Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mengerjakan PR (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi mengerjakan PR (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Sebagai orangtua, kamu pasti cemas sekaligus kesal, bila anak malas dalam mengerjakan PR dari sekolah. Kamu khawatir anak tidak akan bisa menyelesaikannya tepat waktu, memperoleh nilai yang jelek, lalu dirimu sendiri dipanggil ke sekolah. Namun, langsung memarahi anak yang malas mengerjakan PR juga bisa gak efektif buat mengubah perilakunya.

Penyebab dari keengganannya menyentuh pekerjaan rumah yang diberikan guru dapat bermacam-macam. Terkadang bukan anak yang perlu terus ditegur dan dinasihati, melainkan justru dikomuikasikan dengan pihak sekolah. Supaya jelas, cek apakah ada poin di bawah ini yang sesuai dengan kondisi anak. Sebab, bisa jadi delapan hal di bawah ini jadi penyebab anak malas mengerjakan PR.

1. Sudah kelelahan di sekolah

ilustrasi mengerjakan PR (pexels.com/Katerina Holmes)

Anak zaman sekarang menghabiskan waktunya lebih banyak untuk bersekolah ketimbang kita bertahun-tahun lalu. Saat kamu duduk di bangku sekolah dasar, paling lambat kamu pulang tepat saat jam makan siang. Untuk kelas 1 sampai 3 SD, bisa jadi pulang lebih awal lagi.

Sementara itu, anakmu hari ini bersekolah sampai sore. Belum lagi kalau ada tambahan pelajaran atau kegiatan ekstrakurikuler. Makin panjang waktu sekolahnya, makin ia sudah kehabisan energi setibanya di rumah. Jam sekolah yang panjang seharusnya membebaskan murid-murid dari PR, supaya mereka beristirahat di rumah.

Jangan ragu buat berbicara dengan pihak sekolah kalau beban belajar anak tampaknya amat berat. Murid sudah sekolah dari pagi hingga sore hari, masih pula membawa pulang PR dari setiap mata pelajaran.

2. Gak punya buku-buku untuk membantunya mengerjakan PR

ilustrasi mengerjakan PR (pexels.com/Julia M Cameron)

PR anak sekolah umumnya cukup mudah. Jawaban dari soal-soal sudah tersedia di buku pelajaran. Namun bila buku-buku ini tidak tersedia di rumah, bagaimana ia hendak mengerjakannya?

Soal yang sebetulnya mudah pun menjadi terasa sulit dan bikin anak gak bersemangat buat mengerjakannya. Penting bagimu berusaha sekuat tenaga guna menyediakan buku pelajaran yang lengkap untuk anak. Kalaupun tidak bisa beli baru, minimal buku bekas yang materi-materi pelajarannya masih sama dengan yang diajarkan gurunya saat ini.

3. Ada teman yang bisa memberinya sontekan

ilustrasi menyontek PR teman (pexels.com/Marta Wave)

Kalau seperti ini, siapa yang harus disalahkan? Gak usah menyalahkan salah satu di antara anak sendiri atau kawannya. Kamu hanya perlu dengan tegas melarang anak untuk menyontek lagi apa pun alasannya. Semua PR dan tugas sekolah lainnya mesti dikerjakan sendiri atau dengan belajar kelompok, bukan mengandalkan sontekan dari teman.

Jelaskan bahwa biasa menyontek hanya akan membuat anak bodoh dan kesulitan ketika menghadapi ulangan atau ujian semester. Di lain pihak, kamu juga bisa berbicara pelan-pelan pada temannya biar gak terlalu baik lagi sampai suka memberikan sontekan. Tidak perlu menyalahkannya, cukup bilang supaya anakmu belajar mandiri dalam mengerjakan PR seperti dirinya.

4. Biasa orangtua atau guru les yang mengerjakannya

ilustrasi menemani anak belajar (pexels.com/Mikhail Nilov)

Apakah selama ini kamu terlalu banyak membantu anak dalam menggarap pekerjaan rumahnya? Bahkan guru les pun seperti ditugaskan buat mengerjakan PR anak, bukan sebatas mendampinginya belajar. Kalau ya, inilah hasilnya.

Anak pasti malas untuk mencoba mengerjakan PR-nya sendiri. Meski kamu sudah menyediakan beragam buku buat memudahkannya, dia tetap lebih suka cara-cara instan. PR beres tanpa perlu ia bersusah payah berpikir.

