Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Banyak Orang Bercerai Padahal Belum Ada 5 Tahun Menikah?

ilustrasi bercerai
ilustrasi bercerai (vecteezy.com/sirijitjong858329)

Menikah sering dipandang sebagai titik akhir dari perjalanan cinta, padahal sejatinya itu adalah awal dari proses hidup yang jauh lebih kompleks. Banyak pasangan berusaha menyesuaikan diri dengan ritme hidup baru yang tidak lagi sebebas masa pacaran. Di fase ini, realitas mulai berbicara lebih keras dibanding janji manis di awal hubungan. Setiap perbedaan kecil yang dulu terasa sepele bisa berkembang menjadi persoalan besar jika tidak dihadapi dengan kesadaran dan kematangan.

Fenomena perceraian di bawah lima tahun pernikahan kini semakin sering terdengar. Bukan hanya karena perselingkuhan atau ekonomi, melainkan juga karena hal-hal yang sifatnya lebih tak kasat mata yang jarang dibicarakan tapi justru menggerogoti hubungan dari dalam. Berikut beberapa alasan yang sering luput dipahami mengapa banyak pasangan berpisah sebelum sempat benar-benar mengenal makna hidup bersama.

1. Hubungan dibangun di atas versi terbaik, bukan versi sebenarnya

ilustrasi hubungan
ilustrasi hubungan (vecteezy.com/Prakasit Khuansuwan)

Banyak pasangan memulai hubungan dengan menampilkan sisi terbaik dari diri mereka. Bukan hal salah, tapi ketika pernikahan dimulai dari pencitraan, cepat atau lambat keduanya akan kelelahan mempertahankannya. Setelah menikah, topeng-topeng itu runtuh, muncul sifat asli, kebiasaan kecil, dan cara hidup yang berbeda. Saat inilah realitas mulai menggantikan ilusi yang dulu terlihat sempurna.

Hubungan yang dibangun di atas ekspektasi membuat pasangan sulit menerima perubahan. Misalnya, seseorang yang dulu sabar bisa menjadi mudah emosi karena tekanan finansial atau tanggung jawab rumah tangga. Karena sejak awal yang dilihat adalah “versi ideal”, perubahan itu terasa mengecewakan. Padahal, inti dari menikah bukan mencari kesempurnaan, melainkan kemampuan bertahan di antara ketidaksempurnaan.

2. Pernikahan dijadikan pelarian dari rasa sepi, bukan tempat tumbuh

ilustrasi pernikahan
ilustrasi pernikahan (pexels.com/Sony Feo)

Tidak sedikit orang menikah karena takut sendirian. Mereka menganggap kehadiran pasangan akan mengisi kekosongan hidup yang tidak bisa diatasi sendiri. Masalahnya, rasa sepi bukan sesuatu yang bisa disembuhkan oleh pernikahan. Ketika harapan itu tidak terpenuhi, hubungan justru terasa lebih hampa karena kini sepi hadir di dalam rumah yang sama.

Rasa hampa ini bisa muncul karena pasangan tidak benar-benar saling mengenal sebelum menikah, hanya terburu-buru ingin lepas dari perasaan kosong. Hubungan seperti ini rentan rapuh karena fondasinya bukan kebersamaan yang sadar, melainkan kebutuhan untuk merasa cukup. Pada akhirnya, saat pasangan tidak bisa memenuhi ekspektasi itu, cinta pun perlahan kehilangan maknanya.

3. Cinta tumbuh lebih cepat daripada kedewasaan emosional

ilustrasi jatuh cinta
ilustrasi jatuh cinta (pexels.com/Budgeron Bach)

Banyak pasangan jatuh cinta dengan intensitas tinggi, tapi tidak menyiapkan diri untuk fase setelahnya yaitu bagaimana menjaga cinta itu tetap waras. Cinta yang besar tanpa kendali justru sering berubah menjadi obsesi atau tuntutan. Salah satu merasa terlalu dikekang, sementara yang lain merasa tidak cukup diperhatikan. Pola ini akhirnya membuat hubungan menjadi kompetisi, bukan kemitraan.

Kedewasaan emosional tidak datang dari usia, melainkan dari kesadaran untuk memahami diri sendiri. Tanpa itu, pasangan sulit menyeimbangkan antara kebutuhan pribadi dan komitmen bersama. Mereka tahu bagaimana mencintai, tapi belum belajar bagaimana tetap tenang saat cinta terasa berat. Di titik itu, cinta yang seharusnya menjadi ruang bertumbuh malah berubah menjadi ruang saling menyakiti.

4. Hubungan kehilangan arah karena standar kebahagiaan berubah

ilustrasi kebahagiaan
ilustrasi kebahagiaan (pexels.com/Leeloo The First)

Dulu kebahagiaan diukur dari hal sederhana misalnya makan malam bersama, waktu luang di akhir pekan, atau saling mendengarkan cerita hari itu. Namun kini, kebahagiaan sering disamakan dengan pencapaian dan gaya hidup. Ketika pasangan lain terlihat lebih sukses atau harmonis di media sosial, banyak yang mulai membandingkan diri. Dari sana muncul perasaan gagal yang menggerogoti hubungan pelan-pelan.

Pernikahan akhirnya dijalani dengan standar eksternal, bukan kebutuhan internal. Pasangan mulai sibuk membuktikan bahwa mereka bahagia, bukan benar-benar merasakannya. Mereka membeli barang, merancang liburan, atau membuat unggahan manis di media sosial, tapi lupa menumbuhkan keintiman yang sebenarnya. Akibatnya, pernikahan terlihat baik dari luar, tapi kosong di dalam.

5. Kemandirian emosional hilang karena hidup terlalu menyatu

ilustrasi emosional
ilustrasi emosional (pexels.com/Mikhail Nilov)

Banyak pasangan berpikir bahwa menikah berarti harus selalu bersama dalam segala hal. Padahal, kehilangan ruang pribadi justru sering menjadi pemicu pertengkaran. Ketika seseorang tidak punya ruang untuk tetap menjadi dirinya sendiri, perlahan ia merasa kehilangan identitas. Hubungan pun terasa menyesakkan karena semua hal dilakukan berdua tanpa jeda.

Menikah seharusnya bukan tentang melebur, tetapi tentang berjalan berdampingan. Dua orang yang saling mencintai tetap butuh waktu sendiri untuk berpikir, berkembang, atau sekadar bernafas. Ketika ruang ini diabaikan, kelelahan emosional mudah muncul. Dari situlah jarak emosional terbentuk, bukan karena tidak cinta, tapi karena keduanya lupa bahwa mencintai juga butuh keseimbangan antara bersama dan sendiri.

Bertahan dalam pernikahan bukan soal berapa lama kamu bisa bersama, tapi seberapa sadar kamu menjalani prosesnya. Banyak hubungan berakhir bukan karena cinta pudar, melainkan karena keduanya berhenti memahami dan tumbuh. Pernikahan bukan ajang pembuktian, melainkan perjalanan belajar menjadi manusia yang lebih baik bersama orang lain. Jadi, apakah kamu siap menjalani pernikahan dengan kesadaran, bukan sekadar keinginan?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Atqo Sy
EditorAtqo Sy
Follow Us

Latest in Life

See More

6 Tips Menata Tanaman Hias Indoor Tanpa Mengganggu Ruang Gerak

21 Okt 2025, 11:15 WIBLife