Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Anak Siap Ditinggal di Rumah Sendirian, Usia Bukan Patokan

ilustrasi anak di rumah (pexels.com/Katya Wolf)

Untuk orangtua yang menggunakan jasa ART gak perlu terlalu cemas ketika hendak meninggalkan anak. Begitu pula apabila kamu tinggal bersama orangtua, mertua, atau saudara. Minimal ada orang dewasa yang dapat membantu menemani dan mengawasi anak selama dirimu bekerja atau ada keperluan lain di luar rumah. 

Namun jika kamu dan pasangan hanya tinggal bersama anak, ini selalu menjadi tantangan tersendiri. Ketika anak masih kecil sekali, dia harus ikut ke mana pun kalian pergi. Termasuk saat dirimu dan pasangan bekerja. Kalian mungkin bergantian membawanya ke kantor selama memungkinkan.

Atau, anak dititipkan di daycare. Akan tetapi, solusi ini tentu gak bisa selamanya diambil. Cepat atau lambat anak harus latihan berada di rumah seorang diri. Begitu pula kamu serta pasangan mesti belajar menguatkan hati meninggalkannya di rumah tanpa teman. Apa ukuran anak siap ditinggal sendirian di rumah? Lima poin ini kudu dipenuhi.

1. Bisa mengurus keperluannya sendiri

ilustrasi anak di rumah (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Tentu anak gak perlu sampai dapat memasak makanan sendiri baru kalian dapat meninggalkannya di rumah. Namun, setidaknya ia mampu mengambil makanan yang telah kalian siapkan. Dia juga dapat mandi dan berpakaian sendiri seandainya kalian pulang agak terlambat.

Kalian harus melatih kemandirian anak sejak dini. Lalu menilai seberapa tepat ia melakukan berbagai hal. Apabila anak menuang air saja masih tumpah-tumpah, dia belum bisa ditinggal sendirian. Takutnya ia melakukan kesalahan yang lebih fatal seperti memecahkan sesuatu yang terlepas dari genggamannya.

Bukan barang pecah yang perlu dipikirkan, melainkan kalau-kalau pecahan itu melukainya. Gak ada patokan usia terkait kemandirian anak dalam mengurus keperluannya. Ini amat tergantung dari latihan yang diberikan orangtua padanya. Ada anak yang di usia TK sudah bisa mengurus diri dengan amat baik. Ada pula anak yang masih membutuhkan banyak bantuan.

2. Paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya di rumah

ilustrasi anak di rumah (pexels.com/Kampus Production)

Inilah alasannya penting bagi orangtua membuat peraturan dan melatih anak biar mematuhinya. Tentu agar anak mau taat harus ada penjelasan yang mudah dimengerti olehnya. Peraturan tersebut juga dibikin semata-mata buat kebaikan anak. Bukan sekadar larangan yang gak jelas tujuannya.

Sebagai contoh, anak tidak boleh coba-coba menyalakan kompor, sumber api lainnya, dan peralatan listrik tertentu. Anak misalnya, hanya boleh menyalakan televisi dan dilarang menyentuh kabel-kabel lain. Beri tahu anak tentang bahaya korsleting dan kebakaran. Anak juga tidak diizinkan bermain di luar rumah selama orangtua pergi dan sebagainya.

Bagaimana cara memastikan anak sudah mematuhi peraturan? Ini memerlukan pengamatan yang cukup panjang selama kalian di rumah. Apakah anak 1 atau 2 kali dilarang langsung konsisten mematuhi kalian? Atau, dia tipe anak yang agak sulit diberi tahu dan malah tambah penasaran sehingga melanggar aturan?

Buat anak tipe kedua, jangan coba-coba meninggalkannya seorang diri di rumah. Itu dapat menjadi kesempatan buatnya meluapkan segala rasa penasaran. Sekalipun di rumah ada CCTV, kalian tidak bisa segera bertindak seandainya anak melanggar larangan sehingga dirinya dalam bahaya.

3. Tahu tindakan yang tepat bila orang asing datang atau menelepon

ilustrasi anak di rumah (pexels.com/Helena Lopes)

Walaupun anak sudah sangat berhati-hati di dalam rumah, ancaman bisa datang dari luar. Terutama dengan munculnya orang asing. Meski tidak semua orang asing bermaksud jahat, anak tetap harus mewaspadainya. Bahkan tetangga yang datang ke rumah pun bukan artinya anak boleh membukakan pintu. 

Begitu juga kalau ada kurir yang mengantarkan paket. Kamu harus sudah menuliskan di mana kurir mesti meletakkan barang. Jangan anak yang keluar buat mengambilnya. Anak wajib mengerti bahwa dia gak boleh keluar rumah kecuali sumber bahayanya ada di dalam rumah. 

Contohnya, muncul percikan api di sambungan listrik. Anak harus segera keluar dari rumah dan mendatangi tetangga terdekat. Atau, ia meneleponmu lalu kamu menghubungi tetangga atau satpam kompleks. Ketika telepon rumah berdering, minta anak supaya mengabaikannya saja.

Anak cuma boleh berkomunikasi denganmu dan pasangan melalui  smartphone. Di luar nomor kalian, anak tidak usah meresponsnya. Anak harus paham bahwa jika dia sampai keceplosan berkata sedang sendirian di rumah, orang jahat dapat memanfaatkan situasi tersebut.

4. Tak sembrono memakai peralatan dan keluar masuk rumah

ilustrasi anak di rumah (pexels.com/Anil Sharma)

Peralatan di rumah tentu banyak sekali. Di dapur saja gak cuma ada kompor. Ada pula oven, dispenser, blender, dan sebagainya. Di ruangan-ruangan lainnya terdapat mesin cuci, setrika, penyedot debu, alat olahraga, serta banyak lagi. Anak kudu benar-benar mengerti alat apa saja yang boleh digunakannya atau dilarang penuh.

Jika dia belum memahaminya, berbagai peralatan itu boleh jadi justru dimainkannya. Kalaupun anak sudah dapat menggunakan beberapa perangkat listrik, pastikan tidak sekali pun ia melakukan kesalahan. Selama anak masih kerap lupa langkah-langkah menyalakan dan mematikan peralatan, dia gak boleh menggunakannya ketika kalian pergi.

Selain terkait perabot, anak juga tidak lagi berlarian dari depan rumah sampai ke belakang. Bila anak masih senang berlari-lari begini, dia pasti gak peduli pada pintu rumah yang terbuka lebar. Anak kudu bisa tenang di dalam rumah hingga kalian pulang. Jika pun anak hendak mengambil jemuran di halaman belakang misalnya, dia harus selalu ingat buat menguncinya kembali begitu selesai.

5. Menyatakan keberaniannya

ilustrasi anak di rumah (pexels.com/Yan Krukau)

Meski anak sudah tahu tentang empat poin di atas, semua kembali padanya. Boleh jadi anak tetap merasa cemas apabila harus sendirian di rumah. Apalagi waktunya lumayan panjang seperti dari pagi sampai sore ketika kamu dan pasangan harus bekerja. Berbeda dengan bila kalian hanya pergi 1 atau 2 jam untuk berbelanja.

Selain kemandirian, aspek keberanian memang perlu dilatih. Jangan membuat anak trauma dengan langsung menguncinya di rumah dari pagi hingga sore. Nanti anak malah menangis ketakutan di dalam rumah. Cara melatih keberanian anak ialah dengan meninggalkannya secara bertahap. 

Mulai dari 1 jam, 2 jam, dan seterusnya sampai anak terbiasa serta merasa baik-baik saja. Namun, ada pula karakter anak yang memang pemberani. Tanpa latihan begini pun, dia bisa langsung berkata pada orangtua bahwa berani di rumah sendirian.

Anak pemberani tidak selalu laki-laki. Anak perempuan pun dapat amat bernyali. Namun walau anak sudah mengatakan berani ditinggal sendiri, pastikan empat poin di atas terpenuhi. Sebaliknya bila keempat poin sebelumnya terpenuhi, tapi ia gak berani juga jangan dipaksakan.

Tidak hanya anak yang merasa cemas ketika mesti latihan di rumah sendirian. Kamu dan pasangan juga pasti tak tega dan khawatir terjadi sesuatu. Lakukan latihan secara bertahap. Dasari dengan realitas bahwa kalian gak bisa terus mengajaknya ke kantor. Anak juga tak mungkin selamanya dititipkan di daycare. Bila pun terdapat ART, ada saatnya ia pulang kampung sedangkan kamu dan pasangan tetap harus bekerja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us