5 Cara agar Tidak Menjadi Orangtua yang Otoriter, Wajib Tahu!

Kamu mungkin pernah mendengar gaya pengasuhan otoriter. Mengutip Verywell Mind, seorang spesialis rehabilitasi psikososial, Kendra Cherry, MSEd, menuliskan bahwa pola asuh otoriter adalah jenis pola asuh yang ditandai dengan adanya tuntutan tinggi dan respons yang rendah dari orangtua kepada anak.
Kebanyakan orangtua tentu ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan tangguh. Namun, karena rasa khawatir yang berlebihan, tanpa disadari orangtua menjadi terlalu protektif terhadap anak. Akibatnya, mereka sering melarang anak melakukan berbagai hal dan menuntutnya untuk cepat menguasai sesuatu.
Cherry menerangkan bahwa gaya pengasuhan ini cenderung menjadikan konsekuensi berat sebagai hukuman. Sebaliknya, orangtua tidak dapat memberikan umpan balik positif kepada anak dan sering kali tidak mampu menjelaskan alasan di balik peraturan yang telah mereka buat. Walaupun demikian, masih ada cara yang dapat dilakukan agar tidak menjadi orangtua yang otoriter. Yuk, simak beberapa tipsnya berikut ini!
1.Mencari tahu lebih dalam mengenai pola asuh otoriter

Menurut Cherry, mempelajari lebih dalam tentang gaya pengasuhan otoriter, termasuk ciri-ciri, kelebihan, kekurangan, dan dampaknya, dapat membantu orangtua menilai apakah pola asuh ini sesuai untuk anak mereka atau tidak. Walaupun sebagian besar psikolog tidak merekomendasikan gaya pengasuhan ini. Namun, ada beberapa pengecualian yang membuat pola asuh ini bisa diterapkan, terutama jika hal itu berkaitan langsung dengan keselamatan atau urgensi.
“Meskipun saya tidak merekomendasikan pola asuh otoriter sebagai pendekatan yang dominan dalam mendidik anak, tapi ada situasi tertentu di mana pola asuh ini dapat diterapkan, terutama dalam kondisi yang berkaitan dengan keselamatan dan keadaan darurat,” ujar Ross Goodwin, MD, psikiater anak dan remaja di Kaiser Permanente di Virginia, dilansir Parents. “Dalam kasus ini, seorang anak wajib mematuhi instruksi orangtuanya dengan segera,” imbuhnya.
2.Berusaha menjadi pendengar yang baik untuk anak

Selain mempelajari lebih jauh tentang pola asuh otoriter, berusaha menjadi pendengar yang baik bagi anak juga gak kalah penting. Michael Vallejo, LCSW, selaku pekerja sosial klinis di Colorado dan Oregon, dikutip Mental Health Center Kids, mengatakan bahwa menjadi pendengar yang baik bukan berarti harus menyetujui atau memaklumi semua perilaku anak, melainkan menerima bahwa anak kamu mungkin memiliki perspektif berbeda tentang kehidupan atau keputusan.
Mendengarkan apa yang anak katakan tanpa memberikan respons yang terburu-buru serta memvalidasi emosi mereka dapat membantu anak belajar mengenali emosi mereka sendiri. Di sisi lain, anak juga bisa membangun kesadaran diri serta pengendalian diri.
“Setiap orangtua wajib menunjukkan kasih sayang, menghibur anak saat mereka tertekan, serta memvalidasi pikiran dan perasaan anak,” terang Aude Henin, PhD, salah satu direktur Child Kognitive-Behavioral Theraphy (CBT) di rumah sakit umum Massachusetts, dikutip Parents. “Selain itu, orangtua juga sebaiknya menghindari hukuman keras, seperti meneriaki anak, mencaci-maki, mempermalukan anak di depan umum, dan melakukan kekerasan fisik,” katanya menambahkan.
3.Tetapkan aturan yang jelas dan realistis

Perlu diketahui bahwa tidak semua anak dapat dengan mudah mematuhi perintah orangtuanya. Namun, masih ada cara untuk mengatasi hal ini sekaligus agar kamu tidak menjadi orangtua yang otoriter. Salah satunya adalah menetapkan aturan jelas dan realistis.
Vallejo menuliskan bahwa salah satu faktor anak enggan menuruti perintah orangtua karena aturan tersebut sangat sulit dicapai. Selain itu, membuat aturan tanpa memberitahu alasan di balik aturan tersebut juga bisa membuat anak enggan menuruti perintah orangtua.
“Buatlah aturan yang jelas dan realistis. Pastikan bahwa setiap anggota keluarga memahami aturan ini. Dengan begitu, kamu akan lebih mudah menerapkannya dan menindaklanjutinya dengan konsekuensi yang konsisten,” kata Cherry.
4.Gunakan konsekuensi logis

Masih berkaitan dengan poin sebelumnya. Ketika kamu berhasil menetapkan aturan yang jelas dan realistis, maka penting untuk memberlakukan konsekuensi yang logis. Sebab, peraturan tanpa konsekuensi tidak akan berjalan sempurna.
Akan tetapi, jika konsekuensi yang diberikan tidak tepat, hal itu juga akan menjadi tidak efektif. Bahkan, bisa menyebabkan tekanan bagi anak yang mengalaminya. Maka dari itu, Cherry menyarankan untuk memberikan konsekuensi yang masuk akal dan konsisten. Hindari menghukum anak secara fisik dan mempermalukannya karena melakukan kesalahan.
5.Berkonsultasi dengan terapis keluarga

Jika kamu dan pasangan kerap kesulitan dalam mendidik anak atau masih berstatus sebagai orangtua baru, berkonsultasi dengan terapis keluarga bisa menjadi pilihan tepat. Terapis profesional akan memahami seluk-beluk permasalahanmu dan memberikan solusi terbaik atas masalah tersebut.
Mereka juga dapat membimbingmu untuk mempelajari dan mempraktikkan strategi pengasuhan yang tepat sampai kamu bisa menerapkannya di rumahmu sendiri. Cara ini juga dapat membantu mengurangi tingkat stres pada orangtua.
Seperti diketahui bahwa mengasuh anak bukanlah tugas mudah. Namun, tidak berarti kamu tidak bisa menjadi orangtua yang penuh kasih dan pengertian. Dengan memahami beberapa cara di atas, semoga kamu bisa menemukan pola asuh yang tepat untuk anakmu tanpa bersikap keras, ya.