TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Hal yang Bukan Tanggung Jawab Anak, Jangan Bebankan pada Mereka!

Mulai dari mengasuh saudara hingga membahagiakan orangtua

ilustrasi keluarga (pexels.com/Elina Fairytale)

Mengenalkan tanggung jawab kepada anak dianjurkan agar ia berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab kelak. Namun, ini kerap disalahartikan dengan memberikan tugas besar kepada mereka. Belum lagi, anak menanggung berbagai ekspektasi orang di sekitarnya yang tanpa sadar dapat membebaninya.

Dalam jangka panjang, ini berpotensi memicu stres yang mengganggu perkembangan anak di masa mendatang. Maka dari itu, yuk, pahami bahwa beberapa hal berikut ini tidak seharusnya dilimpahkan kepada anak sehingga ia tak perlu mengemban tanggung jawab yang berat di usia dini.

1. Mengasuh atau menjaga saudara

ilustrasi kakak menjaga adik (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Ketika dikaruniai seorang adik, seorang anak seolah otomatis mendapat peran dan tanggung jawab untuk mengasuh dan menjaga sang adik. Memang betul, ini dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap saudara. Namun, mari evaluasi kembali. 

Kira-kira apakah anak sudah siap menerima tugas ini khususnya di usia yang masih belia? Perhatikan proporsi perannya sebagai kakak sehingga ia tak kewalahan. Apalagi setelah sang adik lahir, perhatian orangtua kepadanya akan berkurang sehingga ia juga harus memenuhi kebutuhannya sendiri.

Baca Juga: 5 Tanda Anak Tertekan dengan Tuntutan Orangtua, Pahami Keinginannya

2. Mewujudukan ekspektasi orangtua

ilustrasi anak mencapai kesuksesan (pexels.com/Gustivo Fring)

Orangtua boleh memiliki harapan agar anak dapat mencapai potensi maksimalnya di masa mendatang. Dalam perjalanannya, orangtua juga dapat mengarahkan dan membimbing sang buah hati agar mampu meraih impiannya.

Namun, orangtua tak semestinya menuntut anak untuk mengikuti rencana yang diinginkan. Apa pun jalan hidup yang dipilih anak perlu mendapatkan dukungan terbaik, baik dari sisi material dan moral. Satu hal yang sebaiknya ditanamkan, orangtua tak memiliki kuasa penuh atas kehidupan sang anak.

3. Melakukan mediasi dalam konflik keluarga

ilustrasi orangtua berselisih di hadapan anak (pexels.com/Monstera)

Perselisihan atau pertengkaran dalam keluarga bukanlah hal yang bisa dihindari. Ketika ini terjadi, anak sering kali diharapkan menjadi penengah untuk membantu menyelesaikan permasalahan. Bahkan, ia kerap dijadikan tameng agar konflik segera mereda.

Faktanya, bertengkar di hadapan anak dapat membawa dampak negatif untuk tumbuh kembangnya. Sebagai gantinya, saat mengalami konflik, berdiskusilah dengan kepala dingin dan temukan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Dengan demikian, anak belajar dan memiliki bekal kemampuan resolusi konflik yang baik di masa depan.

4. Bertanggung jawab atas emosi orangtua

ilustrasi keluarga (pexels.com/Jep Gambardella)

Anak yang masih berusia belia belum memiliki kemampuan berpikir rasional dan pengaturan emosi yang matang, setidaknya sampai ia mencapai usia dewasa. Dengan kata lain, ia belum memahami cara berperilaku sehingga wajar jika menjadi childish atau kekanak-kanakan.

Maka dari itu, anak belum mampu menjaga sikap atau mengendalikan diri ketika orangtua sedang badmood atau dilanda masalah. Faktanya, ia memang tak bertanggung jawab atas emosi orangtua.

Jika anak merasa demikian, ini justru berisiko membawa dampak negatif saat ia menjalin hubungan dengan orang lain. Anak akan mudah merasa cemas dan gemar menyalahkan diri atas emosi negatif yang dialami teman atau pasangannya.

Baca Juga: Orangtua Sering Membentak? 5 Dampak Negatifnya pada Kepribadian Anak

Verified Writer

Nadhifa Aulia Arnesya

There's art in (art)icle. Hence, writing an article equals to creating an art.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya