Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orangtua menasehati anak
ilustrasi orangtua menasehati anak (pexels.com/August de Richelieu)

Intinya sih...

  • Anak cenderung kurang percaya diri karena tidak diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri.

  • Hubungan anak dengan orangtua menjadi kaku karena terlalu menekankan aturan dan lupa membangun kedekatan emosional.

  • Anak rentan mengalami stres dan cemas karena tekanan dari orangtua yang otoriter membuat mereka khawatir jika melakukan kesalahan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap orangtua tentu ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab. Namun, dalam praktiknya, ada berbagai gaya pola asuh yang digunakan, salah satunya adalah pola asuh otoriter. Pola asuh ini dikenal tegas, penuh aturan, dan sering kali kurang memberi ruang bagi anak untuk berpendapat.

Meski sekilas tampak baik karena membuat anak disiplin, pola asuh otoriter justru bisa membawa dampak negatif terhadap perkembangan anak. Dampak ini tidak hanya terlihat dari sikap sehari-hari, tapi juga berpengaruh pada psikologis dan cara anak berinteraksi dengan lingkungannya. Yuk, simak lima dampak pola asuh otoriter yang penting untuk dipahami.

1. Anak cenderung kurang percaya diri

ilustrasi anak kecil (pexels.com/Victoria Akvarel)

Pola asuh otoriter membuat anak tumbuh dalam lingkungan yang penuh aturan ketat. Mereka sering kali tidak diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri. Akibatnya, anak menjadi ragu-ragu saat menghadapi situasi yang membutuhkan kemandirian.

Rasa takut salah dan khawatir dimarahi membuat anak kurang percaya pada kemampuannya sendiri. Alih-alih berani mencoba hal baru, mereka lebih memilih diam atau bergantung pada orang lain. Hal ini bisa menghambat perkembangan potensi anak di masa depan.

2. Hubungan anak dengan orangtua menjadi kaku

ilustrasi orangtua menasehati anak (pexels.com/Kampus Production)

Orangtua yang terlalu menekankan aturan sering kali lupa untuk membangun kedekatan emosional dengan anak. Akibatnya, anak merasa segan atau bahkan takut untuk terbuka tentang perasaan mereka. Hubungan yang seharusnya hangat menjadi terasa dingin dan formal.

Dalam jangka panjang, anak bisa kehilangan rasa nyaman untuk berbagi cerita dengan orangtua. Mereka lebih memilih mencari tempat lain untuk meluapkan perasaan yang bisa saja tidak selalu positif. Kondisi ini tentu bisa membuat jarak emosional semakin lebar.

3. Anak rentan mengalami stres dan cemas

ilustrasi anak laki-laki sedang bersedih (pexels.com/Trinity Kubassek)

Tekanan dari orangtua yang otoriter bisa membuat anak merasa terbebani. Setiap hari mereka khawatir jika melakukan kesalahan, meski hal itu sebenarnya wajar dalam proses belajar. Lingkungan yang penuh tekanan membuat anak tumbuh dengan tingkat kecemasan yang tinggi.

Jika dibiarkan, stres berkepanjangan ini bisa berdampak pada kesehatan mental anak. Mereka bisa kehilangan semangat, sulit tidur, atau bahkan menolak untuk mencoba sesuatu yang baru. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi kualitas hidup anak sejak dini.

4. Kreativitas anak bisa terhambat

ilustrasi anak sedang duduk sendiri sambil melamun (freepik.com/freepik)

Anak yang selalu dipaksa mengikuti aturan tanpa diberi ruang untuk berekspresi cenderung sulit mengembangkan kreativitas. Mereka terbiasa melakukan sesuatu hanya berdasarkan instruksi, bukan dari inisiatif sendiri. Hal ini membuat imajinasi dan ide-ide mereka jarang muncul.

Padahal, kreativitas penting untuk membantu anak menghadapi tantangan dalam hidup. Anak yang tidak terbiasa berpikir bebas akan kesulitan mencari solusi alternatif saat menghadapi masalah. Akibatnya, perkembangan kognitif mereka bisa terhambat.

5. Anak bisa menjadi pemberontak di masa remaja

ilustrasi anak merajuk dengan orangtua (pexels.com/RDNE Stock project)

Meskipun saat kecil anak mungkin terlihat patuh, tekanan dari pola asuh otoriter bisa memunculkan pemberontakan saat mereka remaja. Remaja yang merasa terkekang cenderung mencari kebebasan dengan cara melawan aturan. Bahkan, ada kemungkinan mereka menolak nasihat orangtua sama sekali.

Pemberontakan ini bisa membuat anak salah memilih lingkungan atau perilaku. Alih-alih dekat dengan keluarga, mereka justru lebih nyaman bersama teman yang memberi kebebasan tanpa batas. Jika tidak diarahkan dengan tepat, kondisi ini bisa berdampak buruk pada masa depan mereka.

Mendidik anak memang penuh tantangan, apalagi setiap anak punya karakter yang berbeda. Yang terpenting, orangtua tetap perlu menyeimbangkan disiplin dengan kasih sayang agar anak tumbuh sehat secara fisik maupun mental.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team