Belum sepenuhnya terlambat untuk mengubah kebiasaan negatif ini. Akui kesalahanmu pada anak dan katakan, bahwa mulai sekarang ia mesti mengerjakan semua PR sendiri. Kamu cuma akan membantu, apabila anak betul-betul kesulitan serta jawabannya tidak ada di buku.

5. PR bukan buat besok

ilustrasi anak bersantai (pexels.com/Julia M Cameron)

Cara anak belajar berbeda-beda. Ada anak yang suka bergegas mengerjakan PR begitu mendapatkannya. Bahkan, jam istirahat pun kadang dipakainya buat menggarap PR yang baru saja diberikan guru. 

Namun, ada pula anak yang mengerjakan PR tepat H-1sebelum mesti diperiksa guru. Penundaan seperti tak selalu buruk selama komitmen anak untuk menyelesaikannya tetap tinggi. Anak ingin setiap malam fokus pada pelajaran yang akan dihadapi besok.

Jika besok tidak ada pelajaran matematika misalnya, maka PR matematika belum dikerjakan malam ini. Jangan pula memaksa anak untuk mengerjakan PR di akhir pekan. Selain masih ada malam Senin buatnya menggarap PR tersebut, anak bisa stres kalau disuruh belajar terus ketika seharusnya ia menikmati hari libur.

6. Terlalu sulit atau justru begitu mudah

ilustrasi mengerjakan PR (pexels.com/Katerina Holmes)

Tingkat kesulitan PR juga memengaruhi keengganan anak dalam mengerjakannya. PR yang terlampau sukar dapat dengan mudah membuatnya putus asa. Anak telah membaca buku pun, PR tetap tak terpecahkan atau kesulitannya disebabkan oleh jumlah soal yang terlalu banyak.

Terkadang anak lantas berpikir mending tidak mengerjakannya sekalian. Kamu boleh membantu anak mengerjakan PR yang sukar itu atau memprotes gurunya, bila kejadian serupa terus terjadi dan bukan cuma anakmu yang merasa kewalahan. Sebaliknya, pekerjaan rumah yang begitu mudah juga bisa bikin anak meremehkannya.

Terangkan padanya bahwa segampang-gampangnya PR, belum tentu nanti bisa cepat beres kalau malam hari tiba-tiba listrik padam. Bisa jadi juga, anak merasa sangat mengantuk kemudian melupakannya. Ajari anak untuk tidak menyikapi hal yang terlihat gampang dengan menggampangkannya.

7. Gak ditunggui oleh orangtua

ilustrasi menemani anak belajar (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Bagaimanapun juga, pengawasan orangtua di jam belajar anak memang penting. Khususnya saat anak belum memiliki kesadaran yang tinggi untuk belajar sendiri. Jika ia tidak ditunggui, PR pun tak dikerjakan.

Apalagi dengan adanya gadget yang jauh lebih menarik bagi anak, PR kian terlupakan. Tetaplah berada di dekat anak sampai jam belajarnya habis. Rutin belajar 2 jam saja setiap malam termasuk mengerjakan PR sudah cukup, agar anak tak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran.

8. Ada gangguan yang terus-menerus

ilustrasi mengganggu kakak belajar (pexels.com/olia danilevich)

Misalnya seperti dalam ilustrasi, adiknya yang belum bersekolah terus menganggu dengan mengajak bermain. Kalaupun sang kakak tidak tertarik buat bermain, suasana hatinya mungkin memburuk karena diusik melulu. Konsentrasinya sudah berantakan.

Niatnya yang semula mengerjakan PR berganti menjadi menutup semua buku. Untuk mencegahnya, selama anak belajar kamu mesti menyingkirkan berbagai gangguan di sekitarnya. Masih dengan contoh di atas, kamu dapat mengajak adiknya bermain sehingga tidak mendekati kakak yang tengah mengerjakan PR.

Kalau anak sampai tak mengerjakan PR, tentu guru akan menegur dengan cukup keras bahkan mungkin memberikan sanksi. Namun, hanya menyalahkan anak serta menuduhnya malas juga tidak tepat. Cari tahu penyebabnya lalu atasi dengan sikap yang bijak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team