Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Kindel Media)

Intinya sih...

  • Fenomena kesulitan berkomunikasi dengan orangtua umum terjadi pada anak usia 20-an yang mengalami masa transisi menuju kedewasaan.
  • Perbedaan generasi dan pandangan hidup menciptakan jurang pemisah antara anak usia 20-an dan orangtua, memicu ketegangan dan membuat anak merasa tidak dipahami.
  • Anak usia 20-an enggan membuka diri karena khawatir mendapat kritik atau penilaian keras, serta ingin membuktikan kemampuan mereka secara mandiri.

Apakah kamu pernah merasa sulit berbicara terbuka kepada orang tua meski ada banyak hal yang ingin disampaikan? Fenomena ini cukup umum terjadi, terutama pada anak usia 20-an yang sedang menghadapi masa transisi menuju kedewasaan. Proses pencarian jati diri, perubahan sosial, dan tekanan untuk meraih sukses dalam karier atau pendidikan menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Anak usia 20-an mungkin merasa ada jurang pemisah antara mereka dan orang tua, sehingga mereka memilih untuk menyimpan semuanya sendiri. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Yuk, simak beberapa alasan dibalik fenomena ini.

1. Perbedaan generasi dan pandangan hidup

ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Perbedaan generasi antara anak usia 20-an dan orang tua sering kali menciptakan kesenjangan dalam pola pikir dan pandangan hidup. Anak-anak muda saat ini tumbuh dalam era digital yang cepat berubah, di mana informasi dan teknologi berperan besar dalam membentuk cara berpikir dan nilai-nilai mereka. Sementara itu, orang tua mereka mungkin memiliki pandangan yang lebih tradisional, berdasarkan pengalaman hidup yang berbeda dan perkembangan teknologi yang lebih lambat.

Hal ini menyebabkan cara pandang terhadap pekerjaan, hubungan, dan kehidupan secara keseluruhan menjadi berbeda. Anak usia 20-an cenderung mencari kebebasan dan fleksibilitas dalam hidup mereka, sementara orang tua mungkin lebih fokus pada stabilitas dan keamanan finansial. Perbedaan ini bisa memicu ketegangan dan membuat anak merasa bahwa orang tua mereka tidak memahami atau mendukung pilihan hidup mereka, sehingga mereka lebih memilih untuk menutup diri.

2. Perasaan tidak dipahami atau dihargai

ilustrasi seseorang yang sedang stres (unsplash.com/SEO Galaxy)

Anak usia 20-an sering kali merasa bahwa orang tua sulit memahami apa yang mereka alami, terutama dalam menghadapi tekanan hidup modern. Banyak anak yang berjuang dengan karier, hubungan, bahkan kesehatan mental, namun merasa bahwa orang tua mereka cenderung meremehkan masalah tersebut. Ketika anak-anak mencoba berbagi cerita, tanggapan seperti “Itu tidak seberapa dibanding dulu,” atau “Kamu harus lebih berjuang,” justru membuat mereka merasa semakin tidak dipahami.

Reaksi yang defensif atau penghakiman dari orang tua bisa membuat mereka merasa semakin tidak dihargai, sehingga mereka lebih memilih untuk menyimpan perasaan mereka sendiri. Ketidakpahaman ini bisa terjadi karena kurangnya komunikasi yang efektif antara generasi yang berbeda. Dalam kondisi seperti ini, penting bagi orang tua untuk bersikap terbuka, mendengarkan dengan empati, dan menunjukkan penghargaan atas usaha dan perasaan anak-anak mereka.

3. Rasa takut akan penilaian dan kritik

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Liza Summer)

Banyak anak usia 20-an enggan membuka diri kepada orang tua karena khawatir akan mendapatkan kritik atau penilaian yang terlalu keras. Di usia ini, mereka sedang mencari jati diri dan mencoba banyak hal baru, termasuk dalam karier, hubungan, atau gaya hidup. Ketika mereka menghadapi kegagalan atau mengambil keputusan yang dianggap tidak sesuai dengan harapan orang tua, ketakutan akan disalahkan atau dikritik membuat mereka memilih untuk diam.

Rasa takut ini juga sering berasal dari pengalaman sebelumnya. Jika anak pernah menerima respons negatif atau merasa dihakimi saat mencoba berbicara jujur, mereka cenderung menarik diri di masa depan. Mereka takut bahwa membuka diri hanya akan memperburuk situasi, sehingga memilih untuk menyimpan masalah mereka sendiri.

4. Keinginan untuk mandiri dan membuktikan diri

ilustrasi anak muda yang sedang belajar (pexels.com/Yan Krukau)

Di usia 20-an, banyak orang mulai merasa bahwa inilah saatnya untuk menunjukkan bahwa mereka mampu menghadapi tantangan hidup secara mandiri. Keinginan untuk membuktikan diri kepada orang tua dan lingkungan sekitar menjadi motivasi yang kuat. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka dapat mengambil keputusan sendiri, menyelesaikan masalah, dan mengatur hidup tanpa campur tangan orang tua.

Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri dan mengatasi setiap rintangan yang datang. Dalam situasi seperti ini, penting bagi orang tua untuk menunjukkan dukungan tanpa menghakimi dan memberikan ruang bagi anak-anak mereka untuk tumbuh dan belajar dari pengalaman. Dengan pendekatan yang bijaksana dan penuh empati, orang tua dapat membantu anak-anak mereka merasa lebih nyaman dalam berbicara dan berbagi beban yang mereka hadapi.

Sulitnya membuka diri pada orang tua di usia 20-an adalah hal yang wajar terjadi, terutama di tengah proses pencarian jati diri dan keinginan untuk mandiri. Namun, penting untuk diingat bahwa komunikasi yang sehat dengan orang tua dapat membawa banyak manfaat untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan saling memahami dan menjembatani perbedaan, hubungan antara anak dan orang tua dapat menjadi lebih harmonis dan saling mendukung.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team