hard, pelajar perlu mengumpulkan sampah yang langka di lingkungan sekolah, yaitu seperti styrofoam dan kaleng dalam kuantitas yang banyak. Jika menyelesaikan misi ini maka pelajar akan mendapatkan 30 poin. Setiap menyelesaikan daily quest sesuai dengan level kesulitannya, pelajar mendapatkan poin yang bisa digunakan untuk meng-gacha diskon yang dapat ditukar di koperasi. Terlebih lagi, jika konsisten dalam melakukan misi akan mendapatkan bonus reward. Misalnya setiap pelajar menyelesaikan 10 daily quest, maka dipastikan ketika meng-gacha akan mendapat diskon lebih dari 50%.

Saat mengerjakan misi, pelajar diwajibkan untuk mengambil foto sebagai bukti telah melakukan misi. Setelah misinya selesai, pelajar akan menunjukkan bukti foto atau membuang sampah yang telah dikumpulkan ke dalam vending machine untuk mendapatkan reward poin in-game yang kemudian akan digunakan untuk meng-gacha hadiah, berupa voucher diskon yang dapat ditukarkan dengan barang-barang yang ada di koperasi sekolah. Voucher diskon yang didapat beragam sesuai dengan tingkat kesulitan misi yang dilakukan.

Melalui program Eco-Quest, pelajar dapat membersihkan lingkungan dengan cara yang unik dan seru. Harapan kami program “Satu Misi Seribu Aksi” dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi dan membuka mata pelajar tentang pentingnya menjaga kebersihan. Sebagai generasi penerus, kita harus menyadari betapa pentingnya dampak dari permasalahan ini. Maka dari itu, mari kita berusaha bersama-sama demi lingkungan dan bumi yang lebih baik.

Infografik

IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA

Infografik Eco Quest menggunakan komposisi bertema lingkungan dengan warna cerah seperti biru, hijau, dan cokelat yang melambangkan alam, air, dan tanah agar menarik perhatian pelajar. Ini menekankan pentingnya mengurangi sampah dan konsumsi energi berlebihan melalui aksi nyata sederhana, seperti menghemat air, listrik, serta mengurangi plastik. Sehingga, Eco Quest menjadi cara kreatif dan menyenangkan untuk menumbuhkan budaya peduli lingkungan di sekolah sehingga tercipta kebiasaan berkelanjutan dalam menjaga bumi.

Infografik

IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA

Eco-Quest disusun dengan sistem level yang berisi langkah-langkah terarah, sehingga setiap peserta dapat mengikuti prosesnya secara bertahap. Konsep ini dihadirkan sebagai metode inovatif untuk menanamkan budaya peduli lingkungan di sekolah. Diharapkan, kegiatan ini dapat membentuk kebiasaan berkelanjutan yang mendukung upaya menjaga kelestarian bumi.

Rubrik Diskusi: Infografik Pertamina

IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA

Pertamina mendorong Energizing Green Future melalui inovasi energi bersih seperti bioenergi, panas bumi, PLTS, dan hidrogen. Langkah ini tidak hanya menekan emisi karbon, tetapi juga menciptakan lapangan kerja hijau dan menjamin energi berkelanjutan bagi generasi mendatang. Bersama energi bersih, kita wujudkan Indonesia bebas emisi dan masa depan yang lebih hijau.

Foto Bercerita

IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA

Tahap perencanaan menjadi langkah penting dalam proses pengerjaan mading kami. Dengan penuh semangat, tim mulai menyusun konsep, mengerjakan cover, serta menulis esai sebagai bagian utama karya. Setiap anggota memiliki peran masing-masing, saling melengkapi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil terbaik. Proses ini tidak hanya melatih kreativitas, tetapi juga memperkuat kebersamaan dalam tim.

Foto Bercerita

IDN Times Xplore/Satu Misi, Seribu Aksi Untuk Bumi_SMAN 53 JAKARTA

Proses pengerjaan mading tidak selalu berjalan mulus. Saat menyusun esai, kami sempat menghadapi kendala karena hasil kerja yang sudah dicicil hilang dan harus diulang dari awal. Meski begitu, kami tidak menyerah, kami kembali menyelesaikan esai dengan penuh kerja sama, lalu melanjutkan ke tahap pembuatan infografik hingga tuntas dan kami berhasil sumbit karya tepat waktu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team