Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak-anak (pexels.com/Thirdman)

Bukan hanya keluarga, lingkungan pertemanan juga dapat memengaruhi pembentukan kepribadian anak. Setiap orangtua tentu ingin agar anak mereka dapat dikelilingi oleh teman-teman yang baik dan membawa nilai-nilai positif padanya.

Namun bila kamu menyadari bahwa teman anakmu toxic, maka kamu perlu waspada. Dilansir Psychology Today, Erin Leonard, Ph.D, seorang psikoterapis dan penulis tiga buku tentang hubungan dan pengasuhan anak, mengatakan bahwa orang yang toxic memiliki sifat narsisme yang kuat, egosentris, dan manipulatif.

Ketika kondisi tersebut terjadi pada teman anakmu, kamu mungkin akan tergoda untuk segera mengakhiri hubungan pertemanan tersebut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa cara ini belum tentu efektif karena bisa saja anak kamu telah dimanipulasi oleh teman-temannya, sehingga ia mungkin lebih memilih tetap berteman dengan mereka daripada tidak punya teman sama sekali.

Kendati demikian, kamu tidak perlu cemas. Ada cara lain yang dapat dilakukan untuk membantu anak yang memiliki teman toxic. Simak kelima caranya di bawah ini.

1.Berikan ruang untuk anak agar ia dapat mencurahkan isi hatinya

ilustrasi ibu dan anak berpegangan tangan (freepik.com/senivpetro)

Anak-anak mungkin telah mengalami masa yang sulit saat bersama teman-temannya dan ingin meluapkan segala emosinya. Untuk itu, tugas orangtua adalah berempati dengan apa yang mereka rasakan.

Ketika anak menceritakan tentang teman-temannya yang toksik kepadamu, mungkin kamu ingin langsung memberitahu bahwa pertemanannya itu tidak sehat dan harus segera diakhiri. Akan tetapi, kamu tidak boleh terburu-buru dalam mengambil keputusan, apalagi saat emosi anak masih belum stabil.

Daripada langsung memberikan saran, lebih baik dengarkan dan pahami apa yang mereka sampaikan. Rangkul dan berikan pelukan hangat supaya dirinya tak semakin bersedih dan merasa sendiran.

“Hal terpenting yang harus dilakukan orangtua adalah menghargai perasaan anak,” ujar Erin Leonard, seorang psikolog, dilansir Huffpost.

“Dengan begitu, anak akan terus berbicara dan terbuka kepadamu,” tambahnya.

2.Ajukan pertanyaan terbuka kepada anak

Editorial Team

Tonton lebih seru di