Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seorang perempuan merenung (pexels.com/Sofia Alejandra)

Meski kesadaran akan kesehatan mental telah semakin meningkat, membicarakan kondisi mental kepada orang lain merupakan hal yang tidak mudah. Hal ini dikarenakan masih adanya stigma atau label negatif terhadap mereka yang memiliki gangguan kondisi mental atau kejiiwaan. Kurangnya edukasi dan pemahaman mengenai kesehatan mental mengakibatkan masyarakat sering kali memandang gangguan mental sebagai sesuatu yang negatif atau tidak normal. Penderita gangguan mental yang seharusnya membutuhkan bantuan dan dukungan, justru kerap dijauhi atau diabaikan.

Adanya stigma dan label negatif terhadap penderita gangguan mental ini menyebabkan seseorang takut untuk terbuka akan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka kemudian memilih untuk menyembunyikan pikiran dan perasaannya dari orang lain, termasuk dari seorang anak yang hidup di keluarga. Padahal, keluarga memiliki peran penting dalam membentuk dan menjaga kesehatan mental satu sama lain. Lantas, mengapa seorang anak enggan berbicara kesehatan mental pada orangtua atau keluarganya? Berikut penjelasan selengkapnya!

1. Takut diremehkan dan dianggap berlebihan

ilustrasi anak melamun di jendela (pixabay.com/Shlomaster)

Anak kesulitan terbuka mengenai masalah dan perasaan yang mereka alami karena khawatir bagaimana reaksi dari orangtua. Mereka khawatir perasaannya akan diremehkan atau dianggap enteng hanya karena mereka adalah seorang anak dengan umur yang masih muda. Anak juga khawatir bahwa kesulitan yang mereka alami akan dianggap sebagai suatu hal yang sepele bagi orang dewasa. Mereka takut bahwa apa yang mereka rasakan tidak akan ditanggapi dengan serius dan dinilai berlebihan.

Orangtua mungkin saja menganggap kesulitan yang dihadapi anak merupakan masalah kecil atau sepele, tetapi perasaan yang dirasakan oleh anak tetap valid. Jika masalah yang dianggap kecil itu dibiarkan terus menerus tanpa penyelesaian, hal ini dikhawatirkan dapat menjadi masalah yang lebih besar di kemudian hari. Maka dari itu, orangtua sebaiknya berusaha untuk mendengarkan dan memahami emosi yang anak rasakan. Validasi oleh orangtua akan mengajarkan anak bahwa tidak apa-apa untuk mengekspresikan perasaan mereka.

2. Takut dimarahi dan disalahkan

Editorial Team

Tonton lebih seru di