Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
default-image.png
Default Image IDN

Banyak milenial dibesarkan dengan nilai-nilai dan pola asuh yang saat itu dianggap ideal oleh orang tua mereka. Fokus pada prestasi, ketertiban, dan kepatuhan menjadi hal utama, sementara ruang untuk berekspresi atau memahami diri sendiri sering kali diabaikan. Meski niat orang tua mungkin baik, dampaknya terasa berbeda di kemudian hari.

Banyak dari mereka kini mulai menyadari bahwa beberapa ajaran di masa kecil justru menjadi beban emosional yang tersimpan diam-diam. Di balik keberhasilan dan kemandirian mereka, tersimpan perasaan tidak nyaman terhadap beberapa hal yang dulu dianggap biasa. Enam di antaranya berikut ini menjadi titik sorotan karena selama ini dirasakan menyiksa.

1. Tekanan akademik yang terlalu berat

Default Image IDN

Banyak milenial tumbuh dengan tekanan akademik yang sangat tinggi. Prestasi di sekolah dianggap belum cukup jika tidak dibarengi dengan ikut lomba, tampil di pentas seni, atau menjadi atlet. Mereka didorong untuk masuk universitas bergengsi seolah-olah itu satu-satunya jalan menuju kesuksesan.

Sayangnya, realita hidup setelah lulus kuliah sering kali tidak sesuai harapan, apalagi dengan dunia kerja yang kompetitif dan kondisi ekonomi yang tak menentu. Tekanan itu pun tidak hilang begitu saja ketika mereka dewasa.

Menurut survei Deloitte tahun 2024, 45 persen milenial mengaku mengalami burnout di tempat kerja. Mereka masih membawa stres yang sama dari masa sekolah, hanya dalam bentuk baru. Tekanan untuk terus membuktikan diri dan bersaing di dunia global membuat milenial lebih rentan mengalami kelelahan mental dan emosional.

2. Dihukum karena menunjukkan emosi

Editorial Team

Tonton lebih seru di