TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Perasaan saat Berziarah ke Makam Orangtua, Rindu yang Tak Bertepi

Tak sekadar melihat nisan, tapi juga kenangan

ilustrasi ziarah (pexels.com/Ivan Samkov)

Berziarah dapat dilakukan kapan saja kamu mempunyai waktu luang. Namun, sebagian masyarakat menjadikan minggu-minggu terakhir sebelum Ramadan sebagai waktu berkunjung ke makam, terutama makam orangtua. Di Jawa Tengah, tradisi ini disebut nyadran atau sadranan.

Namun, kapan pun kamu berziarah ke makam orangtua, rasanya pasti berbeda dengan ketika dirimu mendatangi makam-makam lainnya. Ini tidak sama dengan sekadar main karena berapa pun lamanya mereka telah berpulang, emosimu pasti terbangkitkan ketika berada di makamnya. Apalagi jika kamu gak datang dalam rombongan besar, sehingga suasananya lebih khidmat.

Gak salah kalau perasaanmu tetap campur aduk, meski orangtua bukan baru sehari atau dua hari dimakamkan. Hubungan antara anak dengan orangtua memang amat dalam, sehingga rasanya tak terputus oleh perbedaan alam sekalipun. Lima perasaan ini barangkali juga meliputimu ketika bersimpuh di samping nisan orangtua.

1. Kangen, tapi gak bisa lagi bertemu

ilustrasi ziarah (pexels.com/RDNE Stock project)

Akan ada hari ketika rasa rindumu yang begitu besar pada orangtua hanya dapat dibahasakan melalui doa dan bunga yang ditaburkan atau diletakkan di atas pusaranya. Rindumu seperti ombak yang tidak pernah mencapai tepian dan bergemuruh dalam dadamu. Rasa kangen itu bisa kian menyakitkan kalau waktu membuatmu agak melupakan wajah orangtua.

Ya, dua hal yang bertolak belakang begini sangat mungkin kamu alami setelah orangtua lama pergi. Kalau dirimu tidak melihat fotonya, parasnya mulai kabur dalam ingatanmu. Namun, tidak dengan segala kenangan tentangnya yang justru seperti dipertajam seiring waktu.

Dirimu ingat ketika berada dalam gendongan orangtua di masa kamu bebas bermanja-manja. Akan tetapi, kini semua itu tinggal kenangan yang terasa begitu jauh dari jangkauanmu. Kamu tidak lagi bisa bermanja-manja pada siapa pun bahkan ketika kehidupan terasa begitu keras dan dirimu hanya butuh pelukan sehangat dekapan orangtua.

2. Terharu mengingat perjuangan dan nasihat-nasihatnya

ilustrasi ziarah (pexels.com/RDNE Stock project)

Buat kamu yang sempat menyaksikan betapa hebatnya perjuangan orangtua baik dalam membesarkanmu maupun melawan penyakitnya tentu gak akan melupakan bagian ini. Sampai kapan pun dirimu akan mengenangnya sebagai sosok yang amat tangguh. Daya juangnya belum tentu bakal mampu disamai olehmu.

Kamu juga bisa berjuang seperti mereka. Namun, perjuanganmu yang masih buat diri sendiri saja selalu diwarnai keluhan. Sementara itu, orangtua yang memperjuangkan seluruh anggota keluarga mampu melakukannya dalam diam bahkan senantiasa bersyukur serta menanamkan optimisme pada anak-anaknya.

Setiap nasihat orangtua akan kembali terngiang seakan-akan dirimu baru mendengarnya kemarin. Sosoknya memang telah pergi untuk selamanya. Namun, nasihat-nasihatnya dan latar waktu serta tempat ketika orangtua menyampaikannya masih jelas dalam ingatanmu.

Baca Juga: 7 Kegiatan Merayakan Hari Ayah untuk Ayah yang Sudah Meninggal Dunia

3. Bahagia jika berhasil menjadi anak baik dan berguna untuk banyak orang

ilustrasi ziarah (pexels.com/RDNE Stock project)

Meski melanjutkan hidup tanpa keberadaan orangtua di sisi bukan hal mudah, kamu bisa datang ke makam mereka dengan rasa bahagia. Ini karena dengan segala kesulitan yang dialami selepas kepergian orangtua, dirimu tumbuh menjadi pribadi yang baik. Padahal, hilangnya figur orangtua di usiamu yang masih cukup muda bisa saja membuat kamu salah pergaulan dan kurang memiliki kualitas diri.

Namun, hal tersebut tak terjadi padamu. Lebih dari sekadar menjadi anak yang baik, tidak nakal apalagi jahat, kamu bahkan memberikan manfaat untuk banyak orang. Kepandaian, kerja keras, serta pengabdianmu berguna buat masyarakat luas. 

Kamu tahu bahwa sekalipun orangtuamu bukan tipe penuntut, itulah yang pasti sangat mereka inginkan darimu. Ketika dirimu berziarah ke makam orangtua, ada rasa bangga karena telah mewujudkan harapan terbesar mereka. Kamu berharap bahwa semua hal baik yang berhasil dilakukan untuk banyak orang juga dapat menjadi tambahan amal kedua orangtua sebab mereka yang sudah membentuk fondasinya dengan berbagai ajaran.

4. Sedih kalau merasa belum memberikan yang terbaik

ilustrasi ziarah (pexels.com/Arina Krasnikova)

Namun, kamu juga dapat datang ke makam orangtua dengan kesedihan menyayat-nyayat batin. Berkebalikan dengan poin di nomor tiga, dirimu merasa menjadi orang yang gagal dalam segala hal. Kamu merasa belum bisa memberikan apa-apa buat orangtua selagi mereka hidup.

Hingga sekarang pun, kehidupanmu seperti tidak ada perkembangan. Kamu serba biasa dalam pencapaian hidup bahkan merasa tertinggal dari teman-teman sebayamu. Dirimu berziarah dengan rasa lelah dan hampir putus asa dalam menjalani hidup selepas kepergian orangtua.

Kamu tidak menyangka bahwa berada di dunia tanpa mereka bukanlah hal yang mudah sekalipun kawanmu banyak. Ada ketakutan, bahwa sampai kapan pun, dirimu tak bakal mampu memberikan yang terbaik buat orangtua. Kamu gak bisa bikin nama mereka dihormati orang-orang melalui pencapaianmu.

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Penulis fiksi maupun nonfiksi. Lebih suka menjadi pengamat dan pendengar. Semoga apa-apa yang ditulis bisa memberi manfaat untuk pembaca. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya