TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Tips Tegarkan Anak yang Gagal Masuk Sekolah Impian

Orangtua jangan tampak kecewa atau ikut panik

ilustrasi anak yang murung (pexels.com/Max Fischer)

Momen penerimaan siswa baru pastinya mendebarkan baik untuk anak maupun orangtua. Seperti kita tahu bahwa dalam memperebutkan kursi, apa pun bisa terjadi. Setelah anak lelah berjuang agar lulus dengan nilai terbaik, ia masih harus bersaing dengan begitu banyak murid lain.

Tidak terlalu menjadi persoalan apabila anak bersikap luwes tentang calon sekolahnya. Akan tetapi, kebanyakan anak telah memiliki sekolah impian masing-masing. Inilah yang membuat kegagalan diterima di sana dapat begitu mengecewakan anak.

Ada sejumlah tips buat membantu anak lebih tegar dalam menerima kenyataan. Bahkan, menjadikan pengalaman gagal ini sebagai pelajaran berharga yang bakal diingatnya seumur hidup. Cari tahu selengkapnya di bawah ini, ya!

Baca Juga: 5 Kalimat untuk Tegarkan Hatimu saat Menghadapi Ujian Duniawi

1. Jangan tunjukkan kekecewaan atau kepanikan orangtua di depan anak

ilustrasi kecewa bersama (pexels.com/Mikhail Nilov)

Jika sekolah impian anak juga merupakan sekolah idaman orangtua, dua orang sama-sama merasa kecewa. Namun sebagai pribadi yang jauh lebih dewasa ketimbang anak, kita harus mampu menyembunyikan kekecewaan ini.

Sebab bila kekecewaan kita sampai diketahui anak, dia bisa seperti disalahkan. Ia menjadi tambah sedih dan marah pada diri sendiri. Selain kekecewaan, orangtua juga wajib bersikap tenang. 

Walaupun orangtua tak henti-hentinya memikirkan alternatif sekolah lain, jangan dekati anak dalam keadaan kita sendiri sedang panik. Kepanikan orangtua bakal makin menyiksa perasaan anak. Ia bisa berpikir tak bakal diterima di sekolah mana pun.

Baca Juga: Tips Belanja Murah untuk Ciptakan Rumah Impian ala Shopee

2. Peluk atau rangkul anak

ilustrasi ayah dan putrinya (pexels.com/Darko Trajković)

Dalam situasi yang sangat tidak nyaman seperti ini, anak membutuhkan kontak fisik dengan orang terdekatnya. Pelukan atau rangkulan orangtua akan membuatnya merasa lebih baik dan diterima.

Sebaliknya apabila orangtua seakan-akan enggan mendekati, anak yang perasaannya sedang amat sensitif dapat mengira kita marah atau malu padanya. Meski kita juga butuh menenangkan diri agar terhindar dari kepanikan, harus ada lebih banyak waktu buat bersentuhan fisik dengan anak.

3. Katakan bahwa emas akan tetap berkilau di mana pun ditempatkan

ilustrasi murid-murid (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Tentunya bukan tanpa alasan anak memimpikan sekolah tertentu. Barangkali sekolah tersebut memang terkenal bagus. Anak yakin dengan ia bersekolah di sana, prestasinya bakal tambah baik.

Pertimbangan lain anak biasanya terkait teman-temannya yang juga banyak mendaftar di sana. Tanpa mengurangi empati kita padanya, kita wajib memotivasi anak dengan terlebih dahulu memberinya pemahaman baru.

Bahwa sebongkah emas tidak akan kehilangan kilaunya di mana pun diletakkan. Artinya, anak tak perlu khawatir kepandaiannya berkurang kalau ia menjadi murid sekolah lain. Tentang teman, sebaiknya anak memang memperluas pertemanannya.

4. Juga bahwa mimpi yang kandas bukan akhir dari segalanya

ilustrasi kekecewaan anak (pexels.com/August de Richelieu)

Tidak mudah memang membangkitkan semangat anak yang sedang berada di titik terendah. Akan tetapi, apa yang orangtua sampaikan di saat-saat krisis seperti ini bakal selamanya diingat oleh anak.

Ketika kelak ia mengalami kegagalan-kegagalan yang lain, petuah orangtua akan menguatkan mentalnya. Maka, selain poin 3, tambahi dengan keyakinan bahwa mimpi senantiasa dapat dibangun ulang.

Jangankan mimpi yang hancur, mimpi yang masih ada peluang berhasil saja bisa kita belokkan ke arah lain jika ingin. Dan membangun ulang atau membelokkan mimpi akan menjadi pekerjaan kita nyaris sepanjang usia.

5. Beri anak kegiatan sebagai pengalih perhatian sekaligus hiburan

ilustrasi menemani anak (pexels.com/Yan Krukov)

Pastinya akan ada satu atau dua hari ketika anak tidak ingin melakukan apa pun. Ini adalah momen puncak dari kesedihannya. Di masa ini, orangtua sebaiknya tak banyak mengganggu anak.

Setelah itu, kurva kesedihan anak perlahan-lahan bakal menurun. Inilah saatnya kita perlu lebih banyak masuk dalam kehidupan anak yang sedang terasa hampa. Ajak anak berkegiatan santai dan menghibur. 

Seperti merawat binatang peliharaan yang dimiliki, berolahraga di pagi hari, menonton film, atau memilih musik yang akan dimainkan bersama. Tindakan ini membantu anak untuk mampu menerima kenyataan dan siap melanjutkan hidupnya.

Baca Juga: 5 Tips agar Keberhasilan Gak Sekadar Impian, Jangan Berharap Instan!

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya