Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi seorang ayah dan dua orang anak
Ilustrasi seorang ayah dan dua orang anak (Pexels.com/Elina Fairytale)

Intinya sih...

  • Pisahkan konflik dari anak, jangan jadikan mereka sebagai "kotak surat" untuk menyampaikan kekesalan kepada mantan pasangan.

  • Prioritaskan rutinitas yang konsisten, berikan rasa aman dengan menjaga jadwal tidur dan aktivitas harian yang tetap stabil.

  • Bangun komunikasi terbuka, biarkan anak bertanya dan jawablah dengan jujur serta bijak sesuai usia mereka.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Perceraian bukan akhir dari segalanya, tapi jelas mengubah ritme hidup siapa pun yang terlibat di dalamnya—terutama anak. Mereka sering jadi pihak yang “terjebak di tengah,” bingung harus berpihak ke siapa, atau merasa kehilangan rasa aman. Justru di sinilah tantangan terbesar parenting setelah perceraian: bagaimana tetap hadir sebagai orang tua yang utuh meski ikatan pernikahan sudah putus.

Kita perlu ingat, anak bukan sekadar “korban perceraian,” melainkan pribadi yang butuh contoh sehat untuk belajar menghadapi hidup. Jadi, parenting pasca-cerai bukan tentang siapa lebih baik jadi orang tua, tapi bagaimana tetap bisa menciptakan ruang yang aman, stabil, dan penuh kasih untuk mereka tumbuh. Nah, berikut ini lima tips yang bisa jadi pegangan buat kamu.

1. Pisahkan konflik dari anak

Ilustrasi seorang anak dan seorang ibu sedang makan (Pexels.com/Ron Lach)

Jangan jadikan anak sebagai “kotak surat” untuk menyampaikan kekesalan ke mantan pasangan. Itu bikin mereka terbebani, seolah harus jadi jembatan emosional orang tua. Anak butuh merasa dicintai tanpa syarat, bukan jadi saksi drama perceraian yang tak ada ujungnya.

Kalau ada masalah, selesaikan langsung dengan mantan pasangan secara dewasa. Ingat, konflik kalian adalah urusan orang dewasa, bukan beban anak. Dengan begitu, mereka akan belajar bahwa meski hubungan orang tua berubah, cinta dan dukungan terhadap anak tetap sama kuatnya.

2. Prioritaskan rutinitas yang konsisten

Ilustrasi seorang anak sedang belajar (Pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Perceraian sering bikin rutinitas rumah tangga berantakan. Padahal, anak sangat butuh kestabilan. Jadwal tidur, sekolah, atau aktivitas harian sebaiknya dijaga tetap konsisten, meskipun mereka bergantian tinggal bersama orang tua yang berbeda.

Rutinitas yang jelas memberi rasa aman. Anak jadi tahu apa yang bisa mereka harapkan, kapan waktunya belajar, kapan waktunya bermain, tanpa harus bingung menebak-nebak. Dengan begitu, mereka lebih tenang, tidak mudah cemas, dan merasa hidup mereka tetap teratur meski keluarga mengalami perubahan besar.

3. Bangun komunikasi terbuka

Ilustrasi seorang ayah dan seorang anak laki-laki (Pexels.com/Julia M Cameron)

Anak sering menyimpan pertanyaan yang tak terucap setelah perceraian. Biarkan mereka bertanya, bahkan kalau pertanyaannya bikin kamu tidak nyaman. Jawablah dengan jujur tapi tetap bijak, sesuai usia mereka.

Komunikasi terbuka memberi sinyal bahwa kamu bisa dipercaya dan selalu ada untuk mereka. Daripada mereka mencari jawaban sendiri dengan asumsi yang salah, lebih baik kamu hadir sebagai sumber yang jujur dan menenangkan. Ini juga memperkuat ikatan emosional antara kamu dan anak.

4. Hargai peran mantan pasangan

Ilustrasi seorang ayah dan seorang anak laki-laki (Pexels.com/Pavel Danilyuk)

Sulit? Pasti. Tapi penting. Menghormati peran mantan pasangan di depan anak bukan berarti kamu lemah, melainkan bentuk kedewasaan. Saat kamu bisa mengakui peran mereka, anak tidak merasa perlu memilih siapa yang lebih baik.

Kalau kamu sering menjatuhkan mantan di depan anak, dampaknya justru balik ke diri kamu sendiri. Anak bisa merasa bingung, bahkan terluka. Tapi jika mereka melihat kedua orang tuanya saling menghargai meski sudah tidak bersama, mereka akan tumbuh dengan pandangan sehat tentang hubungan dan rasa hormat.

5. Fokus pada healing diri sendiri

Ilustrasi seorang wanita merasa damai (Pexels.com/Ketut Subiyanto)

Parenting sehat dimulai dari orang tua yang sehat secara emosional. Kalau kamu masih menyimpan amarah, sakit hati, atau dendam, itu akan bocor ke pola asuh tanpa disadari. Jadi, jangan abaikan proses penyembuhan diri.

Temukan cara yang sehat untuk memproses emosi—entah lewat support system, konseling, atau aktivitas yang membuatmu lebih tenang. Anak akan belajar banyak dari cara kamu bangkit setelah perceraian. Mereka tidak hanya butuh orang tua yang hadir, tapi juga yang stabil secara mental dan emosional.

Perceraian memang mengubah banyak hal, tapi tidak harus merenggut rasa aman anak. Justru dari situ, kita bisa menunjukkan pada mereka bahwa hidup tidak berhenti hanya karena satu babak berakhir. Parenting setelah perceraian adalah seni menjaga keutuhan cinta, meski rumah tangga sudah tidak lagi sama. Jadi, fokuslah pada hal-hal yang bisa kamu kontrol: kasih sayang, kehadiran, dan contoh yang sehat. Karena pada akhirnya, anak belajar bukan dari cerita manis yang kita ucapkan, tapi dari sikap nyata yang mereka lihat setiap hari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team