Bayangkan saat sedang bersedih. Kamu duduk di depan layar, dengan hati yang penuh sesak. Rasa lelah bercampur dengan keinginan untuk didengar. Lalu mengetik, “Hai AI, aku merasa sedih malam ini.” Dalam beberapa detik, muncul jawaban. Kata-kata penuh empati, terstruktur rapi, seolah memahami segalanya. Tapi, ada yang terasa kurang, bukan? Meski jawaban itu sempurna, di hati masih terasa hampa.
Dalam dunia yang semakin digital, kita sering mengandalkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan emosional. Chatbot pintar dan asisten virtual menawarkan kenyamanan untuk bercerita, mereka selalu tersedia, tak pernah menghakimi, dan mampu merangkai kata-kata menenangkan. Namun, ada sesuatu yang teknologi tak akan pernah bisa gantikan, yaitu koneksi emosional dengan manusia.