Ada rasa perih yang sulit dijelaskan setiap kali sebuah berita bullying di lingkup sekolah kembali viral di linimasa. Di balik layar ponsel, mungkin banyak orangtua yang diam-diam ikut menahan napas, membayangkan bagaimana jika itu terjadi pada anak mereka sendiri, baik sebagai pelaku atau justru korban.
Bagi sebagian orangtua, rasa takut itu bukan sekadar kekhawatiran biasa. Ia muncul bersamaan dengan kegelisahan lain: bagaimana caranya berbicara dengan anak tentang bullying tanpa membuat mereka takut, tertutup, atau justru merasa bersalah? Di tengah kebingungan itu, banyak yang sadar bahwa membangun ruang aman untuk bicara, kadang, lebih penting daripada sekadar memberi nasihat.
"Tantangan terbesarnya adalah memberi pembiasaan di usianya biar gimana caranya dia mengerti apa yang jadi haknya tanpa melakukan kekerasan," ujar Akfini H (25) seorang ibu dari balita, saat diwawancarai IDN Times (8/11/2025). Pernyataan itu menggambarkan keresahan banyak orangtua masa kini: bahwa memahami konsep bullying tak hanya soal melindungi anak dari kekerasan, tapi juga mengajarkan mereka untuk tidak menjadi pelaku sejak dini.
Keresahan itu pula yang menunjukkan pentingnya peran komunikasi sejak dini. Sebab, cara orangtua membingkai obrolan soal perundungan bisa menjadi kunci apakah anak merasa aman untuk terbuka, atau justru menutup diri. Putri Aisya, M.Psi, Psikolog, seorang psikolog klinis, menilai bahwa, "Pemahaman tentang bullying sendiri sebenarnya bisa mulai disiapkan dari masa pra sekolah (usia sekitar 4 ke atas). Tapi pembahasan harus dibuat konkret/sesuai dengan perkembangan kognitif anak," katanya kepada IDN Times (8/11/2025). Lantas, kalimat seperti apa yang sebaiknya diucapkan orangtua saat memulai percakapan ini?
