Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak berolahraga (pexels.com/Dobromir Dobrev)

Toxic masculinity atau maskulinitas beracun, masih banyak dijumpai di Indonesia. Maskulinitas beracun ini ditandai dengan peran stereotip pria yang tidak boleh lemah, harus lebih kuat dibanding perempuan, dan masih banyak lagi. Karena prinsip ini masih mengakar, gak heran jika budaya patriarki masih "mewabah". Mengapa? Hal ini tidak lepas dari pengaruh didikan orangtua terhadap anak. 

Mirisnya, hal ini masih belum disadari oleh orangtua bahwa mereka punya peranan penting di dalamnya. Anak merupakan output dari didikan kedua orangtuanya. Oleh sebab itu penting untuk selalu belajar dan meng-upgrade ilmu dalam mendidik anak. Sebagai orangtua kita harus selalu siap mengosongkan gelas, agar mampu belajar dan mendapatkan ilmu yang baru lagi. Berikut adalah didikan orangtua yang sebabkan anak jadi toxic masculinity. Hindari, ya!

1. Melarang anak laki-laki menangis

ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Jep Gambardella)

Gak heran kalau toxic masculinity masih merajalela, salah satu penyebabnya yang paling banyak kita temukan adalah didikan orangtua zaman dulu yang masih berkembang hingga saat ini. Yap, melarang anak laki-laki menangis. Padahal penting bagi anak-anak usia dini untuk belajar mengenal emosi, mengelola, dan mengetahui cara menangani emosi tersebut.

Banyak orangtua yang mengira, cara mendidik seperti ini akan membentuk anak laki-laki mereka menjadi kuat, padahal justru membawa efek jangka panjang yang negatif. Anak akan tumbuh dengan menyembunyikan perasaannya, hingga banyak kita temukan pada masa remaja atau dewasanya, mereka mendapati gangguan kesehatan mental karena hal ini.

2. Lebih permisif pada anak laki-laki dibanding perempuan

Editorial Team

Tonton lebih seru di