TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kiat Melepas Anak Studi ke Negeri Orang, Gak Cuma Modal Mental & Skill

Ini kunci suksesnya

Listiyani Siegit S. Psi., S. S., MSc. di Millenial Parents Talk Surabaya. 8 Februari 2020. IDN Times/ Fajar Laksmita

Kematangan emosi remaja berkaitan dengan ketahanan mentalnya saat dihadapkan dengan berbagai tantangan ketika sekolah di luar negeri. Namun berhasil bertahan saja, tidak cukup buat seorang anak agar bisa menampilkan potensi mereka secara maksimal.

Melalui Millenials Parents Talk yang diselenggarakan di Terrace Gardern Room, Golf Graha Famili Surabaya pada Sabtu (8/2), ada beberapa kiat yang bisa dipersiapkan orangtua dan anak.

Acara ini diprakarsai oleh SportPsych Consulting yang menghadirkan Psikolog, yaitu Dr. Dra. Setiasih, M. Kes, Psikolog, dan narasumber yang sudah pernah pergi studi ke luar negeri, yaitu Listiyani Siegit, S. Psi, S. S., MSc. 

1. Anak yang memutuskan berkuliah ke luar negeri ada pada masa remaja, di mana merupakan transisi dari anak menuju dewasa

Dr. Dra. Setiasih, M. Kes, Psikolog di Millenial Parents Talk, Surabaya. 8 Februari 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Sebelum mengetahui bagaimana tantangan yang harus dihadapi oleh anak, orangtua perlu memahami perkembangan emosionalnya. Pada masa ini, anak berada pada titik di mana secara fisik sudah matang, namun secara emosional masih belum.

Menurut G. Stanley Hall (1904), anak ada pada masa storm and stress. Ada berbagai emosi yang bergolak, yang bisa jadi akan menimbulkan konflik dan perubahan suasana hati pada mereka.

"Anak seperti mangga muda, mereka bukan anak lagi, namun juga belum dewasa. Mereka ada di masa transisi sebagai remaja. Secara mental mereka belum sepenuhnya dewasa", imbuh Dr. Dra. Setiasih, M. Kes, Psikolog. 

2. Pada tahap ini, orangtua berperan untuk mengarahkan agar anak tetap aktif dan berprestasi

Dr. Dra. Setiasih, M. Kes, Psikolog di Millenial Parents Talk, Surabaya. 8 Februari 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Orangtua merupakan manager perkembangan anak yang bertugas untuk mendampingi dan mengarahkan hal-hal seperti akademik, aktivitas, teman, hingga lingkungan sosial.

Pada masa remaja, peran aktif orangtua bergeser ke remaja. Di mana orang tua perlu menyeimbangkan kebebasan dan kendali.

"Orangtua tidak hanya menuntut keinginannya pada anak, namun juga membantu mengendalikan. Misalnya seperti ketika ada mata pelajaran yang perlu tambahan, maka orangtua akan memberikan les tambahan. Hal-hal sederhana seperti menemani belajar sampai mengenal kelompok bermain juga dibutuhkan", pungkas Dr. Dra. Setiasih.

Baca Juga: Mau Kuliah di Luar Negeri? Simak Dulu 5 Informasi Penting Ini

3. Asal bisa mengelola dengan benar, stres diperlukan agar bisa berpikir, mempertimbangkan pilihan, dan mengambil keputusan

Dr. Dra. Setiasih, M. Kes, Psikolog di Millenial Parents Talk, Surabaya. 8 Februari 2020. IDN Times/Fajar Laksmita

Salah satu tugas perkembangan remaja adalah bagaimana dia bisa mandiri, namun tetap berelasi dengan keluarga. Ketika terjadi konflik pada remaja, ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu adanya stres dan fungsi perkembangan positif.

"Stres yang dikelola dengan benar, akan melatih remaja untuk berpikir, mempertimbangkan, dan mengambil keputusan dengan tepat" imbuh Dr. Dra. Setiasih, M. Kes, Psikolog.

Menurut Dr. Dra. Setiasih, M. Kes, Psikolog., beliau menjelaskan beberapa aspek identitas yang merupakan potret diri selama masa transisi.

Beberapa hal di antaranya berkaitan dengan identitas karier, ideologi, spiritualitas, relasi, prestasi, seksual, etnik/budaya, fisik, minat, dan kepribadian. Inilah beberapa hal penting yang membentuk manusia agar lebih dewasa.

4. Meski sudah dipersiapkan matang, beberapa kasus stres dan depresi terjadi pada mereka yang berkuliah di luar negeri

Listiyani Siegit S. Psi., S. S., MSc. di Millenial Parents Talk Surabaya. 8 Februari 2020. IDN Times/ Fajar Laksmita

Ketika anak ingin kuliah di luar negeri, orangtua biasanya akan fokus pada persiapan seperti skor TOEFL atau IELTS. Namun sebenarnya, hal itu adalah sebagian kecil dari yang dibutuhkan oleh anak.

Listiyani Siegit S. Psi., S. S., MSc., peraih beasiswa BPI LPDP PK-48, menyelesaikan studi di University of Edinburgh, UK dan University of Technology, Australia menceritakan berbagai tantangan dan bagaimana dia bisa melewatinya selama berkuliah. 

Ia membagikan pengalaman pribadi sekaligus nilai yang dia pegang saat kuliah di luar negeri.

"Ketika dipapar kebebasan, kita sudah menyadari bagaimana membatasi diri sendiri. Saya setuju harus pilih teman karena gak semua teman baik dan kalau kita salah teman nanti kita ketularan," terang Listiyani Siegit S. Psi., S. S., MSc.

Bukan hanya tentang pergaulan, beberapa temannya bahkan pernah mengalami stres hingga depresi. Ini karena masalah penyesuaian diri yang kurang. Ada tekanan sosial dan season syndrome seperti selalu merasa suram.

Inilah kenapa persiapan akademik saja tidak cukup untuk membekali anak studi di luar, perlu diimbangi dengan skill lain.

Baca Juga: 8 Jurusan Kuliah Ini Cocok buat Kamu yang Kurang Suka Ilmu Hitung

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya