Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mantan pasutri bercerai
ilustrasi mantan pasutri bercerai (vecteezy.com/nuttawan jayawan)

Intinya sih...

  • Menyimpan semua urusan secara mandiri tanpa komunikasi yang jelas

  • Mengabaikan pembagian biaya yang masih terkait

  • Mengizinkan konflik lama masuk lagi ke urusan sehari-hari

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Percakapan mengenai perceraian biasanya langsung terhubung dengan fase emosional yang melelahkan, padahal setelah keputusan itu selesai, hidup tetap berjalan dan banyak hal baru yang harus diatur ulang. Banyak mantan pasutri merasa sudah siap menghadapi hidup masing-masing, tetapi baru sadar bahwa adaptasi setelah berpisah sering memunculkan kebiasaan spontan yang justru membuat prosesnya makin ruwet. Situasi ini tidak selalu disadari karena fokus sering tertarik ke perubahan besar yang terjadi, sementara detail kecil yang memengaruhi keseharian malah terlewat.

Realitas sehari-hari setelah perceraian jauh lebih teknis daripada kelihatannya, termasuk urusan komunikasi, pengelolaan waktu, hingga hal-hal praktis yang sebelumnya tidak terlalu dipikirkan. Berikut beberapa kesalahan yang sering dilakukan mantan pasutri setelah bercerai. Perhatikan agar proses setelah bercerai bisa berjalan lebih baik dan tertata.

1. Menyimpan semua urusan secara mandiri tanpa komunikasi yang jelas

ilustrasi menyimpan urusan sendiri tanpa komunikasi (vecteezy.com/nuttawan jayawan)

Tidak sedikit mantan pasutri memilih menutup semua urusan sendiri karena merasa sudah tidak terhubung lagi, padahal banyak aspek praktis yang tetap perlu dikoordinasikan. Cara seperti ini sering membuat salah satu pihak merasa kewalahan karena beban yang seharusnya dibagi ikut menumpuk. Selain itu, keputusan yang dijalankan sepihak mudah menimbulkan salah paham baru, terutama jika menyangkut jadwal sekolah anak, kebutuhan rumah, atau pembayaran rutin yang masih terkait keduanya.

Di sisi lain, pola ini membuat transisi setelah berpisah terasa jauh lebih berat karena tidak ada mekanisme yang jelas untuk menyampaikan kebutuhan. Komunikasi yang tidak terstruktur juga mempersulit siapa pun yang ingin memperbaiki suasana agar tetap profesional. Jika dijalankan terlalu lama, hubungan kerja sama yang seharusnya memudahkan malah terasa lebih kaku dan rumit.

2. Mengabaikan pembagian biaya yang masih terkait

ilustrasi menghitung pembagian biaya (vecteezy.com/Ekachai Lohacamonchai)

Banyak mantan pasutri menganggap bahwa urusan finansial langsung berpisah total setelah bercerai, padahal masih ada kebutuhan yang secara realistis tetap memerlukan kontribusi bersama. Menghindari diskusi soal biaya hanya menunda masalah dan membuat salah satu pihak merasa harus memikul lebih dari yang seharusnya. Ketika pembagian tidak jelas, pengeluaran yang seharusnya bisa dibagi malah menjadi beban sepihak.

Sikap mengabaikan hal-hal teknis seperti ini membuat urusan jangka panjang menjadi lebih berantakan. Pembagian biaya tanpa kejelasan juga menyulitkan pencatatan pengeluaran yang perlu dipantau bersama. Keputusan mendadak dan tanpa transparansi biasanya memicu keributan karena tidak ada dasar yang sama untuk menilai kewajaran suatu pengeluaran. Pembahasan finansial memang tidak nyaman, tetapi jauh lebih efektif ketika dilakukan secara terukur agar kedua pihak bisa menjaga kestabilan masing-masing.

3. Mengizinkan konflik lama masuk lagi ke urusan sehari-hari

ilustrasi konflik dengan pasangan (pexels.com/Denys Golub)

Ada mantan pasutri yang masih membawa emosi lama dalam setiap percakapan, bahkan ketika topik yang dibahas sebenarnya netral. Hal ini membuat komunikasi terasa berat dan membuat urusan sederhana jadi berlarut-larut. Ketika konflik lama ikut masuk, fokus pembahasan langsung bergeser dan tidak ada penyelesaian yang benar-benar tuntas. Sikap ini juga dapat memengaruhi lingkungan sekitar, terutama anak, karena atmosfer tegang lebih mudah terbaca daripada yang dibayangkan.

Jika kebiasaan ini dibiarkan, setiap interaksi berubah menjadi arena untuk mengingatkan kesalahan masa lalu. Pola komunikasi seperti ini membuat kedua pihak sulit membangun keseharian baru yang lebih sehat. Diskusi penting yang seharusnya cepat selesai berubah menjadi perdebatan panjang. Mengelola jarak emosi dalam situasi pasca berpisah justru membantu menjaga hubungan tetap profesional tanpa membuka luka yang tidak perlu.

4. Membiarkan rutinitas anak tidak teratur karena jadwal tidak dibahas dengan detail

ilustrasi single parent (vecteezy.com/Benis Arapovic)

Pada banyak kasus, penyesuaian jadwal anak setelah bercerai sering dianggap bisa mengikuti situasi saja, padahal anak membutuhkan pola harian yang stabil untuk merasa aman. Ketidakjelasan jadwal membuat mereka bingung harus membawa barang apa, tidur di mana, dan kapan harus bertemu orang tua. Situasi seperti ini menambah beban bagi anak karena mereka harus menyesuaikan dua rumah tanpa arahan yang jelas.

Kondisi ini sering terjadi karena kedua pihak terlalu fokus pada kehidupan pribadi masing-masing tanpa memperhatikan kebutuhan anak yang lebih spesifik. Penataan jadwal yang tidak jelas membuat komunikasi terburu-buru dan penuh miskomunikasi. Hal-hal sederhana seperti seragam, buku pelajaran, atau jadwal les menjadi kacau karena tidak ada sistem yang disepakati.

5. Terlalu cepat membuka bab baru tanpa memahami kebutuhan diri sendiri

ilustrasi pasangan baru (vecteezy.com/Benis Arapovic)

Beberapa mantan pasutri memilih mencari distraksi secepat mungkin agar tidak terus memikirkan perceraian. Pendekatan ini membuat mereka melewatkan fase penting untuk mengenali kebutuhan pribadi setelah berpisah. Ketika langkah baru diambil terlalu cepat, keputusan yang seharusnya penuh pertimbangan malah diambil karena ingin mengisi ruang kosong.

Kondisi seperti ini bisa menimbulkan kelelahan emosional yang tidak disadari. Banyak orang akhirnya merasa bingung dengan arah hidupnya karena langkah yang diambil tidak berdasarkan kesiapan, melainkan dorongan untuk tidak merasa sendirian. Mengabaikan kebutuhan diri sendiri pada masa ini membuat proses adaptasi terasa berkepanjangan.

Setiap orang punya cara sendiri untuk menata hidup, tetapi memahami kesalahan yang sering dilakukan mantan pasutri setelah bercerai membantu proses pulih agar tidak terlalu melelahkan. Penyesuaian kecil yang dilakukan dengan sadar biasanya memberi dampak yang lebih terasa dalam jangka panjang. Dari semua poin ini, mana yang paling ingin kamu perbaiki lebih dulu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team