Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak dan ayah (unsplash.com/Tamara Govedarovic)
ilustrasi anak dan ayah (unsplash.com/Tamara Govedarovic)

Intinya sih...

  • Menjelaskan pentingnya memiliki batas pribadi dan keberanian untuk mengucapkan kata "tidak" kepada anak.

  • Membantu anak menamai perasaannya, memahami kebutuhan diri, dan membangun komunikasi asertif serta penyelesaian konflik.

  • Mendorong orangtua untuk mengubah fokus apresiasi dari pujian eksternal menjadi proses dan usaha yang dilakukan oleh anak.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Keinginan anak untuk disukai merupakan sesuatu yang wajar, namun jika selalu mengutamakan orang lain sampai mengorbankan diri sendiri, maka pola inilah yang dapat berkembang menjadi perilaku people pleasure yang tidak sehat. Tugas orangtua adalah menuntun anak agar mampu berempati tanpa kehilangan batas pribadi.

Dengan bimbingan yang tepat sejak dini, maka anak akan belajar berkata tidak dengan spontan dan berusaha menimbang pilihan secara mandiri hingga menumbuhkan harga diri yang tidak hanya bergantung pada pujian. Berikut ini merupakan beberapa tips dalam mendidik anak agar tidak sampai menjadi people pleaser di masa depan.

1. Ajarkan batas pribadi dan keberanian untuk mengucap kata tidak

ilustrasi anak menangis (unsplash.com/Ozkan Guner)

Mulailah dengan menjelaskan bahwa setiap orang memiliki ranah pribadi yang perlu dihormati, sehingga anak akan paham bahwa berkata tidak bukanlah sesuatu yang tidak sopan. Melatih dengan skenario sederhana dapat membantu anak untuk mengekspresikan ketidaknyamanannya atau rasa keberatan dengan cara yang sopan.

Buatlah latihan harian yang konkret agar anak dapat memiliki skrip praktis ketika tertekan oleh ajakan teman atau orang-orang yang ada di sekitarnya . Pada saat anak berhasil memasang batasan, maka berikanlah penguatan positif atas keberaniannya, sehingga mereka pun tetap merasa bangga bukan merasa bersalah.

2. Validasi emosi dan kebutuhan diri, bukan hanya menyenangkan orang

ilustrasi anak menangis (unsplash.com/Zachary Kadolph)

Pada saat anak bimbang antara menyenangkan orang lain atau memenuhi kebutuhannya, maka bantulah ia untuk menamai setiap perasaan dan menimbang dampak terhadap dirinya. Cara ini dapat membuat anak belajar bahwa kebutuhannya sendiri merupakan hal yang penting.

Bangunlah kebiasaan yang tepat agar anak dapat mendengarkan sinyal dirinya sendiri sebelum menjawab permintaan orang lain. Dengan begitu, maka pusat pengambilan keputusannya beralih dari pencarian persetujuan, menuju keseimbangan antara empati dan perhatian pada diri sendiri.

3. Bentuk komunikasi asertif dan penyelesaian konflik

ilustrasi orangtua dan anak (unsplash.com/Irish83)

Perkenalkan pada anak terkait perbedaan antara pasif, agresif, dan asertif, lalu tunjukkan bahwa asertif berarti jujur, sekaligus menghormati orang lain. Setidaknya dengan cara ini, maka anak pun akan memahami Bagaimana cara menyampaikan isi hati tanpa terkesan merendahkan siapa pun.

Simulasikan percakapan yang sulit melalui permainan peran, sehingga anak pun akan memiliki pengalaman untuk terus berlatih. Berikanlah umpan balik setelah simulasi tersebut, baik itu dengan menyoroti sikap mata, nada suara, hingga pilihan kata, sebab detail kecil dapat meningkatkan kepercayaan diri dan efektivitas dalam komunikasi.

4. Hargai setiap proses dan usaha, bukan ketergantungan pada pujian dari luar

ilustrasi pendidikan anak (pexels.com/Gustavo Fring)

Anak yang terlalu bergantung pada pujian biasanya akan mengejar persetujuan, maka ubahlah fokus apresiasi dari yang mulanya disukai orang, menjadi berusaha tumbuh dan belajar. Setidaknya orangtua dapat menggunakan pujian secara deskriptif agar anak dapat mengaitkan nilai diri dengan proses dan juga ketekunan yang ada.

Lakukan momen refleksi diri singkat seusai melakukan aktivitas, sehingga anak pun dapat mengetahui apa yang paling membanggakan dari usahanyam kebiasaan ini dapat menumbuhkan inner compass yang kuat, sehingga membuat anak pun merasa lebih tahan terhadap berbagai tekanan sosial.

Mencegah anak menjadi people pleaser bukan berarti meniadakan empati, melainkan menyeimbangkan kepedulian pada orang lain dengan penghargaan pada diri sendiri. Bangunlah kebiasaan ini dengan latihan secara konsisten agar anak tetap memiliki ruang aman untuk terus belajar. Ajarkan anak untuk tidak ragu menolak apabila memang merasa keberatan!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team