potret Tiga Serangkai (instagram.com/arsip_indonesia)
Mengutip laman Ensiklopedia Kemdikbud, Tiga Serangkai adalah tiga orang tokoh gerakan nasional, yaitu Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo. Dekker lahir di Pasuruan pada 8 Oktober 1879.
Dia adalah cucu dari Eduard Douwes Dekker, penulis terkenal yang menyebut dirinya Multatuli. Sejak muda ia menyerukan penyematan identitas Indiër (orang Hindia) terutama kepada warga Indo-Eropa di Hindia Belanda. Menurutnya, masyarakat Hindia akan terbentuk dengan adanya asosiasi kelompok orang Indo-Eropa dengan orang Indonesia, bukan sebaliknya.
Soewardi lahir pada 2 Mei 1889 dari keluarga aristokrasi di Yogyakarta, Pakualaman. Dia tergolong sebagai priyayi Jawa konservatif, namun memiliki visi dan perjuangan untuk membebaskan bangsanya dari kolonialisme dan subordinasi bangsa lain.
Semula dia menyerukan politik sebagai alat pembaruan sosial. Namun sekembalinya dia dari pengasingannya di Belanda dia menggeser orientasinya pada perjuangan di bidang kebudayaan.
Di masa pengasingannya di Belanda, Soewardi mendapatkan ijazah guru. Dalam suatu Kongres Pendidikan Kolonial di Belanda, dia mengusulkan pendidikan nasional untuk orang Indonesia. Pada 3 Juli 1922 dia mendirikan sekolah Taman Siswa.
Tjipto Mangoenkoesoemo lahir di Jepara tahun 1896, putera seorang guru Bahasa Melayu di sekolah dasar pribumi, Holllands Inlandshe School (HIS). Dia adalah lulusan yang menonjol dari sekolah pendidikan guru pribumi (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, STOVIA).
Pengabdian kepada bangsanya sudah tampak pada kesediaannya dalam menanggulangi wabah pes di Malang tahun 1910-1911. Meskipun tergolong sebagai priyayi Jawa, Tjipto sangat menentang feodalisme. Konsukensi dari sikapnya tersebut, Tjipto tidak mendapatkan di tempat di kalangan priyayi mapan sekaligus pelindung mereka, penguasa kolonial Belanda.