Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Anak Remaja Gak Betah Ngobrol Lama dengan Orangtua

ilustrasi orangtua dan anak remaja (freepik.com/gpointstudio)

Mengasuh anak remaja memang susah-susah gampang. Pasalnya, fase ini adalah yang paling menantang. Anak remaja biasanya sulit diatur. Mereka merasa sudah bukan anak kecil lagi. Anak yang dulunya dekat dengan kita, begitu menginjak remaja mulai terasa menjauh.

Dekat di mata, tiap hari ketemu, tapi rasanya jauh di hati. Didekati, baru tanya sebentar, eh sudah kabur saja, alasannya macam-macam. Ada tugas-lah, mau ketemu teman dan segudang alasan lainnya. Boro-boro ngobrol lama, duduk bersama lima menit saja susah. Apa sih alasan anak remaja gak betah ngobrol lama dengan orangtua? Simak di bawah ini, ya.

1. Merasa dirinya selalu paling benar

ilustrasi remaja berdebat dengan ibunya (freepik.com/gpointstudio)

Tak sedikit orang tua yang selalu mengatakan “Ibu ini lebih berpengalaman daripada kamu” atau " Kamu ini baru umur 15 tahun sudah sok ngatur orang tua,” dan berbagai kalimat lainnya yang bikin anak malas dengar.

Jika anak sedang bercerita, hendaknya oangtua harus bisa menahan diri untuk tidak langsung mengucapkan kalimat yang kesannya menggurui. Dengarkan saja, coba pahami mereka. Jangan juga langsung menyalahkan atau saling berdebat dengan ego tinggi. 

2. Gak nyambung

ilustrasi percakapan ibu dan remaja putri (freepik.com/bearfotos)

Tak bisa dimungkiri, perbedaan antar generasi seringkali menimbulkan konflik dan kesalah pahaman antara orangtua dan anak remajanya. Ada sebagian anak yang merasa jika berkomunikasi dengan orangtua gak nyambung.

Pola pikir orangtua dan anak yang berbeda, akhirnya membuat tiap kali pembicaraan, ending-nya selalu jadi berantem. Orangtua jadi marah-marah dan si anak jadi malas lagi untuk ngobrol dengan ayah ibunya. Solusi yang bijak, baik anak maupun orangtua harus bisa memahami perspektif satu sama lain dan menerima pendapat masing-masing dengan lapang dada dan open minded.

3. Tidak ada kedekatan emosional dengan orangtua

ilustrasi kedekatan ibu dan remaja putri (freepik.com/pressfoto)

Bagaimana anak bisa ngobrol lama jika tidak ada kedekatan emosional dengan orangtua? Meski tiap hari ketemu, tapi hati terasa jauh. Agar hubungan orangtua dan anak harmonis, cobalah untuk melakukan quality time. Makan bersama, menonton anak bermain olahraga atau musik bisa membuat anak remaja makin dekat dengan orangtuanya.

Waktu senggang di akhir pekan juga bisa dimanfaatkan untuk pergi liburan. Bahkan ayah atau ibu bisa kencan bersama anak remaja, lho. Menghabiskan momen berdua saja, bisa menjadi kesempatan untuk berbagi pikiran dan perasaan.

4. Orangtua kalau ngomong kepanjangan

ilustrasi ibu dan remaja putri (freepik.com/pressfoto)

Siapa pun gak ada yang tahan mendengarkan ocehan yang panjang lebar, termasuk anak remaja. Bayangkan, ketika seorang ibu yang terus menerus berbicara, sedangkan si anak hanya  mendengarnya seperti bla-bla-bla. Bikin bete, bukan?

Berbicara panjang lebar membuat anak tidak menangkap jelas pesan yang ingin disampaikan ibu atau ayahnya. Alih-alih dipahami, yang ada malah masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Lebih baik sampaikan inti pembicaraan secara singkat dan padat dalam bahasa sederhana yang mudah dimengerti. Gak perlu njelimet dan muter-muter.

5. Selalu mengulang perkataan yang sama

ilustrasi anak tidak mau mendengarkan ibunya (freepik.com/gpointstudio)

Mungkin maksud orangtua itu baik, tapi mendengarkan hal yang sama berulang kali pasti bikin bosan. Meski tidak panjang, tapi karena terlalu sering diulang, orangtua justru dinilai cerewet oleh anak.

Alhasil, anak pun selalu buru-buru ngacir jika orangtua mulai berceloteh. Jika ingin memberi penjelasan atau nasihat, cukup sekali saja dan singkat. Atau bisa diselipi dengan cerita, jadi anak tidak merasa itu adalah kalimat yang sama.

Orangtua dan anak memang dilahirkan pada periode waktu yang berbeda. Namun, interaksi antara orangtua dan anak bisa terjalin dengan baik jika masing-masing mau mengesampingkan ego serta saling memahami dan menerima apa yang terjadi dalam ‘dunianya' masing-masing. Niscaya, anak remaja pun otomatis bisa berlama-lama ngobrol bareng dengan kedua orangtuanya, layaknya sahabat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Diana Hasna
EditorDiana Hasna
Follow Us